Kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Argentina terpilih menjadi paus dengan nama Paus Fransiskus |
Paus Fransiskus – nama yang
dipilih karena ia telah mengikuti semangat St. Fransiskus dari Asisi –
mengucapkan terima kasih kepada pendahulunya Paus Emeritus Benediktus XVI atas
pelayanan yang ia berikan kepada Gereja.
Ia juga meminta agar umat
memohon berkat dari Tuhan bagi dirinya sebagai penerus Takhta Santo Petrus.
Paus yang berusia 76 tahun ini
mengatakan bahwa para kardinal benar-benar memilih Paus baru melalui doa.
“Mari kita memulai perjalanan
ini, uskup dan umat, perjalanan dalam semangat persaudaraan, cinta dan saling
percaya di antara kita,” katanya dari atas balkon Vatikan setelah dirinya
diperkenalkan oleh Jean Luis Kardinal Tauran.
Mantan Askup Agung Buenos Aires
ini lahir pada 17 Desember 1936 dan ditahbiskan menjadi seorang imam Yesuit
tahun 1969. Ia kemudian menggantikan Antonio Kardinal Quarracino sebagai
uskup agung Buenos Aires tahun 1998.
Tugas kegembalaannya di
Argentina dijalankan dengan pendekatan yang praktis dan patut ditiru. Ia lebih
memilih naik kendaraan umum daripada mobil pribadi dan seringkali mengunjungi
orang miskin. Orang-orang biasa memanggilnya sebagai “Romo Jorge”.
Siapakah Jose Mario
Kardinal Bergoglio?
Jorge Bergoglio yang lahir di
Buenos Aires merupakan satu dari lima bersaudara yang lahir dari keluarga
pekerja kereta api keturunan Italia. Setelah belajar di seminari di Villa
Devoto, ia kemudian masuk Serikat Yesus (SJ/Yesuit) Maret 1958.
Setelah mendapat lisensiat
filsafat dari Colegio Máximo San José di San Miguel ia kemudian mengajar
literatur dan psikologi di Colegio de la Inmaculada di Santa Fe, dan
Colegio del Salvador di Buenos Aires.
Ia ditahbiskan imam pada 13
Desember 1969, dan kemudian menjadi pembimbing novis serta dosen teologi.
Karena prestasi dan
kepiawaiannya, Yesuit kemudian menunjuknya menjadi provinsial SJ di Argentina
dari tahun 1973 – 1979. Setelah itu (1980) dia dipindahkan menjadi rektor
seminari di San Miguel tempat ia belajar sebelumnya hingga 1986.
Gelar doktor diselesaikannya
di Jerman dan setelah itu pulang ke Argentina. Beberapa tahun kemudian pada 28
Februari, 1998 ia menggantikan Kardinal Quarracino.
Tiga tahun kemudian (2001)
Paus Yohanes Paulus II mengundangnya ke Vatikan dan kemudian mengukuhkannya menjadi
kardinal.
Selama menjadi kardinal, Jorge
menjabat beberapa fungsi administratif antara lain Kongregasi Imam, Kongregasi
Liturgi dan Sakramen, Kongregasi Hidup Religius, dll. Kemudian ia menjadi
anggota Komisi Amerika Latin dan Dewan Keluarga.
Jorge dikenal sangat rendah
hati, konservatif, dan memiliki komitmen tinggi terhadap keadilan sosial. Gaya
hidupnya yang sederhana membuatnya semakin dikenal. Dia memilih untuk tinggal
di sebuah apartemen kecil, ketimbang kediaman uskup.
Ia juga memilih untuk tidak
menggunakan kendaraan pribadi yang dikemudikan oleh orang lain, tapi memilih
naik angkutan umum, dan bahkan dilaporkan ia juga masak sendiri.
Setelah Yohanes Paulus II
meninggal, Jorge dianggap layak untuk dipilih menjadi Paus dan mengambil bagian
dalam konklaf tahun 2005 yakni pemilihan Paus Benediktus XVI.
Menurut beberapa laporan (yang
belum bisa dipastikan keabsahannya), dalam konklaf tahun 2005, ia menjadi
saingan Kardinal Ratzinger.
Pada November 2005,
Bergoglio dipilih secara aklamasi menjadi Presiden Konferensi Waligereja
Argentina untuk periode tiga tahun.
Selama menjadi gembala di
Argentina, Jorge mengajak para imam dan umat untuk menentang aborsi dan
euthanasia. Ia juga mematuhi ajaran Gereja soal homoseksualitas, tapi dia
mengajarkan akan pentingnya menghargai kaum homoseksual.
Jorge menentang keras
kebijakan pemerintah Argentina yang mengizinkan pernikahan sesama jenis.
Ada juga hal yang tidak akan
terlupakan dari Kardinal Jorge. Warga Argentina akan selalu mengenangnya ketika
pada tahun 2001 saat mengunjungi sebuah tempat perawatan pasien AIDS, dia
mencuci dan mencimum kaki 12 orang yang menderita AIDS. Sekolah Katolik di Tegal terancam
ditutup
Setelah adanya ancaman
penutupan sekolah Katolik di Blitar, Jawa Timur, kini giliran sekolah Katolik
di Tegal, Jawa Tengah, juga mendapat ancaman.
Pasalnya, beberapa bulan yang
lalu, Departemen Pendidikan Wilayah Tegal memberi peringatan kepada Sekolah
Katolik St. Pius agar memasukkan mata pelajaran agama kepada siswa non Katolik
yang bersekolah di sekolah tersebut.
Dalam pertemuan belum lama ini
dengan pihak pemerintahan Tegal, pihak sekolah yang dikepalai Suster Madelaine
menyampaikan pernyataan terkait seputar ketidaksetujuannya akan keputusan
tersebut bersama kuasa hukum dan Romo Frans Widyanatardi, kepala Paroki Hati
Kudus, Tegal.
Pastor Widyanatardi mengatakan
kepada asianews.it bahwa para siswa non Katolik yang belajar di sekolah St.
Pius: 2 orang dari tingkat TK, 9 orang dari SD, 12 siswa dari SMP, dan 9 siswa
dari SMU dari total keseluruhan 1.400 siswa. Jadi tidak mungkin bila pihak
sekolah menambah mata pelajaran agama lain mengingat jumlahnya yang masih
sedikit.
Salah satu orangtua siswa,
Charles Sinaga mengatakan bahwa dia tidak keberatan apabila salah satu mata
pelajaran tersebut tidak dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
“Pihak mereka (Departemen
Pendidikan Tegal) tidak berhak melakukan itu,” katanya.
Situasi ini membuat pihak
sekolah St. Pius harus menerima ancaman dan peringatan akan ditutup bila mereka
tetap berdiri pada pendirian mereka. UCAN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin