Selasa, 21 Februari 2017

Ganti Rugi untuk Korban Pelecehan Seksual, Gereja Katolik Australia Bayar Rp 2,7 Triliun

Konsul Pembantu pada komisi khusus Royal Commission into Institutional Responses to Child Sexual, Gail Furness. (Foto: Ist)
Otoritas Gereja Katolik di Australia membayar lebih dari 276 juta dollar Australia, atau sekitar Rp 2,7 triliun, sebagai ganti kerugian bagi ribuan korban pelecehan seksual anak-anak.

Data ini terungkap dalam pemeriksaan komisi khusus Royal Commission into Institutional Responses to Child Sexual Abuse.

Sebelumnya, hampir 4.500 orang mengajukan klaim ganti kerugian atas dugaan insiden pelecehan seksual anak-anak yang terjadi antara Januari 1980 dan Februari 2015.

Namun insiden paling awal yang diajukan klaimnya terjadi di tahun 1920-an.

Konsul Pembantu pada komisi khusus itu Gail Furness SC menjelaskan, besarnya dana tersebut termasuk kompensasi, pengobatan, biaya hukum, dan biaya lainnya.

Penjelasan itu diungkapkan Furness dalam pemeriksaan di Sydney.

Dia menyebutkan, dari jumlah tersebut, sebanyak 258.800.000 dollar adalah kompensasi uang yang berkisar 91.000 dollar per klaim.

“Christian Brothers yang di waktu terkait menjalankan sejumlah fasilitas perumahan, melaporkan jumlah tertinggi dalam pembayaran,” kata Furness.


“Kelompok ini melakukan 763 pembayaran total, sebesar 48,5 juta dollar, dengan pembayaran rata-rata 64.000 dollar,” kata dia.

“Secara keseluruhan, otoritas Gereja Katolik membayar 276.100.000 dollar dalam merespons klaim pelecehan seksual anak-anak tersebut,” ungkap dia.

Dalam persidangan teridentifikasi lembaga paling umum yang disebutkan dalam klaim adalah sekolah.

Sebanyak 46 persen klaim menyebut sekolah sebagai lokasi terjadinya insiden, disusul panti asuhan anak-anak atau fasilitas perumahan, sebanyak 29 persen dari klaim.

Jumlah tertinggi klaim pelecehan seksual yang terjadi di fasilitas perumahan adalah yang dioperasikan oleh De La Salle Brothers di Queensland, dengan 219 klaim.

Sebelumnya, Francis Sullivan dari Truth, Justice and Healing Council mengatakan dalam persidangan dilihat konteks waktu terjadinya insiden itu.

Menurut dia, sekarang situasinya sangat berbeda. Para orangtua harus menyadari bahwa anak-anak mereka saat ini berada di tangan yang aman di sekolah-sekolah Katolik. (Sumber: ABC News/Kompas/Katoliknews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin