Oleh: Sdr. Edi Wiyono, OFM |
Dalam hidup seseorang, pengalaman tertentu dapat menjadi sesuatu yang
berharga. Dengan pengalaman yang dimilikinya, ia dapat menjadi lebih yakin pada
kemampuan dirinya atau pada hal tertentu di luar dirinya. Hal semacam ini tentu
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap sikap dan perilakunya. Misalkan
saja, seseorang mempunyai pengalaman dapat menyelesaikan suatu tugas yang besar
tanggungjawabnya. Ini tentu dapat membuat orang bersangkutan semakin yakin
bahwa dirinya akan dapat menyelesaikan tugas yang serupa dalam lain kesempatan.
Contoh lain, orang mempunyai pengalaman diperkaya wawasannya dengan adanya
pendapat atau pandangan tertentu yang berbeda dengan pandangan dirinya.
Ini tentu dapat membuat orang itu bersikap positif apabila ada
perbedaan-perbedaan pandangan dalam kelompoknya. Selain itu, dalam konteks
dunia kerja tak jarang orang-orang yang memiliki pengalaman kerja dalam bidang
tertentulah yang akan diterima dalam perekrutan pegawai baru. Ini menunjukkan
bahwa pengalaman menjadi sesuatu yang berharga dalam hidup orang yang
mengalaminya.
Kita juga dapat bertanya: Apakah pengalaman tertentu juga berharga dalam
konteks hidup beriman? Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat belajar dari
bacaan Injil Markus 9:2-10. Dalam bacaan Injil Minggu Prapaska II ini,
penginjil mengisahkan pengalaman tiga murid yang menyaksikan Yesus dimuliakan
di atas gunung. Petrus, Yakobus, dan Yohanes menyaksikan Yesus yang berpakaian
putih berkilat-kilat.
Dalam kisah itu mereka juga menyaksikan Yesus yang berbicara dengan Elia
dan Musa. Pengalaman ini ternyata menimbulkan perasaan bahagia dan juga takut.
Selanjutnya mereka juga mendengar suara dari balik awan yang berkata: “Inilah
Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia”. Setelah mendengar perkataan itu mereka
tidak melihat lagi Elia dan Musa. Mereka hanya melihat Yesus sendirian saja.
Pengalaman ini tentu mempunyai makna tertentu bagi ketiga murid itu. Mereka
semakin yakin atau percaya kepada Yesus, yang dalam Injil bab sebelumnya diakui
oleh Petrus sebagai Mesias.
Kepercayaan ini akhirnya memampukan mereka menjaga pesan Yesus agar
tidak menceritakan apa yang mereka lihat sampai Anak Manusia dibangkitkan dari
antara orang mati. Dari kisah ini kita memperoleh gambaran bahwa pengalaman
tertentu juga berharga dalam konteks hidup beriman. Terlebih lagi, jika
pengalaman itu berkaitan dengan Yesus yang kita imani.
Selanjutnya kita boleh bertanya pada diri sendiri: “ Apakah saya
mempunyai pengalaman bersama Yesus dalam hidup atau pekerjaan sehari-hari? Atau
dalam pengalaman yang mana saya merasa Yesus hadir dalam hidupku?
Menjawab pertanyaan ini dengan merenungkan kembali pengalaman hidup kita
merupakan hal penting. Karena itu marilah mencari dalam pengalaman hidup kita
saat-saat kita merasa bahwa Yesus ada bersama kita. Dengan merenungkan dan
menyadari kembali saat-saat Yesus bersama kita, kita berharap iman kita
dikuatkan, pesan atau sabda Yesus dapat kita simpan dalam hati dan melahirkan
perbuatan-perbuatan yang semakin memuliakan Yesus. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin