Gereja Indonesia menghadapi kendala untuk membantu para pekerja anak
yang terpaksa bekerja pada beberapa perusahaan kelapa sawit karena
khawatir mereka dan keluarga mereka akan diusir dari perusahaan tempat
mereka bekerja dan akhirnya mereka kehilangan mata pencaharian, kata
seorang imam.
Berdasarkan wawancara dengan lebih dari seratus orang pekerja,
Amnesty International melaporkan bahwa banyak dari para pekerja bekerja
lembur tapi dibayar rendah, serta tidak menggunakan perlengkapan
keselamatan yang memadai.
Menurut investigasi yang dilakukan pada bulan November tahun lalu,
Amnesty mengatakan bahwa anak-anak yang masih berusia delapan tahun juga
bekerja dalam kondisi yang ‘berbahaya’ di perusahaan kelapa sawit milik
Wilmar International, perusahaan pembuat minyak sawit terbesar di
dunia.
Pastor Frans Sani Lake, SVD, mengatakan perusahaan berbasis di
Singapura itu dan yang lainnya di Indonesia sangat sensitif dengan
kritik, terutama jika itu berkaitan dengan kondisi para pekerja.
“Kami mengalami kesulitan untuk mengadvokasi para pekerja anak dan
keluarga mereka,” kata direktur Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan
Ciptaan (JPIC) regio Kalimantan itu.
Pastor Lake mengatakan bahwa jika organisasi yang ia pimpin melakukan
advokasi bagi mereka, anak-anak dan orangtua mereka dikhawatirkan akan
diusir dari perusahaan dan gereja akan dilarang untuk memberikan
pelayanan pastoral kepada mereka.
Yang bisa dilakukan adalah memberikan pelayanan sakramental dan kotbah pun harus berhati-hati, katanya.
Ia juga mengatakan bahwa perusahaan kelapa sawit di Kalimantan
memanfaatkan pekerja anak, termasuk Wilmar Internasional, PT Bumitama
Gunajaya Agro (BGA) Group, dan PT Nabatindo Karya Utama.
Pastor itu menambahkan bahwa anak-anak dipaksa untuk bekerja dengan
upah rendah karena orangtua mereka ingin agar target yang dibebankan
kepada mereka oleh perusahaan bisa tercapai.
Arist Merdeka Sirait, mantan direktur Komisi Perlindungan Anak,
mengatakan bahwa banyak pekerja anak di perusahaan perkebunan dan hak
mereka untuk mendapatkan pendidikan seringkali diabaikan karena
kebanyakan dari mereka tidak sekolah.
Ia mengatakan bahwa jumlah pekerja anak di Indonesia meningkat setiap
tahun dan mereka terpaksa menghadapi kondisi yang membahayakan.
Menurut Sirait, lebih dari 10.000 anak bekerja di perusahaan sawit di seluruh Indonesia.
Mereka dan keluarga mereka hidup dalam ketakutan akan dapat perlakuan
tidak baik jika mereka berbicara tentang kondisi yang tidak baik,
katanya.
Dalam pernyataan Amnesty International mengatakan bahwa Wilmar
International memaksa para pekerjanya untuk menandatangani dokumen yang
menyatakan bahwa temuan organisasi kemanusiaan itu tidak benar dalam
sebuah pertemuan dengan perwakilan serikat pekerja.
Namun Wilmar International telah mengklarifikasi bahwa tuduhan Amnesty International itu tidak benar.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sedang berupaya untuk
menurunkan pekerja anak dan berjanji akan terus memperbaiki perlindungan
bagi tenaga kerja di perusahaan sawit.
Keterangan foto: Seorang gadis mendorong gerobak saat sedang bekerja di salah satu
perusahaan sawit di Pelalawan, Riau pada 16 Sept, 2015.. (Foto: Adek
Berry/AFP)
_____________________
Darius Leka, SH/ Sumber: www.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin