Oleh: RP. Stanislaus Agus Haryanto, OFM |
Setiap zaman dalam segala perubahan waktu mengenal Nabinya, yaitu orang yang mampu mengungkapkan apa yang hidup di dalam pemikiran dan perasaan orang banyak. Seorang Nabi berani menentang arus, bukan untuk menonjolkan diri, tetapi agar masyarakat jangan sampai menyeleweng dari arah yang telah dianugerakan Allah baginya.
Bacaan pertama dari Kitab Ulangan , mau membenarkan adanya kenabian bagi umat Israel. Berdasarkan janji yang telah diikatnya, Allah ingin bertindak dalam sejarah hidup umat yang dikasihinya. Sejak Tuhan Allah mewahyukan diri kepada Musa di Gunung Horeb, dalam rupa sepuluh loh batu maka Sabda-Nya akan menentukan jalannya sejarah keselamatan dengan wibawa yang Maha Kudus. Kewibawaan Allah nyata dalam diri para Nabinya. Melalui Musa wibawa kenabian Allah nampak dan campur tangan dalam kehidupan umat terkasihnya. Tujuannya adalah agar kehendaknya benar-benar terjadi dalam hidup kaum Israel dan keturunannya.
Nampaklah usaha Musa untuk memberi keyakinan kepada Umat Israel bahwa apa yang di sampaikannya adalah mandat dari Allah yang berbelas kasih. Maka Musa mempunyai keyakinan dan kewajiban menjaga wibawa yang telah ia terima demi membawa umat pada jalan keselamatan sesuai dengan kehendak-Nya. Sehingga semua umat mengalami pengasihan dari Allah dalam hidupnya, dengan demikian hidupnya akan diteguhkan tanpa ada kekuatiran yang tak beralasan.
Rasul Santo Paulus memilih jalur lain dalam memberikan ajaran mengenai desposisi manusia menurut perjanjian Baru. Bahwa setiap orang harus waspada terhadap segala keprihatinan berlebihan yang muncul dalam hidupnya. Jangan sampai orang tidak lagi bisa mengarahkan hidupnya kepada yang lebih utama, yaitu Tuhan dan Keselamatannya tetapi justru kehilangan gairah hidup untuk setia terhadap panggilan hidupnya. Maka Rasul Paulus mengingatkan agar orang senantiasa “terfocus” terhadap panggilan yang diyakininya. Paulus ingin menghindarkan dualisme, mengabdi kepada tua tuan, yang pada akhirnya justru tidak dapat menghayati apa yang semestinya orang hayati. Bagi Paulus yang penting adalah; “ memusatkan perhatian” terhadap apa yang dihayati menjadi panggilan hidup orang dan bagaimana orang menjalaninya dengan komitmen yang kuat.
Injil hari ini mengisahkan “ke-asli-an” jati diri Yesus dihadapan para muridnya. Berbeda dengan para pengajar lain di bait Allah. Yesus tampil dengan segala kewibawaannya. Kewibawaan Yesus tidaklah dibuat-buat atau seolah-olah berwibawa, namun justru muncul dari kedalaman dirinya sebagai buah dari relasi yang amat dekat dengan Bapa- Nya. Sehinga apa yang terucap dari mulut Yesus sama dengan Apa yang disabdakan oleh Allah sendiri. Seluruh perkataan dan tindakan Yesus mau menunjukkan kepada kita sekalian bahwa Allah Bapa menjangkau segala waktu dan ruang dalam hidup manusia sepanjang zaman.
Melalui sabda-Nya hari ini Yesus tetap berbicara penuh wibawa kepada kita. Tuhan Yesus tidak puas dengan mengulang-ulang tradisi, melainkan secara langsung memberikan pandangan-Nya mengenai segala sesuatu. Kedalaman hati nurani-Nya menjadi pedoman bagi kehidupan kita. Kepada siapa saja dibukakan masa depan. Dan kepada siapa saja, ditantangnya berpetualang dalam kesalehan hidup. Melalui persoalan-persoalan hidup yang hakiki dan kita hadapi setiap hari, Yesus hendak menuntun kita kedalam kedewasaan iman. Persoalan-persoalan hidup akan membantu kita bersama Tuhan untuk menemukan hari kemudian yang berkelimpahan. Tuhan Memberkati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin