Disaat waktu luang aku manfaatkan untuk menulis. Apa saja yang mampir di kepala aku tulis. Banyak artikel dan opini telah aku buat tapi itu hanya terkumpul di Hard disk komputer saja. Jika hanya jadi arsip, buat apa, setidaknya orang harus tahu isi kepalaku, gagasanku, syukur –syukur ada manfaat bagi orang lain. Berbekal rasa PD yang kuat aku kirim beberapa tulisan ke surat kabar Kompas. Kompas menolak. Aku kirim lagi. Kompas tolak lagi. Kirim lagi. Tolak lagi. Dan akhirnya aku menyerah bersamaan dengan itu ide tidak pernah datang lagi. Aku menghibur diri barangkali tulisanku belum layak dimuat. Dan akhirnya seperti sekarang ini, tidak ada uang juga tidak ide. Asal tahu saja, tidak ada ide adalah saat-saat kematian bagi penulis. Aku harus cari ide...
Berbekal uang tiga ribu rupiah sisa kembalian naik angkot aku beli koran Kompas. Yang pertama aku lihat adalah halaman opini. Aku kaget. Ada artikel disana, tapi bukan artikelnya yang bikin aku kaget tapi penulis artikel itu. Kubaca lagi nama itu. Kucermati lagi, tidak salah nama itu ‘Ignatius Srijanto’ . Dia adalah teman baikku sama seperti aku juga suka menulis, untuk memastikan aku telphone dia. Dan ternyata benar, dia yang menulis atikel itu. Dari suaranya aku bisa pastikan dia senang sekali, diakhir pembicaraan dia berkata “Kalau honornya sudah keluar. Kamu aku traktir makan-makan Wid ...”
Kok, bisa ya tulisan dia diterima Redaksi Kompas..? Perlahan-lahan persaan iri hari menjalar. Timbul pikiran-pikiran jahat, tuduhan-tuduhan palsu, prasangka-prasangka buruk. Aku iri hati...
Iri Hati Yang Membawa Petaka
1 Samuel 17:55-58; 18:6-16
Ada banyak hal yang dapat mengganggu hubungan kita dengan orang lain, salah satu diantaranya adalah iri hati. Iri hati biasanya tumbuh dari suatu pengakuan bahwa pada dasarnya kita tidaklah sebaik, seberuntung, sekuat, secantik, dan lain sebagainya, dibandingkan dengan orang lain. Pengakuan ini sendiri sebenarnya tidak buruk, dalam arti kita berhasil mengakui kekurangan kita, tetapi iri hati muncul dari hati yang tidak lagi merasa puas dengan keadaan sekarang ini dan ingin memiliki apa yang ada pada orang lain. Iri hati dapat memisahkan orang, bahkan sahabat karib sekalipun, dapat merubah kasih menjadi dendam, dapat merusak kerukunan rumah tangga, dapat merusak ketulusan dalam penyembahan, dll.
Masalah iri hati ini disebabkan oleh hati yang sempit dan dada yang tidak lapang.
Setelah kesuksesan Daud mengalahkan Goliat, dan bangsa Israel memuji Daud lebih dari pada rajanya, dengan spontan iri dan amarah keluar dari dasar hati Raja Saul.Seluruh kasihnya kepada Daud mulai berubah menjadi bisa yang pahit dan dendam. Api kedengkian dan kebencian membuat hatinya penuh dengan keinginan membunuh. Saul tidak bisa menerima keunggulan2 Daud, akibatnya timbul kecurigaan dan niat2 jahat dalam dirinya.Setiap hari yang dipikirkannya hanyalah mencari kesempatan untuk membunuh Daud.Dia mengira dengan membunuh Daud, maka takhtanya dapat diselamatkan, padahal Daud sendiri sebenarnya tidak pernah memikirkan untuk merebut
Bukan hanya Daud saja yang hendak dibunuhnya, bahkan seluruh keluarga imam Abimelekh yang berjumlah 85 orang yang pernah menolong Daud pada masa pelarian, akhirnya ikut dibunuh oleh Saul (1 Sam 22:18-19). Saul terus mengejar dan ingin membunuh Daud. Saul lupa bahwa Daud telah membantunya untuk membunuh Goliat.
Sewaktu Roh Allah meninggalkan Saul, jiwa Saul makin menurun, hari demi hari makin memprihatinkan, hatinya mulai kosong dan roh Iblis mulai mendapatkan kesempatan untuk mengisi tempat yang kosong itu.
Tidak kawan, aku tidak ingin seperti Saul. Aku tidak ingin Roh Allah meninggalkanku. Artikelmu memang layak dimuat, bahasanya lugas, orisinil dan mengena. Kamu layak mendapatkannya. Teruslah berkarya dalam nama Yesus. (Oleh: Wiwid. Ilustrasi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin