Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat (BIMAS) Agama Katolik bekerjasama dengan Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) meneyelanggarakan Lokakarya Musik Liturgi untuk Provinsi Gerejawi DKI Jakarta dan Jawa Barat di Hotel Mirah Santika Jl. Dewi Sartika No. 6A Bogor. Pelatihan bertajuk Peran Musik dan Lagu Liturgi dalan Perayaan Liturgi ini diikuti oleh Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bogor, dan keuskupan Bandung, Senin(25/05) hingga Kamis (28/05). Kegiatan dengan peserta sebanyak 43 orang ini menghadirkan narasumber RP. Bosco da Cunha O. Carm sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi KWI, RP. Antonius Soetanta SJ sebagai composer dan ahli musik liturgi. Hadir juga bapak Sihar Petrus Simbolon selaku Direktur Urusan Agama Katolik mewakili DirJen Bimas Katolik.
Dalam sambutannya bapak Sihar Petrus Simbolon menjelaskan bahwa musik liturgi adalah suatu yang penting untuk menciptakan suasana liturgis dalam perayaan liturgi.”Musik Liturgi berperan penting dalam perayaan liturgi. Musik liturgi juga berperan dalam penghayatan iman umat sehingga untuk menciptakan suasana liturgis dibutuhkan lokakarya untuk para composer dan penggiat musik liturgi,”ungkapnya. Senada dengan Bapak petrus, Romo Bosco juga menjelaskan bahwa di era ini umat sering kali tidak bisa membedakan musik liturgi dan musik pop. “Saat ini banyak Gereja Katolik yang menggunakan musik pop rohani dalam perayaan liturgi. Hal ini menyebabkan suasana liturgis itu sendiri hilang maka kita semua perlu menggali kembali syarat dan ketentuan mendasar dari musik liturgi,” jelasnya. (baca artikel lainnya di http://jangkarkeadilan.com)
Disamping itu ciri-ciri musik liturgi yang benar menurut adalah Fungsional, diciptakan khusus untuk berperan dalam liturgi. Alkitabiah, syair yang diolah dan diambil dari Kitab Suci dan teks – teks yang bersangkutan. Eklesial, untuk dinyanyikan bersama (kami/ kita, buka aku); bentuk lagu berbait, mazmur, dialog sahut menyahut, litani, aklamasi, bentuk khusus (Misal Kyrie, Gloria, Sanctus, Agnus Dei, dll). Berbobot, tentang karya penyelamatan bukan tentang perbuatan kita. Khidmat, sebagai ungkapan doa. Kemudian menurut musicam sacram diungkapakan bahwa yang termasuk lagu liturgi adalah lagu Gregorian, polifoni suci dengan aneka bentuknya baik kuno maupun modern, musik ibadat untuk organ dan alat musik lain yang telah disahkan. Musik liturgi inkulturatif (musik ibadat rakyat) sesuai dengan budaya setempat yang sesuai dengan kaidah – kaidah music liturgi.
Lokakarya musik liturgi ini juga mengajak seluruh peserta untuk membuat lagu liturgi untuk anak – anak yang akan digunakan untuk penerbitan puji syukur untuk anak dan remaja serta pagelaran musik liturgi anak di awal Juni 2015.
Diakhir kegiatan ini Romo Bosco juga mengharapakan keterbukaan dari semua pihak akan pembaharuan-pembaharuan yang selau terjadi di bidang liturgi Gereja Katolik. “Saya berharap kegiatan-kegiatan serupa seperti lokakarya/ workshop dibidang liturgi ini dapat membuat umat dan juga para pelaku liturgy sadar bahwa liturgi adalah pokok bahasan yang tidak akan pernah habis di bahas dan yang terpenting bahwa sampai kapanpun liturgi akan selalu mengalami pembaharuan”, ungkap pastor yang sudah 2 periode berkarya di Komisi Liturgi KWI. (Aloisius Johnsis/keuskupanbogor.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin