![]() |
| Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat, Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik sekaligus Koordinator KOMSOS Paroki Santo Paulus Depok periode 2010-2013 |
Menurut Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) 162, prodiakon
adalah umat awam yang dilantik secara liturgis untuk membantu imam dalam
pelayanan sakramental dan pastoral. Tugas mereka mencakup membagikan Komuni
Kudus, memimpin ibadat Sabda, bahkan dalam situasi tertentu menyampaikan
homili. Di beberapa keuskupan, mereka dikenal dengan istilah Asisten Imam atau
Asisten Pastoral.
Namun, lebih dari sekadar fungsi liturgis, prodiakon adalah
wajah Gereja yang hadir di tengah umat. Mereka adalah perpanjangan tangan
gembala dalam menjangkau komunitas yang semakin kompleks dan berkembang. Di
paroki-paroki besar seperti St. Paulus Depok, di mana jumlah umat terus
bertambah, kehadiran prodiakon bukan lagi pelengkap, melainkan kebutuhan
pastoral yang mendesak.
Sayangnya, tidak semua yang menyandang gelar prodiakon
memahami kedalaman panggilan ini. Ada yang menjadikan jabatan ini sebagai
simbol status sosial—bangga mengenakan alba, duduk di panti imam, tetapi enggan
menerima tugas. Ada pula yang terpaksa menerima karena tidak ada umat lain yang
bersedia. Fenomena ini menjadi tantangan serius dalam kerasulan awam: bagaimana
membedakan antara panggilan sejati dan ambisi pribadi?
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya
percaya bahwa pelayanan Gereja harus berakar pada spiritualitas pengosongan
diri (kenosis), bukan pada pencarian kehormatan. Prodiakon bukanlah jabatan
prestisius, melainkan bentuk pengabdian yang menuntut kerendahan hati,
kedisiplinan, dan kesetiaan.
Pertemuan bersama Rm. Haryo menjadi ruang dialog yang
penting. Dalam suasana yang hangat dan terbuka, para prodiakon diajak untuk
memahami kembali tugas mereka bukan hanya sebagai rutinitas liturgis, tetapi
sebagai bagian dari misi Gereja untuk mewartakan kasih Allah. “Kami berharap
dapat memperoleh pencerahan agar pelayanan kami semakin bermakna,” ujar Bapak
Slamet Riady, koordinator prodiakon paroki.
Formasi berkelanjutan menjadi kunci. Gereja perlu
menyediakan ruang pembinaan spiritual, teologis, dan pastoral secara berkala
agar para prodiakon tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga matang
secara rohani. Ini adalah investasi jangka panjang bagi kualitas pelayanan
Gereja.
Dalam konteks kerasulan awam, prodiakon adalah wajah konkret
dari Gereja yang melayani. Mereka hadir di tengah umat, menjembatani kebutuhan
rohani dan sosial, serta menjadi saksi kasih Kristus dalam tindakan nyata. Di
tengah tantangan zaman—dari krisis moral hingga ketimpangan sosial—peran mereka
semakin strategis.
Gereja Katolik memanggil setiap umat untuk terlibat aktif
dalam perutusan. Prodiakon adalah salah satu bentuk nyata dari keterlibatan
itu. Namun, panggilan ini hanya akan bermakna jika dijalani dengan hati yang
terbuka, semangat melayani, dan kesetiaan pada ajaran Kristus.
#prodiakonpelayanumat #kerasulanawam #stpaulusdepok #gerejayangmelayani #liturgidankasih #imanyanghidup #pelayanantanpapamrih #mewartakankasihallah #katolikaktif #formasipelayangereja

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin