5. Istilah “Sakramen” adalah bahasa Latin yang diterjemahkan dari kata Yunani “Mysterion”
Dalam bahasa Latin, istilah “Sakramen” berarti perjanjian, yang merupakan istilah hukum dalam bahasa Romawi, sehingga penggunaannya dalam istilah gerejawi mengukuhkan makna bahwa Sakramen-Sakramen Gereja adalah sebuah bentuk perjanjian (dari Kristus). Ini adalah makna Sakramen seperti yang dijelaskan oleh St. Agustinus. Akan tetapi, istilah mysterion, yang masih digunakan oleh Gereja Timur, menghasilkan makna yang tidak terlalu kehukuman serta bersifat lebih tak terselami. Seiring dengan perkembangan Sakramen-Sakramen, pergeseran makna dari “misteri” ke “perjanjian” dalam bahasa Latin menjadi meluas, sehingga ditetapkanlah 7 Sakramen seperti yang kita ketahui sekarang. Sementara itu, Gereja Timur tidak pernah secara formal menetapkan jumlah tertentu.
4. Tubuh dan Darah, roti dan anggur
Sementara Kehadiran Nyata merupakan realitas yang sudah dipahami sejak Gereja Perdana, namun orang-orang Abad Pertengahan memiliki pendekatan yang sedikit berbeda untuk menjelaskannya. Sebelum para ahli mendefinisikan ajaran transubstansiasi, Komuni Kudus dianggap tetap mengambil wujud roti dan anggur oleh sebab kengerian akan darah pada banyak orang. Alih-alih penjelasan filosofis resmi mengenai aksiden (accident) dan substansi/ hakikat (substance) menurut prinsip-prinsip Aristoteles, Radbertus menjelaskan bahwa umat tidak akan mengambil bagian dalam Komuni Kudus apabila wujudnya sungguh daging dan darah manusia. Kenyataan bahwa Tubuh dan Darah Kristus tetap nampak sebagai roti dan anggur dipandang sebagai bentuk belas kasihan Allah kepada manusia.
3. Umat jarang menyambut komuni
Pada waktu itu, kecenderungan ini menjadi masalah yang begitu besar sehingga pada Konsili Lateran IV tahun 1215, Gereja menetapkan keharusan mengambil bagian dan menerima Komuni dengan cara disantap, paling sedikit satu kali setiap tahun. Penolakan atau “pantang” mengambil Komuni berakar dari dua macam pemahaman umat. Alasan pertama adalah karena umat menekankan keberdosaan dan ketidakpantasan mereka untuk menyantap Ekaristi Kudus; alasan ini muncul dari ajaran St. Agustinus tentang dosa asal serta perubahan liturgis di mana imam membelakangi umat, berbicara dalam bahasa Latin, banyak berdoa dalam bisikan, dan kadang bahkan memasang sekat untuk memisahkannya dengan umat. Alasan kedua mengapa umat enggan menerima Komuni adalah bahwa beberapa orang menganggap Komuni okuler (Komuni lewat mata/ dengan memandang -ed-) sama sahnya dengan cara menyantap.
2. Melihat dengan mata amat penting dalam penyembahan
Pemahaman abad kuno akhir dan abad pertengahan awal mengenai indera penglihatan menimbulkan anggapan bahwa indera tersebut lebih tinggi derajatnya daripada indera perabaan, perasa, dan penghidu. Umat awam abad pertengahan lebih suka untuk menyembah Kristus pada saat konsekrasi di mana roti dan anggur diangkat; ini dianggap sebagai bentuk persatuan yang lebih baik dengan Kehadiran Ilahi Allah. Pandangan ini berasal dari pemahaman Agustinian (Neo-Platonik) akan kemampuan mata untuk mengeluarkan sinar yang membentuk sebuah gambar, yang kemudian akan diterima kembali oleh mata. Aktivitas melihat dipahami secara harafiah sebagai persatuan dengan obyek yang dilihat, dan mengambil bagian dalam eksistensi obyek tersebut.
1. Elevasi Sakramen Mahakudus
Ketika pengangkatan (elevasi) berlangsung di dalam Misa, bagian tersebut dianggap begitu penting hingga banyak orang meninggalkan Misa segera setelah elevasi selesai, dan tidak ikut menyambut Komuni dengan cara konsumsi. Pengangkatan ini adalah sebuah kemewahan dan bentuk komuni (persatuan) yang utama dengan Allah. Hal ini dipahami kurang-lebih sebagai “pandangan yang membahagiakan” (Lat.: visio beatifica; Ing.: beatific vision) bagi kita yang masih di bumi. Komuni lewat mata dan Elevasi begitu pentingnya sehingga monstran dirancang dengan begitu rumit, lonceng-lonceng dibunyikan untuk menarik perhatian umat, dan Hari Raya Tubuh dan Darah Tuhan ditetapkan pada masa ini untuk merayakan kehadiran dan komuni visual tersebut.
_________________
Penulis: Matthew Bauer
Diterjemahkan untuk Lux Veritatis 7 oleh Anne. Artikel asli berjudul “5 Things You Didn’t Know About Communion in the Middle Ages” dari website Epic Pew.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin