Oleh: Sdr. Ophin Agut, OFM |
Tibalah kita kini pada hari-hari terakhir
dalam hidup Yesus sebagai manusia. Misteri Keallahan dan kemanusiaan Kristus
akan kita renungkan dalam pekan suci ini, secara khusus pada Minggu Palma dan
Trihari Suci (Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci) serta pada Minggu Paskah.
Iman kita akan Yesus Kristus sebagai yang sungguh Allah dan sungguh manusia
benar-benar diuji. Ujian yang sedang menanti adalah apakah kita sanggup
mengikuti dengan iman seluruh kesengsaraaan Yesus, hingga pada akhirnya kita
berani berkata seperti Kepala Prajurit di bawah Salib “Sungguh, Ia ini Anak
Allah!”
Kita mengawali semua kisah itu dengan
Perayaan Minggu Palma. Perayaan minggu palma menampilkan dua buah kejadian yang
bertolak belakang, sukacita dan dukacita. Pada bagian pertama, dilukiskan
sebuah peristiwa kegembiraan. Yesus di gambarkan memasuki kota Yerusalem Penduduk
kota menyambutnya dengan penuh suasana sukacita. Mereka bersorak-sorak dan
mengelu-elukan Dia sebagai raja sambil melemparkan daun-daun palem ke jalan
yang akan dilalui Yesus. “Hosanna, Anak Daud!! Diberkatilah Dia yang datang
atas nama Tuhan! Hosanna di tempat yang MahaTinggi!” (bdk.Mat 21:9).
Kehadiran Yesus sungguh membawa kebahagiaan
bagi mereka yang mendengarkan ajaran-Nya, bagi mereka yang merasakan
mukjizat-Nya. Kata dan perbuatan-Nya telah membawa keselamatan bagi banyak
orang. Dapatlah dimengerti kalau masuknya Yesus ke Yerusalem membangkitkan suka
cita dalam diri mereka yang menanti-nantikan kedatangan seorang penyelamat dan
pembebas.
Situasi duka cita dalam Minggu Palma
direpresentasikan dalam Kisah Sengsara Yesus. Menjadi nyatalah bahwa peristiwa
masuknya Yesus ke Yerusalem adalah awal sebuah perjalanan yang melelahkan,
meletihkan dan bahkan mematikan hidupnya. Masuknya Yesus ke Yerusalem berarti
masuknya Dia dalam misteri sengsara, wafat dan kebangkitan. Suka cita dan
sorak-sorai merupakan awal sebuah perjalanan yang penuh derita. Akan tetapi
perjalanan yang penuh derita ini akhirnya akan memuncak pada sebuah kebangkitan
yang mulia.
Misteri yang kita hayati dalam pengalaman
Yesus menunjukkan sebuah intimitas cinta yang sangat besar dengan Bapa-Nya.
Yesus tetap menyatukan diri-Nya dengan Allah di tengah penderitaan. Yesus
adalah Mesias yang menderita karena (akhirnya) ditolak oleh bangsanya sendiri.
Yesus tetap mesias, Dia tetap raja, hanya Dia raja yang menderita, sengsara dan
wafat demi keselamatan dan demi kebaikan seluruh umat manusia dan juga demi
kedamaian sejati.
Bagi kita umat Kristiani, Yesus adalah
pemimpin yang rela berkorban, rela kehilangan diri maupun nyawa-Nya demi umat
manusia di dunia. “Walaupun dalam rupa Allah, tidak mau setara dengan Allah, Ia
mau mengosongkan diri dan mengambil rupa sebagai seorang hamba dan menjadi sama
dengan manusia.” (Flp 2:6-7).
Dalam kekuasan-Nya yang penuh Yesus justru
memilih untuk tidak melarikan diri dari penderitaann-Nya. Misteri derita Yesus adalah
misteri Cinta. Misteri yang memperlihatkan kebesaran cinta Yesus dan cinta
Bapa-Nya bagi umat manusia. Dalam misteri cinta itu, hubungan Bapa-Anak,
menjadi sumber kekuatan yang menyelamatkan kita. Misteri cinta itu meminta iman
dan keyakinan kita akan kuasa Roh Allah dalam hidup kita. Di dalamnya kita
dihadapkan pada sebuah kesanggupan untuk menyerahkan diri secara total.
Dari sebab itu, baiklah dalam perayaan Minggu
Palma inii, kita menyambut dan mengelu-elukan Yesus karena Dia adalah Mesias
yang sungguh dengan rendahhati dan penuh kesederhanaan rela menderita dan
bahkan wafat di salib demi menyelamatkan kita, untuk membebaskan kita dari
perhambaan dosa. Namun kita menyambut Yesus, bukan lagi hanya sekedar dengan
sorak sorai atau ranting daung di tangan, tetapi dengan kesederhanaan hati dan
hidup kita. Kesederhanaan yang dimaksud adalah kesadaran diri bahwa kita adalah
manusia biasa, manusia pendosa, tetapi Yesus Tuhan mau menderita danw wafat
bagi kita untuk menebus dosa kita, hanya karena cinta-Nya kepada kita.
Dengan demikian, kitapun berani menderita
demi Dia, demi mengasihi Dia. Seperti para murid dan orang banyak menyambut
Yesus dengan menghamparkan baju-baju mereka di jalan yang dilalui oleh Yesus,
demikianpun kiranya berani berkorban, memberi hidup kita dan apa yang ada pada
kita untuk menyambut dan memuji Yesus Tuhan kita. Hanya yang memiliki hidup
sederhanalah yang mampu berkorban demi kasih kepada Yesus. Hanya orang yang
rela berkorban pulalah yang sungguh bersyukur atas cinta kasih Yesus atas
dirinya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin