Oleh: Rm. Taucen Hotlan Girsang, OFM
|
Dikisahkan dalam
bacaan pertama (2 Taw 36: 14-16.19-23) bahwa bangsa Israel sedang berjalan di
dalam kesulitan dan kegelapan. Mereka terperosok ke dalam situasi ini karena
TIDAK SETIA kepada perintah-perintah Tuhan. Mereka jatuh pada penyembahan
berhala dan menajiskan Rumah Tuhan. Mereka melalaikan hari sabat. Walau mereka
sudah berulangkali diperingatkan oleh Tuhan melalui para nabi, namun mereka
membandal. Mereka tidak mau mendengar.
Akibatnya, masa
kegetiran yang tak terelakkan pun terjadi atas mereka. Bangsa itu dibuang ke
Babel dan dijadikan budak. Tidak hanya itu, Bait Kudus Yerusalem pun dibakar
dan temboknya dirubuhkan. Padahal, Bait Tuhan merupakan pusat hidup keagamaan
bangsa itu. Di tengah puing-puing kehancuran ini, Tuhan membuka pintu pengharapan
dengan menggerakkan hati Koresh, raja negeri Persia. Raja ini memberi mereka peluang
untuk pulang ke tanah leluhurnya bahkan menugaskan mereka untuk kembali
membangun Bait Allah. Sinar pengharapan itu pun kembali menyala.
Kisah pilu masa
pembuangan dan perbudakan di Babel dinilai bangsa Israel sebagai masa gelap,
penuh kesulitan dan kegetiran hidup. Mereka sadar bahwa hal itu terjadi karena
perbuatan mereka sendiri. Melalui pengharapan bahwa Allah pasti setia dan tak
pernah ingkar janji, mereka menggantungkan nasib pembebasan mereka hanya pada
Allah saja.
Hal yang senada
tentu kita temukan juga dalam kata-kata Paulus pada bacaan kedua. Di sana
Paulus berbicara tentang mati karena kesalahan tetapi diselamatkan berkat kasih
karunia. Paulus menekankan pembebasan manusia dari belenggu dosa melulu karena
rahmat. Tuhan sendiri yang bertindak menyelamatkan manusia tanpa harus
mempertimbangkan terlebih dahulu jasa-jasa manusia.
Dalam percakapan
antara Yesus dan Nikodemus dalam bacaan Injil, kita menemukan penawaran HIDUP
BARU. Hidup baru ditawarkan oleh Yesus melalui jalan penderitaan di salib. Dia
merujuk pada Musa yang meninggikan ular di padang gurun. Demikianlah nantinya Anak
Manusia harus ditinggikan supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh
hidup kekal. Jalan penderitaan ditempuh karena KASIH. Hidup baru yang
ditawarkan oleh Yesus rupanya menunjuk pada diri-Nya sendiri. Hanya melalui Dia
yang menderita di salib, orang akan memperoleh hidup baru, hidup di dalam
terang. Melalui Dia, orang akan meninggalkan kegelapan.
Manusia tentu
saja kerap berada dalam hal-hal sulit. Dalam keadaan terbelenggu, misalnya oleh
sakit-penyakit, oleh kehilangan pekerjaan, oleh kenaikan bbm, oleh kemiskinan,
oleh ketidakadilan dan kekerasan, manusia justru goyah dalam iman dan
kehilangan pengharapan serta jatuh pada keputusasaan. Rasanya sangat sulit
untuk mengeluarkan diri. Padahal, pada kenyataannya Kitab Suci berbicara lain.
Justru dalam situasi sulit Tuhan hadir sebagai sumber pengharapan. Dia hadir
sebagai jalan pembebasan melalui rahmat-Nya.
Tak jarang pula kita
mesti hidup bersama dengan manusia yang arogan dan sombong, penuh kelicikan dan
kepicikan. Orang yang bermegah diri. Orang yang menganggap dirinya memiliki
“nilai lebih” daripada orang lain. Orang yang menganggap diri “unggul”. Orang
yang tak mampu mengucap syukur atas hal-hal baik yang terjadi pada orang lain. Orang
yang mengandung di dalam dirinya segala kebusukan dan pikiran jahat, kata-kata
yang merongrong dan sikap-sikap permusuhan. Orang menempatkan diri sebagai
pembebas sesama padahal pada saat yang sama dirinya sendirilah yang seharusnya
dibebaskan karena tak mampu membebaskan diri sendiri. Manusia semacam inilah
yang dikatakan oleh Yesus sebagai manusia yang lebih menyukai kegelapan
daripada terang sebab perbuatan-perbuatannya jahat. Dia tidak senang orang lain
menjadi lebih baik. Dia membenci orang tulus yang berjalan di dalam kebenaran.
Tetapi, kita tidak perlu galau dan gelisah karena hal itu. Sebab, pengharapan
bangsa Israel saat pembuangan maupun undangan hidup baru yang ditawarkan oleh
Yesus dapat menjadi keyakinan kita. Mari kita kembali kepada keyakinan bahwa Tuhanlah
satu-satunya sumber rahmat, pengharapan dan pembebasan kita. Betapa pun
tantangan yang dihadapi, betapa pun kita dicobai oleh orang sombong dan picik,
jika kita bersama Tuhan pastilah segalanya akan menjadi lebih baik. Tuhan Yesus memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin