Umat Katolik se Keuskupan Weetebula yang saya kasihi! Saudara/i terkasih dalam Kristus!
Paskah sebagai pesta kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus, adalah
perayaan pembebasan kita dari perbudakan dosa. Dengan menderita dan
wafat di kayu salib, Tuhan Yesus menebus dosa-dosa kita dan mendamaikan
kita dengan Allah. Kebangkitan Kristus dari kematian adalah bukti
kemenangan-Nya atas kekuasaan dosa yang memisahkan kita dari Allah.
Kebangkitan Tuhan Yesus merupakan jaminan bahwa kitapun kelak akan
bangkit bersama Dia, serta memperoleh hidup baru di rumah Allah. Laksana
cahaya surgawi yang bersinar dalam kegelapan dunia, seperti
dilambangkan dalam upacara lilin Paskah, demikian wafat dan kebangkitan
Kristus menjadi sinar penebusan yang menghapus kegelapan dosa.
Dalam suratnya kepada umat di Roma, Santo Paulus menulis: “Jika kamu
mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam
hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka
kamu akan diselamatkan.” Sebab siapa – yang dalam imannya akan Kristus
yang bangkit – berseru kepada Tuhan, akan diselamatkan.
Namun orang harus mendengar tentang Tuhan untuk dapat percaya
kepada-Nya. Harus ada orang yang diutus untuk memberitakan wafat dan
kebangkitan Kristus sebagai warta gembira tentang karya penyelamatan
oleh Allah (lih. Rom 10,8 dst.)
Berita tentang peristiwa penyelamatan ini dengan sendirinya menjadi
kabar gembira, kabar yang menyenangkan, kabar yang dinanti-nanti oleh
setiap manusia yang percaya kepada Allah, yakni kabar yang kita kenal
sebagai Injil tentang Yesus Kristus (lih. Mk 1,1). Supaya berita ini
didengar, diimani dan dimaknai oleh seluruh umat manusia, maka setelah
kebangkitan-Nya Tuhan Yesus mengutus murid-murid-Nya kepada segala
bangsa untuk mewartakan Injil tentang Allah yang telah menebus manusia
dari dosa dan membebaskannya dari maut sebagai hukuman dosa.
Kepada para murid-Nya Yesus berkata: “Pergilah ke seluruh dunia,
beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan
dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan
dihukum” (Mk 16,15-16).
Umat beriman yang terkasih!
Atas dasar perutusan Kristus inilah, yakni perutusan untuk mewartakan
Injil tentang karya belas-kasih Allah yang menebus dosa manusia dan
membebaskan kita dari kematian kekal, maka para misionaris (Ordo)
Yesuit: Pater Bernhard Schweitz dan Bruder Willem Busch bersama beberapa
pemuda katolik dari pulau Flores diutus ke tanah Sumba. Tentu saja
bukan kebetulan, bahwa mereka tiba di pantai Ketewel dan selanjutnya ke
kampung Karuni, kemudian diberi tempat di Pakamandara, tepat pada hari
Paskah tgl. 21 April tahun 1889. Semua peristiwa ini tentu mempunyai
makna tersendiri bagi Gereja Katolik di pulau Sumba, seperti untuk
membawa pembebasan. Tahun depan, tahun 2014, kita akan merayakan
peringatan 125 tahun kedatangan para pionir Gereja Katolik ini, yang
diutus ke tanah Sumba untuk membawa berita gembira tentang keselamatan,
yang sekaligus berarti perayaan 125 tahun berdirinya Gereja Katolik di
pulau kita yang tercinta ini. Bersama Santo Paulus kitapun berseru:
“Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik” (Rom
10,15b).
Mengenai kedatangan ini P. Schweitz menulis: “Tanggal 12 April kami
berangkat ke Loura.
Pelayaran dari Nanga Mesi (Waingapu) ke Loura makan
waktu dua setengah hari. Tetapi kami tinggal delapan hari di Mamboro…
Kami mengutus seseorang menghadap Raja Loura untuk memberitahukan
kepadanya mengenai kedatangan kami. Sementara itu kami menanti di
Memboro menunggu kedatangan orang yang kami utus. Tiap-tiap hari kami
mengharapkan kedatangan Raja yang berjanji akan datang sendiri.
Akhirnya pada hari Sabtu malam Paskah, datanglah putera raja membawa
berita yang menggembirakan. Kami boleh-boleh saja datang ke daerah
Loura. Keesokan harinya, Minggu Paskah, pagi-pagi benar kami
mengorbankan misa. Sesudah itu pada hari yang sama kami berlayar.
Karena
tiupan angin dari timur, maka segera kami tiba di muara sungai Ketewel
yang mengalir melintasi daerah Loura. Kami diterima oleh raja-raja Loura
dan masyarakat dengan ramah. Umbu Kondi … menyediakan rumah kebunnya
bagi kami sebagai tempat tinggal.”
Umat katolik di tanah Sumba yang terkasih!
“Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik” (Rom
10,15b)! Keindahan kedatangan pewarta Injil ke tanah ini tidak boleh
lekang oleh panas. Setiap warga katolik wajib menjaga kelestarian
keindahan ini dengan sendiri menjadi pewarta kabar gembira yang selalu
mendatangi sesama untuk membawa kegembiraan, perdamaian dan persaudaraan
sejati. Gereja Katolik yang sudah tertanam sejak 125 tahun di pulau
kita yang tercinta ini, tidak boleh lapuk oleh hujan.
Iman kita kepada Kristus yang membawa pembebasan harus selalu menjadi
segar dalam perbuatan-perbuatan kasih kita kepada sesama. Kita
mengenang kedatangan yang indah ini mulai pada hari ini, pesta Paskah
tahun 2013, dan berlanjut sampai kita merayakan puncak peringatan pada
tanggal 20 Oktober 2014.
Sepanjang satu tahun lebih kita mau merayakan saat-saat penuh rahmat
ini, ketika kita juga bersama Gereja Katolik seluruh dunia merayakan
TAHUN IMAN untuk mengenang 50 tahun Konsili Vatikan II. Pada akhir
perayaan ekaristi ini kita akan mencanangkan mulainya perayaan kenangan
125 tahun berdirinya Gereja Katolik di tanah Sumba.
Perayaan kenangan 125 tahun Gereja Katolik di pulau Sumba bukanlah
waktu untuk berpesta pora. Kita mau menggunakan saat-saat kenangan ini
untuk menambah pengetahuan iman kita, memperdalam dan memperkokoh
kepercayaan kita kepada Tuhan Yesus, dan menemukan cara-cara yang jitu
untuk mengungkap iman kita dalam perbuatan-perbuatan kasih yang
membebaskan kita dan sesama kita dari belenggu-belenggu rohani dan
jasmani.
Mengenang tidak boleh hanya berarti mengingat kembali peristiwa masa
lampau. Mengenang dalam iman berarti menghadirkan kembali saat-saat
penuh rahmat 125 tahun yang lalu, untuk kita jadikan peristiwa yang
berguna bagi kehidupan iman kita sekarang dan di sini, di pulau ini.
Mengenang Paskah 1889 berarti kita mau menghadirkan kembali di dalam
Gereja Katolik di pulau ini, indahnya kedatangan mereka yang membawa
kabar baik; kita mau menjadikan nyata di dalam diri kita semangat
misioner yang menggebu-gebu pada diri para misionaris pertama; kita mau
menghadirkan kembali di dalam Gereja Katolik di pulau ini cita-cita para
misionaris yang datang untuk membawa pembebasan. Tema perayaan kenangan
50 tahun Konsili Vatikan II dan 125 tahun berdirinya Gereja Katolik di
pulau Sumba adalah: “MEWARTAKAN INJIL SEBAGAI KEKUATAN ALLAH YANG
MEMBEBASKAN”
Umat Katolik Gereja Sumba yang saya kasihi dalam Kristus!
Sebagai Gereja Keuskupan Weetebula, kita boleh berbangga atas sejarah
Gereja Katolik di pulau Sumba yang sejak 125 tahun menjadi ladang Allah.
Para misionaris Yesuit telah menanam bibit-bibit iman katolik,
pater-pater SVD telah menyiramnya, para misionaris Redemptoris bersama
suster-suster Kongregasi Amal Kasih Darah Mulia memupuk, dan kini kita
semua sebagai Gereja Keuskupan Weetebula memetik hasil, sementara Allah
terus-menerus tiada henti memberikan pertumbuhan.
Tentu saja seperti kata Santo Paulus, yang penting bukanlah yang
menanam atau yang menyiram, atau yang memupuk, melainkan Allah yang
memberikan pertumbuhan. Namun sebagai umat katolik kita harus terus
menanam, menyiram dan memupuk, agar pertumbuhan yang diberikan Allah
dapat berkembang, berbuah dan memberikan hasil.
Gereja Katolik ditanam, disiram dan dipupuk di pulau ini sejak 125
tahun untuk mewartakan belas-kasih Kristus dan cinta-kasih antar sesama
yang membawa pembebasan. Kita boleh berbangga dan berterima kasih kepada
Tuhan bahwa jumlah umat katolik semakin berkembang. Akan tetapi kitapun
bertanya untuk memeriksa diri, apakah kita juga boleh berbangga karena
setiap orang katolik sudah mengalami pembebasan karena kasih
persaudaraan?
Apakah iman katolik serta ajarannya sudah meresap masuk ke dalam diri
kita dan menjadi sikap hidup sehari-hari? Rupanya belum, karena
disana-sini masih terjadi perselisihan yang bermuara pada pembunuhan,
bahkan antara orang katolik. Rupanya belum, karena terbanyak orang
katolik masih terbelenggu kemiskinan, kelaparan dan kebodohan. Rupanya
belum, karena ada saja orang katolik yang masih menyembah berhala dan
percaya sia-sia atau pindah agama.
Umat Katolik Keuskupan Weetebula yang terkasih!
Setelah berumur 125 tahun, sebagai Gereja Katolik di pulau ini kita
masih mempunyai banyak tugas yang harus kita kerjakan, untuk mewujudkan
cita-cita Kristus yang diwartakan oleh para misionaris perdana, yakni
membawa kesejahteraan rohani dan jasmani. Kita masih harus belajar untuk
menjadi peka dalam hidup sehari-hari, peka dalam hubungan dengan Allah
dan peka dalam hubungan dengan sesama, khususnya dengan mereka-mereka
yang miskin dan terlantar serta terbelenggu oleh berbagai kesulitan.
Ajaran Kristus tentang cinta kepada sesama dan bahkan cinta kepada musuh
tidak boleh menjadi lapuk sebelum terwujud-nyata di dalam keseharian
kita. Cinta tanpa korban itu mustahil.
Kita harus lebih banyak belajar
berkorban untuk dapat mencintai sesama kita dengan tulus. Tak ada kasih
yang lebih agung, dari pada kasih seseorang yang menyerahkan nyawa untuk
sesamanya.
SELAMAT PESTA PASKAH SELAMAT MERAYAKAN 125 TAHUN GEREJA KATOLIK DI PULAU SUMBA
Weetebula, 31 Maret 2014 Uskup Keuskupan Weetebula
† Edmund Woga, C.Ss.R.
(Sumber: www.keuskupan-weetebula.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin