Jumat, 05 Agustus 2011

TUHAN, TOLONGLAH AKU!

Oleh: Pater Tauchen Hotlan Girsang, OFM
Bacaan Inil hari ini (Mat 14: 22-33) sangat menarik dan menyentuh kehidupan modern, yang ditandai oleh sikap maunya serba cepat, selalu terlihat penuh kesibukan, kenikmatan sebagai tujuan hidup, memudarnya kesejatian diri oleh kepalsuan teknologi, hilangnya kesempatan untuk mendengarkan suara hati, sulit menemukan Allah karena terlalu banyak ilah-ilah lain. Apakah ini menandakan bahwa kehidupan kita sudah terlalu mengabaikan apa yang disebut dengan saat-saat hening, saat-saat sunyi, saat-saat sendiri untuk berdoa? Bukankah mentalitas ingin serba cepat dan serba masuk akal kerap membuat kita ragu akan kuasa Tuhan dan mengabaikan uluran tangan-Nya?

Penulis Injil Matius menuliskan sosok Yesus yang benar-benar manusia dan benar-benar Tuhan. Pertama, Yesus berdoa seorang diri dalam keheningan. Kemanusiaan-Nya berhadapan langsung dengan Bapa. Kedua, Yesus berjalan di atas air. Kuasa Allah yang tak masuk akal ini menggoyahkan keyakinan para murid sehingga mereka berkata, “Itu hantu!”. Ketiga, Yesus meyakinkan para murid akan kuasa Allah melalui Petrus yang berjalan di atas air. Namun, pembuktian ini tidak dapat dilewati dengan mulus oleh Petrus karena ketakutan. Ketakutan merupakan fakta keraguan dan sikap kurang percaya. Keempat, Yesus mengulurkan tangan-Nya. Uluran tangan Yesus berhasil memulihkan kepercayaan para murid ketika mereka berkata, “Sesungguhnya Engkau Anak Allah.” Intinya di sini adalah kita perlu senantiasa memulihkan kepercayaan kita kepada Yesus melalui saat-saat hening, khususnya ketika kita mengalami ketakutan dan rasa bimbang. Dia pasti selalu mengulurkan tangan-Nya untuk menolong kita.

Erich Fromm, seorang psikolog terkenal, pernah mengatakan: apa yang ditakutkan oleh manusia zaman ini adalah tidak melakukan apa-apa. Dalam kenyataan, hampir semua orang begitu sibuk sehingga tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Bahkan waktu luang pun diubah menjadi bentuk kesibukan baru. Celakanya, banyak orang mengira diri mereka sangat sibuk, tetapi tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka itu sangat pasif. Mereka terus-menerus membutuhkan rangsangan dari luar, menjadi buah bibir orang lain, public mania, menonton TV atau film-film, bepergian dan hal-hal lain yang lebih merupakan kesenangan konsumtif. Mereka selalu berlari tak pernah berhenti. Ingin selalu mendapat dorongan pujian, tapi selalu jatuh dan sukar bangun lagi. Mereka menganggap diri amat sibuk, karena ada dorongan untuk melakukan sesuatu untuk keluar dari kecemasan yang mengepung saat mereka berhadapan dengan diri sendiri.

Ketakutan dan kecemasan serta sikap kurang percaya kepada Tuhan kerap kita sembunyikan dan bungkus rapi dalam kata “SIBUK”. Kita memakai baju “kesibukan” untuk menyatakan bahwa kita telah kehilangan saat-saat teduh, saat-saat sunyi, saat-saat berdoa, saat-saat kita memulihkan kepercayaan kita kepada Tuhan yang tampil segala kuasa-Nya. Saatnya kita berani mengalahkan diri kita sendiri dan meminta tolong kepada Tuhan. Mari kita tanggalkan pakaian kesibukan kita dengan segala kepalsuannya. Mari kita mengulurkan tangan kepada Tuhan agar badai keinginan akan kenikmatan duniawi serta tiupan angin hiburan hampa lagi semu tak menggoyahkan kepercayaan kita. Mari kita keluar dari hidup kita yang tenggelam dalam kesibukan duniawi. Mari kita berkata: Tuhan, tolonglah aku! Tuhan memberkati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin