Oleh: Pastor Bobefasius Budiman, OFM |
Seorang ibu
memiliki tiga orang anak. Anak pertama seorang perempuan. Ia menikah dengan
seorang pria berbeda keyakinan. Si perempuan ini kemudian mengikuti keyakinan
suaminya. Pada awalnya, Ibu yang telah menjanda ini, merestui keputusan anaknya.
Baginya yang penting puterinya dapat hidup bahagia, beban ekonomi keluarga
setelah ditinggalkan suaminya berkurang dan perhatiannya dapat diarahkan kepada
dua anak laki-lakinya. Dia berharap kedua puteranya inilah yang akan memberikan
kebahagiaan kepadanya.
Dengan mengandalkan
upah bulanan yang tidak terlalu besar, karena almarhum suami tidak meninggalkan
warisan kepadanya, ia membesarkan dua anak laki-lakinya. Dia harus bijak
membagi penghasilannya untuk membiayai pendidikan, dan kesehatan, makan dan
minum mereka. Pada awalnya, sang Ibu tidak terlalu mengalami kesulitan
membesarkan anak-anaknya. Kesulitan muncul justru ketika anak-anaknya bertumbuh
sebagai seorang pemuda. Kedua puteranya yang sebenarnya menjadi tumpuan
hidupnya pada usia tuanya, justru terjerat narkoba dan ikut dalam
curanmor.
Berkali-kali aksi
kedua anaknya diketahui aparat keamanan dan ditangkap, diadili lalu dimasukkan
dalam penjara, berkali-kali pula ia menebus kedua anaknya dari tangan aparat
dengan menyerahkan sejumlah uang. LP Cipinang, dan beberapa LP di Jawa tengah
yang sudah berkali-kali dihuni anaknya, dikunjungi sang ibu. Perilaku kedua
anaknya tampaknya tidak menghilangkan rasa kasih sang ibu.
Manakah hal yang
membuat si ibu ini bertahan dalam kasihnya, ketika anaknya justru tidak
memperlihatkan kasih mereka? Jawabannya adalah pengalaman keibuan. Sebagai seorang manusia, ia pasti mengalami
keputusasaan, kekecewaan akan tetapi kesatuan dirinya dengan puteranya
membuatnya tetap mengasihi mereka.
Dari Firman Tuhan
minggu Paskah V kita mendengar pewartaan tentang kasih. Dalam bacaan pertama
ditampilkan Paulus yang ingin mengabungkan diri dengan murid-murid Yesus,
tetapi ditakuti para murid. Ketakutan ini disebabkan karena catatan masa lalu
Paulus sebagai seorang penganiaya murid-murid Kristus. Dapatkah seorang yang
dahulu membenci Gereja, sungguh dapat dipercaya meski sudah bertobat? Inilah
pikiran yang menyelimuti para murid. Di tengah situasi ini Barnabas tampil. Ia
menerima Paulus. Barnabas memberikan kepada kita makna kasih yakni menerima
kembali sesamaku tanpa catatan. Kalaupun ada catatan, catatannya adalah kasih
Allah telah berkarya pada seseorang. Dalam bacaan kedua didengungkan kembali
pengajaran bahwa Roh kasih yang mendiami hati kita merupakan tanda Allah ada di
dalam kita. Sedangkan dalam Injil Yesus menegaskan bahwa kasih itu mungkin jika
kita sungguh-sungguh tinggal dalam Allah. Kasih adalah buah persatuan kita
dengan Allah yang adalah kasih. Dan tugas kita adalah terus menerus
menghasilkan kasih dalam tindakan kita.
Kasih itu bukan
untuk dikotbahkan (meskipun banyak pengkotbah ulung tentang kasih), bukan untuk
dibukukan (meskipun banyak buku tentang kasih telah ditulis), ia dianugerahkan
kepada kita untuk dihayati. Ibu janda telah menunjukan kebesaran hatinya dalam
melaksanakan kasih, semoga kita juga menemukan cara kita mewujudkan kasih
itu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin