JAKARTA - Kepala Gereja Anglikan Australia mengatakan malu dan prihatin atas
laporan lembaga pemerintah, yang menyatakan sekitar 1.100 pengakuan
pelecehan seksual di gereja tersebut selama 35 tahun.
Laporan disiarkan pada Jumat itu mengungkapkan sebagian besar korban baru berusia 11 tahun saat dilecehkan.
Sebulan lalu, penyelidikan yang sama menemukan, Gereja Katolik
Australia membayar 212 juta dolar AS sebagai imbalan terhadap ribuan
korban kejahatan serupa sejak 1980.
Pada Jumat, Komisi Perlindungan Anak mengatakan, dari pengakuan,
tercatat 569 pelaku berprofesi pendeta, guru, dan relawan. Sejumlah 133
terduga pelaku lain belum diketahui perannya di gereja.
Uskup Agung Melbourne, Philip Freier, mengaku "secara personal merasa
malu dan sedih" melihat bagaimana gereja membungkam para korban.
"Gereja Anglikan sangat terguncang dan prihatin oleh kegagalan kami
sendiri dalam menangani pelecehan seksual terhadap anak di Gereja," kata
Freier dalam pernyataan tertulis.
Komisi Perlindungan Anak mempunyai wewenang terbesar di Australia
sebagai penyelidik. Mereka juga berwenang memaksa para saksi untuk
memberi bukti dan bisa merekomendasikan hukuman.
Komisi ini pernah menemukan fakta, tujuh persen pastor yang bekerja
di Australia (1950 - 2010) diduga melakukan pelecehan seksual terhadap
anak-anak. Namun, hanya sedikit di antara mereka menjalani persidangan.
Laporan sebelumnya, komisi tersebut menemukan 1.082 keluhan pelecehan
seksual terhadap anak-anak antara 1980 sampai 2015. Ada 1.115 insiden
yang terjadi saat korban berada dalam asuhan Gereja Anglikan.
Gereja Anglikan telah membayar 31 juta dolar Australia kepada 459 orang yang melaporkan keluhan.
"Fakta ini menunjukkan bahwa kebijakan kami tidak berhasil mencegah
para pelaku untuk bekerja bagi gereja, baik sebagai pendeta, guru,
ataupun relawan," kata Sekretaris Umum Gereja, Anne Hywood.
"Kami sangat malu terhadap bagaimana kami memperlakukan para
penyintas," kata dia. Komisi sama dijadwalkan kembali melaporkan
temuannya kepada pemerintah pada Desember.
___________________
Darius Leka, SH/ Sumber: liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin