Jumat, 05 Agustus 2011

KETIKA PERAHU KELUARGA DITERPA ANGIN “SAKAL”

Hanya memandang kepada Kristus
Bahtera keluarga dapat terombang-ambing dan berada dalam situasi kritis, manakala bahtera keluarga kita mengalami hal-hal sebagai berikut: 
  1. Problem ekonomi, yang mana suami-isteri tersebut mengalami masalah dalam pekerjaan, pendapatan yang kurang men-cukupi, terlibat hutang-piutang, khususnya tidak dapat memenuhi kebutuhan primer.
  1. Problem kesehatan, yaitu situasi di mana salah seorang anggota keluarga yang mengalami sakit yang kronis, membutuhkan penyembuhan dalam jangka panjang, dan biaya pengobatan yang sangat mahal.
  2. Problem perselingkuhan, yang mana salah seorang dari suami atau isteri melakukan hubungan khusus dan intim dengan pihak ketiga, sehingga menghancurkan kepercayaan dan keharmonisan keluarga. 
  3. Problem komunikasi, yang mana dalam kehidupan keluarga tersebut komunikasi tidak dapat berjalan secara wajar dan sehat; sehingga para anggota keluarga tidak dapat mengutarakan secara terbuka dan akrab.
  4. Problem perceraian, di mana suami atau isteri menceraikan pasangannya sehingga anak-anak tidak bertumbuh dalam keluarga yang utuh dan cinta-kasih yang sehat.
  5. Problem harapan yang tidak terpenuhi, seperti: tiadanya kehadiran anak, tindakan pasangan atau anggota keluarga yang mengecewakan, kegagalan anak-anak dalam studi, suami atau isteri dan anak-anak yang tidak seiman, pola asuh dan bimbingan yang buruk, dan sebagainya.
  6. Problem kekerasan dalam rumah tangga, di mana suami atau isteri melakukan kekerasan di antara mereka sendiri dan di antara anak-anak.
  7. Problem pasca-kematian dari anggota keluarga, sehingga anak-anak kehilangan salah seorang atau kedua orang-tua, atau orang-tua yang kehilangan salah seorang dari anaknya.

Setiap problem yang dihadapi dalam kelurga tersebut di atas memiliki pengaruh/ dampak yang berbeda-beda. Dampak dari delapan problem tersebut dapat singkat, tetapi juga dapat begitu luas; ada yang mudah terselesaikan, tetapi juga ada yang tak termaafkan dan menyakitkan hati selama hidup. Karena itu suatu keluarga yang memiliki ragam masalah yang lebih banyak/kompleks, pastilah kehidupan dari keluarga itu sedang terombang-ambing dalam badai yang lebih besar dengan dampak yang sangat luas bagi kehidupan dan pertumbuhan anak-anaknya. Bahkan tidak jarang, dampak yang dialami oleh keluarga tersebut tetap tidak dapat terselesaikan ketika anak-anak telah beranjak dewasa dan membentuk keluarga. Ternyata angin ”sakal” dalam kehidupan keluarga dapat menjadi suatu pengalaman yang traumatis, yang menorehkan rasa sakit hati, kepedihan, luka-luka batin, terhambatnya pembentukan kepribadian, dan rusaknya komunikasi dalam jangka waktu yang panjang.

Mengalami ketakutan, rasa panik dan tiadanya harapan
Gambaran dari bahtera keluarga yang  terombang-ambing tersebut seperti yang dilukiskan dalam pengalaman para murid Yesus yang sedang naik perahu. Tetapi saat itu mereka diombang-ambingkan oleh angin sakal. Mereka mengalami ketakutan, rasa panik dan tiadanya harapan walaupun mereka telah memiliki pengalaman sebagai para nelayan yang telah dibentuk oleh berbagai badai. Tetapi mereka kini tidak dapat menolong diri mereka sendiri. Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk mengatasi persoalan yang sedang melanda hidup mereka. Walau mereka berpengalaman sebagai nelayan yang berpengalaman, tetapi mereka saat itu tidak dapat menentramkan kekuatan dari angin sakal yang menghantam perahu mereka. Pada saat mereka bingung, panik dan putus-harapan tersebut disebutkan ”datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air”. Namun kedatangan Yesus yang tak terduga dan di luar akal manusia dengan berjalan di atas air, justru membuat para murid makin mengalami ketakutan yang luar biasa. Mereka menyangka Yesus yang berjalan di atas air itu sebagai ”hantu”.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai kedatangan Tuhan yang menimbulkan rasa terkejut/ shock, justru pada saat kita sedang ”shock” (terpukul) oleh berbagai masalah yang sedang menimpa diri kita. Kehadiran Tuhan seringkali seperti ”mencambuk” seluruh akal dan kebijaksanaan kita. Tetapi ”kejutan” atau ”cambukan” tersebut tidak pernah terlalu lama. Pada saat itulah Tuhan Yesus berkata, ”Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (Mat. 14:28). Jadi di tengah-tengah berbagai kemelut dan badai kehidupan yang menyebabkan perahu keluarga kita terombang-ambing, pada saat itulah Tuhan Yesus hadir. Dia tidak pernah membiarkan diri kita sendirian, hancur, dan putus-asa. Ucapan yang penting yang Tuhan Yesus ucapkan pertama-tama adalah: ”Tenanglah!”. Kita semua diminta untuk tenang dalam menghadapi semua permasalahan yang terjadi. Sebab apabila kita panik, cemas, bingung dan putus-asa; maka kita tidak akan pernah mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Tetapi juga makna ”tenang” mengajar kepada kita agar kita mampu lebih jeli dan jernih melihat kehadiran Tuhan di tengah-tengah badai persoalan yang sedang menghantam. Karena itu setelah kata ”tenanglah” dilanjutkan dengan ucapan: ”Aku ini, jangan takut!”. Kita perlu tetap tenang dan jangan takut, sebab hidup pribadi dan keluarga kita telah dijamin oleh diri Tuhan Yesus: ”Aku ini!”

Karena itu mari kita membawa seluruh anggota keluarga kita kepada Tuhan Yesus. Tugas Pekabaran Injil yang pertama-tama wajib kita lakukan adalah kepada anggota keluarga kita sendiri. Apa artinya kita dapat membawa orang lain kepada Tuhan Yesus, tetapi kita cenderung membiarkan anggota keluarga kita jauh dan berada di luar persekutuan kasih dari Tuhan Yesus. Namun jika seluruh anggota keluarga kita bersedia dipimpin oleh Tuhan Yesus, maka yakinlah kita semua dapat berjalan di atas berbagai persoalan hidup yang paling berat sekalipun.

Tetapi ingatlah, ketika kita mengabaikan Tuhan Yesus dan tidak menjadikan Dia sebagai Raja atas kehidupan keluarga kita, maka persoalan yang paling kecil, remeh dan sederhana dapat membuat kita terpuruk, hancur dan tenggelam. Jika demikian, bagaimana sikap dan keputusan keluarga kita? Semoga kita bersedia menyerahkan hidup perkawinan keluarga kita dan hanya memandang kepada Kristus yang berkata: ”Aku ini, jangan takut!”. DAR/Yohanes B.M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin