Oleh: Pastor Tauchen Hotlan Girsang, OFM |
Hidup di zaman ini tentu memerlukan iman
yang kuat, pengharapan yang teguh dan kasih yang sempurna. Kita mesti memiliki
keyakinan dan kekuatan lebih untuk menghadapi berbagai problema kehidupan.
Sebab, kita sudah cukup banyak dihantui oleh ketakutan dan ketakpercayaan pada
orang lain. Suatu situasi dimana banyak manusia terjerat dalam dosa sosial.
Untuk semacam gambaran saja. Ketika kita membayar pajak, ada saja oknum yang
menggelapkan pajak. Ketika kita menabung di bank, ada juga oknum yang
menyalahgunakannya. Kita berharap pada Parpol, ternyata mereka hanya
mementingkan dirinya dan selalu bermuka banyak. Ketika berperkara, kita juga
temukan oknum yang berupaya merekayasa dan memanipulasinya. Bahkan di saat
berkendara atau berjalan kaki sekalipun ada-ada saja kekerasan dan bahaya maut
mengancam kita. Keadaan dosa sosial semacam ini mengajak kita untuk bertanya:
masihkah Tuhan bisa dikenal dan dialami ?
Mungkin saja semua problema seperti ini
ibarat batu yang sangat besar. Batu yang sedang menutup pintu kubur di mana
Tuhan berbaring. Kita sulit untuk menembusnya. Kita tidak bisa melihat Tuhan
ada di dalam. Kita hanya bisa meratap dan menangis. Kita tak memiliki kekuatan
yang cukup menggulingkannya. Dalam hati kita berharap mendapatkan kekuatan extra.
Dimanakah kita mendapatkan kekuatan extra? Kekuatan extra didapatkan rupanya
bukan dengan melarikan diri dari keadaan berdosa ini atau yang disebut dengan fuga
mundi. Melainkan sebaliknya. Kita perlu mendekati “batu yang sangat besar”
tersebut. Kuasa Allah bekerja justru pada saat kita berdamai dengan dukacita
hidup. Sebab, daripadanya akan lahir kehidupan mulia.
Jika kita menyimak peristiwa kebangkitan
Yesus, nampaklah bagi kita bahwa Allah menggulingkan batu yang sangat besar
itu. Para wanita yang hendak menaburkan rempah-rempah di makam Yesus
betul-betul terkejut dan heran ketika di depan mata mereka terjadi sesuatu yang
melampaui nalar manusia. Nalar tak berfungsi ketika berhadapan dengan kuasa
Tuhan. Dia dialami dan dikenali bukan dengan nalar. Dia dikenali melalui
kesaksian hidup. “Pergilah dan katakanlah bahwa Yesus dari Nazaret sudah
bangkit!” kata Kitab Suci.
Kita akhirnya dihantar pada kesadaran bahwa
letak masalahnya bukan pada batu yang sangat besar. Bukan pula pada siapa yang
akan menggulingkan batu itu. Melainkan siapa yang mau mendekati batu yang
besar. Siapa? Ketika kita bertanya “Siapa?”, banyak orang yang takut mendekat.
Banyak orang lebih memilih menjauh dan menghindar. Banyak orang lebih memilih
tak mau ikut campur. Banyak orang mencari selamat sendiri. Banyak orang takut
memberi kesaksian. Banyak orang tidak berani berbicara melalui perbuatan nyata.
Banyak orang sulit memberikan pembuktian bahwa dia mengalami Tuhan yang bangkit.
Mari kita bertanya pada diri kita. Apakah
masih ada di antara kita yang menyerap semangat para wanita yang pergi ke kubur
Yesus seperti dilukiskan dalam Injil Markus 16: 1-8? Mereka mendekat dan
dipilih menjadi saksi atas kebenaran walau kemudian perasaan mereka begitu
bercampur, antara takut dan gembira, antara percaya dan tak percaya, antara
nyata dan tak nyata. Tetapi, kehadiran mereka telah memastikan bahwa
kebangkitan itu ada.
Dengan demikian, ketika kita berani memberi
kesaksian hidup di tengah masyarakat yang terjerat dalam dosa sosial, pada saat
itulah melalui kita Tuhan dikenali dan dialami. Pada saat itu pulalah kita
mendapatkan kekuatan extra. Sebab, bukan kita yang bekerja, melainkan Tuhanlah
yang bekerja untuk kita. Ketika berhadapan dengan orang yang berdusta, hadirlah
sebagai orang jujur. Ketika berada di tengah masyarakat yang sulit melayani,
hadirlah sebagai pelayan. Ketika berhadapan dengan orang yang korupsi, hadirlah
sebagai orang yang dapat dipercaya. Ketika berhadapan dengan orang yang sedang
berada dalam kesulitan, hadirlah sebagai teman. Ketika orang lain pergi karena
kecewa, hadirlah sebagai orang setia dan tulus. Melalui tindakan-tindakan
semacam inilah kita bersaksi. Dan disanalah orang mengalami dan mengenali Tuhan
yang memberikan kekuatan kepada kita. Kitalah yang menjadi saksi bahwa batu
yang besar itu sudah terguling. Tuhan Yesus yang bangkit memberkati. Selamat
Paskah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin