KETIKA musim kemarau baru saja mulai. Seekor burung
pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang
dituduhnya tidak bersahabat. Dia lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang
sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara, mencari udara yang
selalu dingin dan sejuk. Benar, pelan pelan dia merasakan kesejukan udara,
makin ke utara makin sejuk, dia semakin
bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi.
Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang
mulai tertempel salju, makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah
karena tubuhnya terbungkus salju. Sampai ke tanah, salju yang menempel di
sayapnya justru bertambah tebal. Si burung pipit tak mampu berbuat apa apa,
menyangka bahwa riwayatnya telah tamat. Dia merintih menyesali nasibnya.
Mendengar suara rintihan, seekor kerbau yang kebetulan lewat menghampirinya.
Namun si burung kecewa mengapa yang datang hanya seekor kerbau. Dia menghardik
si kerbau agar menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin
mampu berbuat sesuatu untuk menolongnya.Si kerbau tidak banyak bicara, dia
hanya berdiri, kemudian kencing tepat di atas burung tersebut. Si burung pipit
semakin marah dan memaki maki si kerbau. Lagi-lagi si kerbau tidak bicara, dia
maju satu langkah lagi, dan mengeluarkan kotoran ke atas tubuh si burung.
Seketika itu si burung tidak dapat bicara karena
tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira bahwa ia akan mati tak bisa
bernapas. Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang membeku
pada bulunya pelan-pelan meleleh oleh hangatnya tahi kerbau, dia dapat bernapas
lega dan melihat kembali langit yang cerah. Si burung pipit berteriak
kegirangan, bernyanyi keras sepuas puasnya.Mendengar ada suara burung
bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber suara, mengulurkan tangannya,
mengais tubuh si burung dan kemudian menimang nimang, menjilati, mengelus dan
membersihkan sisa- sisa salju yang masih menempel pada bulu si burung. Begitu
bulunya bersih, si burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah
mendapatkan teman yang ramah dan baik hati. Namun apa yang terjadi kemudian,
seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si burung, dan tamatlah
riwayat si burung pipit ditelan oleh si kucing.
Tidak sulit untuk menarik garis terang dari kisah
ini, sesuatu yang acap terjadi dalam kehidupan kita: halaman tetangga tampak
selalu lebih hijau; penampilan acap menjadi ukuran; yang buruk acap dianggap
bencana dan tak melihat hikmah yang bermain di sebaliknya; dan merasa bangga
dengan nikmat yang sekejap. Burung pipit itu adalah cermin yang memantulkan
wajah kita... Berkah Dalem. Oleh: NESTI DAMANIK S.Pd. Foto:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin