Jumat, 10 Februari 2017

Perayaan Kenangan 125 Tahun Gereja Katolik di Pulau Sumba

Umat Katolik se Keuskupan Weetebula yang saya kasihi! Saudara/i terkasih dalam Kristus!

Paskah sebagai pesta kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus, adalah perayaan pembebasan kita dari perbudakan dosa. Dengan menderita dan wafat di kayu salib, Tuhan Yesus menebus dosa-dosa kita dan mendamaikan kita dengan Allah. Kebangkitan Kristus dari kematian adalah bukti kemenangan-Nya atas kekuasaan dosa yang memisahkan kita dari Allah.

Kebangkitan Tuhan Yesus merupakan jaminan bahwa kitapun kelak akan bangkit bersama Dia, serta memperoleh hidup baru di rumah Allah. Laksana cahaya surgawi yang bersinar dalam kegelapan dunia, seperti dilambangkan dalam upacara lilin Paskah, demikian wafat dan kebangkitan Kristus menjadi sinar penebusan yang menghapus kegelapan dosa.

Dalam suratnya kepada umat di Roma, Santo Paulus menulis: “Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” Sebab siapa – yang dalam imannya akan Kristus yang bangkit – berseru kepada Tuhan, akan diselamatkan.

Namun orang harus mendengar tentang Tuhan untuk dapat percaya kepada-Nya. Harus ada orang yang diutus untuk memberitakan wafat dan kebangkitan Kristus sebagai warta gembira tentang karya penyelamatan oleh Allah (lih. Rom 10,8 dst.)

Berita tentang peristiwa penyelamatan ini dengan sendirinya menjadi kabar gembira, kabar yang menyenangkan, kabar yang dinanti-nanti oleh setiap manusia yang percaya kepada Allah, yakni kabar yang kita kenal sebagai Injil tentang Yesus Kristus (lih. Mk 1,1). Supaya berita ini didengar, diimani dan dimaknai oleh seluruh umat manusia, maka setelah kebangkitan-Nya Tuhan Yesus mengutus murid-murid-Nya kepada segala bangsa untuk mewartakan Injil tentang Allah yang telah menebus manusia dari dosa dan membebaskannya dari maut sebagai hukuman dosa.

Kepada para murid-Nya Yesus berkata: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mk 16,15-16).



Umat beriman yang terkasih!
Atas dasar perutusan Kristus inilah, yakni perutusan untuk mewartakan Injil tentang karya belas-kasih Allah yang menebus dosa manusia dan membebaskan kita dari kematian kekal, maka para misionaris (Ordo) Yesuit: Pater Bernhard Schweitz dan Bruder Willem Busch bersama beberapa pemuda katolik dari pulau Flores diutus ke tanah Sumba. Tentu saja bukan kebetulan, bahwa mereka tiba di pantai Ketewel dan selanjutnya ke kampung Karuni, kemudian diberi tempat di Pakamandara, tepat pada hari Paskah tgl. 21 April tahun 1889. Semua peristiwa ini tentu mempunyai makna tersendiri bagi Gereja Katolik di pulau Sumba, seperti untuk membawa pembebasan. Tahun depan, tahun 2014, kita akan merayakan peringatan 125 tahun kedatangan para pionir Gereja Katolik ini, yang diutus ke tanah Sumba untuk membawa berita gembira tentang keselamatan, yang sekaligus berarti perayaan 125 tahun berdirinya Gereja Katolik di pulau kita yang tercinta ini. Bersama Santo Paulus kitapun berseru: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik” (Rom 10,15b).

Mengenai kedatangan ini P. Schweitz menulis: “Tanggal 12 April kami berangkat ke Loura.

Pelayaran dari Nanga Mesi (Waingapu) ke Loura makan waktu dua setengah hari. Tetapi kami tinggal delapan hari di Mamboro… Kami mengutus seseorang menghadap Raja Loura untuk memberitahukan kepadanya mengenai kedatangan kami. Sementara itu kami menanti di Memboro menunggu kedatangan orang yang kami utus. Tiap-tiap hari kami mengharapkan kedatangan Raja yang berjanji akan datang sendiri.

Akhirnya pada hari Sabtu malam Paskah, datanglah putera raja membawa berita yang menggembirakan. Kami boleh-boleh saja datang ke daerah Loura. Keesokan harinya, Minggu Paskah, pagi-pagi benar kami mengorbankan misa. Sesudah itu pada hari yang sama kami berlayar.

Karena tiupan angin dari timur, maka segera kami tiba di muara sungai Ketewel yang mengalir melintasi daerah Loura. Kami diterima oleh raja-raja Loura dan masyarakat dengan ramah. Umbu Kondi … menyediakan rumah kebunnya bagi kami sebagai tempat tinggal.”

Umat katolik di tanah Sumba yang terkasih!
“Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik” (Rom 10,15b)! Keindahan kedatangan pewarta Injil ke tanah ini tidak boleh lekang oleh panas. Setiap warga katolik wajib menjaga kelestarian keindahan ini dengan sendiri menjadi pewarta kabar gembira yang selalu mendatangi sesama untuk membawa kegembiraan, perdamaian dan persaudaraan sejati. Gereja Katolik yang sudah tertanam sejak 125 tahun di pulau kita yang tercinta ini, tidak boleh lapuk oleh hujan.

Iman kita kepada Kristus yang membawa pembebasan harus selalu menjadi segar dalam perbuatan-perbuatan kasih kita kepada sesama. Kita mengenang kedatangan yang indah ini mulai pada hari ini, pesta Paskah tahun 2013, dan berlanjut sampai kita merayakan puncak peringatan pada tanggal 20 Oktober 2014.

Sepanjang satu tahun lebih kita mau merayakan saat-saat penuh rahmat ini, ketika kita juga bersama Gereja Katolik seluruh dunia merayakan TAHUN IMAN untuk mengenang 50 tahun Konsili Vatikan II. Pada akhir perayaan ekaristi ini kita akan mencanangkan mulainya perayaan kenangan 125 tahun berdirinya Gereja Katolik di tanah Sumba.

Perayaan kenangan 125 tahun Gereja Katolik di pulau Sumba bukanlah waktu untuk berpesta pora. Kita mau menggunakan saat-saat kenangan ini untuk menambah pengetahuan iman kita, memperdalam dan memperkokoh kepercayaan kita kepada Tuhan Yesus, dan menemukan cara-cara yang jitu untuk mengungkap iman kita dalam perbuatan-perbuatan kasih yang membebaskan kita dan sesama kita dari belenggu-belenggu rohani dan jasmani.

Mengenang tidak boleh hanya berarti mengingat kembali peristiwa masa lampau. Mengenang dalam iman berarti menghadirkan kembali saat-saat penuh rahmat 125 tahun yang lalu, untuk kita jadikan peristiwa yang berguna bagi kehidupan iman kita sekarang dan di sini, di pulau ini.

Mengenang Paskah 1889 berarti kita mau menghadirkan kembali di dalam Gereja Katolik di pulau ini, indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik; kita mau menjadikan nyata di dalam diri kita semangat misioner yang menggebu-gebu pada diri para misionaris pertama; kita mau menghadirkan kembali di dalam Gereja Katolik di pulau ini cita-cita para misionaris yang datang untuk membawa pembebasan. Tema perayaan kenangan 50 tahun Konsili Vatikan II dan 125 tahun berdirinya Gereja Katolik di pulau Sumba adalah: “MEWARTAKAN INJIL SEBAGAI KEKUATAN ALLAH YANG MEMBEBASKAN”

Umat Katolik Gereja Sumba yang saya kasihi dalam Kristus!
Sebagai Gereja Keuskupan Weetebula, kita boleh berbangga atas sejarah Gereja Katolik di pulau Sumba yang sejak 125 tahun menjadi ladang Allah. Para misionaris Yesuit telah menanam bibit-bibit iman katolik, pater-pater SVD telah menyiramnya, para misionaris Redemptoris bersama suster-suster Kongregasi Amal Kasih Darah Mulia memupuk, dan kini kita semua sebagai Gereja Keuskupan Weetebula memetik hasil, sementara Allah terus-menerus tiada henti memberikan pertumbuhan.

Tentu saja seperti kata Santo Paulus, yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, atau yang memupuk, melainkan Allah yang memberikan pertumbuhan. Namun sebagai umat katolik kita harus terus menanam, menyiram dan memupuk, agar pertumbuhan yang diberikan Allah dapat berkembang, berbuah dan memberikan hasil.

Gereja Katolik ditanam, disiram dan dipupuk di pulau ini sejak 125 tahun untuk mewartakan belas-kasih Kristus dan cinta-kasih antar sesama yang membawa pembebasan. Kita boleh berbangga dan berterima kasih kepada Tuhan bahwa jumlah umat katolik semakin berkembang. Akan tetapi kitapun bertanya untuk memeriksa diri, apakah kita juga boleh berbangga karena setiap orang katolik sudah mengalami pembebasan karena kasih persaudaraan?

Apakah iman katolik serta ajarannya sudah meresap masuk ke dalam diri kita dan menjadi sikap hidup sehari-hari? Rupanya belum, karena disana-sini masih terjadi perselisihan yang bermuara pada pembunuhan, bahkan antara orang katolik. Rupanya belum, karena terbanyak orang katolik masih terbelenggu kemiskinan, kelaparan dan kebodohan. Rupanya belum, karena ada saja orang katolik yang masih menyembah berhala dan percaya sia-sia atau pindah agama.

Umat Katolik Keuskupan Weetebula yang terkasih!
Setelah berumur 125 tahun, sebagai Gereja Katolik di pulau ini kita masih mempunyai banyak tugas yang harus kita kerjakan, untuk mewujudkan cita-cita Kristus yang diwartakan oleh para misionaris perdana, yakni membawa kesejahteraan rohani dan jasmani. Kita masih harus belajar untuk menjadi peka dalam hidup sehari-hari, peka dalam hubungan dengan Allah dan peka dalam hubungan dengan sesama, khususnya dengan mereka-mereka yang miskin dan terlantar serta terbelenggu oleh berbagai kesulitan. Ajaran Kristus tentang cinta kepada sesama dan bahkan cinta kepada musuh tidak boleh menjadi lapuk sebelum terwujud-nyata di dalam keseharian kita. Cinta tanpa korban itu mustahil.

Kita harus lebih banyak belajar berkorban untuk dapat mencintai sesama kita dengan tulus. Tak ada kasih yang lebih agung, dari pada kasih seseorang yang menyerahkan nyawa untuk sesamanya.

SELAMAT PESTA PASKAH SELAMAT MERAYAKAN 125 TAHUN GEREJA KATOLIK DI PULAU SUMBA

Weetebula, 31 Maret 2014 Uskup Keuskupan Weetebula

† Edmund Woga, C.Ss.R.

(Sumber: www.keuskupan-weetebula.org)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin