Oleh: Sdr. Ophin Agut, OFM |
Dalam tradisi dan sejarah
bangsa Yahudi, kerinduan akan kediaman Allah di bumi sudah ada sejak masa masa
mengembara di padang gurun. Tabut perjanjian – simbol perjanjian Allah dan
manusia (umat Israel), yang berbentuk dua loh batu-, terus dibawa selama
pengembaraan. Namun, keinginan untuk mendapatkan tempat yang layak dan tetap
belum terpenuhi. Pada masa Kerajaan Israel kerinduan itu terus ada. Yahweh
pasti selalu ingat akan janjiNya. Melalui Raja Salomo, Rumah tempat kediaman
Allah itu dibangun; yang kemudian disebut dengan Bait Allah. Bait Allah
merupakan suatu tempat yang dikuduskan bagi Allah, tempat yang menjadi kediaman
Allah di dunia ini.
Umat Israel mengalami bahwa
kehadiran Bait Allah merupakan tanda bahwa Allah telah berkenan melawat
umatNya. Yahweh berkenan tinggal bersama umatNya. Jadi, apabila umat Allah
ingin berdoa kepada Tuhan, mereka dapat melakukannya dengan menghadap bait suci
(2Taw 6:24,26,29,32) dan Allah akan mendengar mereka “dari bait- Nya” (Mazm
18:7).
Adalah suatu keheranan besar
bagi orang baik seperti Yesus, melihat Bait Allah yang begitu diagung-agungkan
pada masa lampau tidak digunakan sebagaimana mestinya. Sebagai orang yang setia
pada janji Allah, Yesus tentunya marah. Dengan cambuk ia mengusir para
pedagang, menjungkirbalikan meja para penukar uang. Ada apa gerangan? Di
serambi Bait Allah ditemukan para pedagang yang menjajakan barang-barang
kebutuhan ritual atau ibadat, dan hewan sembahan seperti lembu, kambing, domba
dan merpati.
“Jangan kamu membuat rumah
Bapa- Ku menjadi tempat berjualan”(Yoh. 2;16). Kemarahan Yesus berkaitan dengan
usaha menarik perhatian orang–orang agar tidak jatuh dalam mentalitas “logika
pasar”. Allah tidak bisa dibayar dengan sejumlah doa yang kita ucapkan dan
sejumlah uang yang disumbangkan. Manusia tak punya hak untuk mengatur Allah.
Sebaliknya manusialah yang harus menaati perintah/kehendak Tuhan.
Yesus marah karena kita ingin
menguasai Allah. Seharusnya kita berbuat baik karena itu baik dan karena sudah
menjadi keharusan bagi hidup kita, bukan karena ingin mendapatkan imbalan dari
Tuhan. Berdoa, berbuat kasih untuk mendapatkan sesuatu atau meyakinkan Tuhan,
itu berarti kita tidak melalukannya dengan kasih dan tak punya arti. Yesus
marah bukan karena ingin menakut-nakuti kita, tapi karena ingin memurnikan
hubungan kita dengan Tuhan dan dengan sesama. Suatu relasi yang berlandaskan
Kasih.
“Rombaklah Bait Allah ini dan
dalam tiga hari aku akan mendirikannya kembali” (Yoh.2;19). Bagi umat Israel,
Bait Allah adalah bangunan sebagai tempat pertemuan antara manusia dan Allah.
Yesus memberi arti baru tentang Bait Allah yakni diri-Nyalah. Dengan iman kita
menemukan Yesus sebagai Bait Allah baru dan sempurna. Bait Allah yang
dihancurkan oleh salib dan dibangun kembali dengan kebangkitan. Tubuhnya yang
mati dan bangkit adalah tempat dimana orang berjumpa dengan Allah. Setiap kita
merayakan Ekaristi dan menerima komuni kudus, disitulah perjumpaan kita dengan
Allah semakin nyata. Yesus yang menjadi santapan tinggal dalam diri kita dan
kita ikut menjadi Bait Allah.
Mestinya saat mendengar kisah
ini, kita diingatkan untuk melihat kembali sudah sejauh mana rumah-rumah doa
kita difungsikan secara baik untuk membangun relasi kita dengan Tuhan, diri
sendiri, sesama dan alam; masihkah tempat-tempat doa kita difungsikan sesuai
dengan maksud tempat-tempat itu dibangun ataukah tempat-tempat itu telah
difungsikan sebagai tempat-tempat pameran di mana kita memperlihatkan gaya
hidup kita yang lebih banyak memisahkan kita dari sesama ketimbang
mempersatukan.
Di saat yang sama, kita
diundang untuk melihat ke dalam diri dan menyadari bahwa diri kita sendiri
merupakan satu rumah doa; dari mana doa-doa kita berasal dan ke mana doa-doa
kita bermuara. Diri, hati kitalah yang menentukan segalanya. Hati yang baik
melahirkan pribadi yang baik dan pribadi yang baik selalu memberi yang baik
demi kebaikan diri dan sesama. Dan kebaikan ini akan menempatkan rumah doa pada
tempat dan fungsinya yang sebenarnya dan kita akan melakukan apa yang seharusnya
kita lakukan dalam dan untuk sebuah kebersaman. Tuhan memberkati.
Amin. Salam Damai.
BalasHapusBy Sir Timan
Bisnis Online