Jumat, 08 April 2011

Ketika Tuhan Terasa Diam; Iman yang Bertahan di Tengah Derita

Oleh: RP. Tauchen Hotlan Girsang, OFM. – Pastor Paroki Santo Paulus Depok 2010-2013

KOTA DEPOK - “Apa dosa saya, Tuhan, sehingga saya harus mengalami masalah seperti ini?” Pertanyaan itu bukan sekadar keluhan, melainkan jeritan batin yang lahir dari kedalaman luka manusia. Dalam ruang-ruang sunyi rumah sakit, di pelataran pemakaman, atau di tengah malam yang dingin dan sepi, pertanyaan itu kerap muncul. Kita bertanya, menuntut, bahkan marah kepada Tuhan. Dan ketika langit terasa bungkam, kita pun mulai meragukan kasih-Nya.

Namun, benarkah Tuhan diam? Ataukah kita yang terlalu bising dalam kesedihan hingga tak lagi mampu mendengar suara-Nya?

Bacaan liturgi minggu ini membawa kita pada permenungan yang dalam tentang hidup, kematian, dan kebangkitan. Dalam Yehezkiel 37:12–14, Tuhan berfirman, “Aku membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu!” Ini bukan sekadar metafora, melainkan janji ilahi bahwa tidak ada situasi yang terlalu gelap bagi terang kasih Allah.

Rasul Paulus dalam Roma 8:11 menegaskan bahwa Roh yang membangkitkan Kristus dari kematian juga akan menghidupkan tubuh kita yang fana. Inilah dasar iman kita: bahwa penderitaan bukan akhir, dan kematian bukan kekalahan. Di balik setiap luka, ada tangan Tuhan yang siap menyembuhkan. Di balik setiap keputusasaan, ada Roh Kudus yang menghidupkan kembali harapan.

Injil Yohanes 11:1–45 mengisahkan kebangkitan Lazarus—sahabat Yesus yang telah empat hari dikubur. Marta dan Maria, dua perempuan yang sangat dekat dengan Yesus, pun sempat kehilangan harapan. “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati,” kata Marta. Sebuah kalimat yang mencerminkan kerapuhan iman manusia.

Namun Yesus tidak menegur, melainkan mengajak mereka untuk percaya. Dan di hadapan banyak orang, Ia berseru: “Lazarus, marilah keluar!” Maka keluarlah Lazarus dari kubur—sebuah tanda bahwa kuasa Allah tidak dibatasi oleh waktu, ruang, atau kematian.

Kubur adalah simbol dari segala bentuk keterpurukan: penyakit, kegagalan, kehilangan, bahkan dosa. Tetapi Yesus datang bukan untuk menghakimi, melainkan untuk membangkitkan. Ia memanggil kita keluar dari kubur-kubur kehidupan yang membelenggu, dan menghidupkan kita kembali dalam terang kasih-Nya.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya sering menyaksikan bagaimana umat bergumul dengan penderitaan. Ada yang kehilangan anak, ada yang bangkrut, ada yang dikhianati. Dalam situasi seperti itu, Gereja dipanggil untuk hadir bukan dengan jawaban instan, tetapi dengan pelukan kasih dan pendampingan yang setia.

Kerasulan awam bukan hanya soal kegiatan sosial atau advokasi hukum. Ia juga tentang menjadi saksi harapan di tengah dunia yang penuh luka. Menjadi pribadi yang tetap percaya, meski tidak mengerti. Menjadi terang, meski dunia gelap. Menjadi suara kasih, meski Tuhan terasa diam.

Iman bukanlah jaminan hidup tanpa derita. Iman adalah keberanian untuk tetap berjalan bersama Tuhan, meski jalan itu penuh air mata. Seperti pemazmur berkata, “Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi” (Mzm 130:6). Sebab kita tahu, pagi pasti datang. Dan Tuhan, Sang Pemilik Hidup, tidak pernah ingkar janji.

Maka, marilah kita percaya. Percaya bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Percaya bahwa di balik setiap luka, ada rencana kasih yang sedang digenapi. Percaya bahwa Yesus, yang membangkitkan Lazarus, juga akan membangkitkan kita dari segala kesulitan dan kesedihan hidup.

Tuhan memberkati.


#ImanYangBertahan #KebangkitanLazarus #KerasulanAwam #TuhanPemilikHidup #YesusMenghidupkan #HarapanDalamKristus #KuburKehidupan #MewartakanKasihAllah #KatolikAktif #PercayaMeskiTakMengerti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin