Selasa, 01 April 2014

Laksamana Muda TNI (Purn), Christina Maria Rantetana, SKM, MPH; Gunakan Hak Pilih, Pililah Caleg Yang Memiliki Kapasitas, Kapabilitas, Integritas, Bermoral dan Beretika

Laksamana Muda TNI (Purn), Christina Maria Rantetana, SKM, MPH
Saya berpikir, sudah jadi pembesar, apalagi seorang Jendral, biasanya susah untuk bisa diajak ngobrol, kalau tidak ada janjian. Prasangka itu ternyata tidak berlaku buat Ibu Christina, dengan nama lengkap Laksamana Muda TNI (Purn), Christina Maria Rantetana, SKM, MPH.

Sang Jendral, Minggu, (23/3/2014) di ruang gereja lama Parokis St. Paulus Depok meluangkan waktunya untuk berbincang-bincang dengan Darius Lekalawo dari Warta Paulus, usai Seminar “Jadilah Pemilih Cerdas Dengan Berpegang Pada Hati Nurani” yang diselenggarakan oleh Sie Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Paroki Gereja St. Paulus-Depok bersama Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Bogor.


Caleg dari Partai GERINDRA dapil Jabar VI yang meliputi kota Bekasi dan Depok ini, mengoreksi pemahaman yang keliru tentang istilah kerukunan beragama. “Bukan kerukunan beragama tetapi kebebasan beragama”, tegasnya. Beliau menerangkan “Dalam menjalankan kebebasan beragama, yang pertama dan utama adalah kita harus bisa link atau networking dengan banyak orang yang ada diluar seperti lembaga-lembaga, LSM, tokoh-tokoh yang sependapat dengan kita”, ujarnya.

Lanjut perempuan bintang dua pertama di Indonesia ini menuturkan “Tokoh-tokoh seperti Professor Doktor Musdah Mulia, DR. Yudi Latif PhD, dan lain-lain, bersama mereka kita bisa menyuarakan dan bergandengan tangan. Jangan kita berjuang sendiri. Biarlah suara kita mereka yang menyuarakan, dan itu membuat saya banyak berhasil. Jangan nangkap kuda dengan kita tetapi menangkap kuda dengan kuda. Itu strategis yang bisa kita lakukan. Makanya jangan hanya gereja yang bersuara, tetapi ada Ahmadiyah, Syiah, Sunda Wiwitan, dan aliran kepercayaan dan lain sebagainya. Mereka semua datang kepada saya sebagai Staf Ahli Menkopolhukam RI bidang Ideologi dan Konstitusi, bicara soal ini. Jadi kita bisa link dengan mereka”, harap wanita kelahiran Makale, Tana Toraja, 24 Juli 1955, ini.

Ditanya soal sudah adanya aturan-aturan atau hukum yang mengatur tentang kebebesan beragama namun di level masyarakat masih terjadinya bentrokan. Dengan tegas lulusan Doktor dari Royal Australian Naval Staff Course di Sydney, Australia, ini mengatakan “Sebenarnya bukan masyarakat yang bentrok, tetapi yang membuat mereka bentrok adalah para elite dan aparat keamanan yang tidak netral. Mereka memainkan kepentingannya lewat orang bodoh ini. Oleh karena itu saya yakin mayoritas dari rakyat kita itu, masih banyak yang baik,” ungkapnya.

Bekerja Untuk Rakyat
Soal kekecewaan para pemilih terhadap para caleg yang kurang peduli setelah mereka terpilih menjadi anggota dewan, istri dari Ir. Cosmas S Birana, MS berpendapat “Hal inilah yang dipersoalkan banyak orang. Mungkin salah satunya adalah mereka berjuang sendiri hingga mereka terpilih. Seperti yang dikatakan Muliawan Margadana; dimana Gereja, dimana WKRI, dimana ISKA, dimana PMKRI, dll?. Hal serupa mohon maaf saya juga mengalaminya ketika menjadi bintang dua. Sekali lagi mohon maaf itu semua perjuangan saya dan restu dari atas (Tuhan). Itu alasan yang pertama. Alasan kedua adalah setelah saya terliti ternyata ada orang-orang calon legislatif saat berkampanye mereka sudah memberikan uang kepada para pemilih. Dengan kata lain “membayar”. Ada caleg yang melakukan strategis itu dengan memberikan uang. “Saya sudah bayar anda, jangan tuntut saya lagi”. Jika hal itu terjadi kita jangan salahkan dia. Dan itu terjadi”.

Lanjutnya “Sering saya katakan kepada semua orang, saya tidak ingin dipilih karena memberikan sesuatu. Saya dipilih karena dianggap layak untuk dipilih. Kalau dianggap tidak layak ya oke, berarti memang saya belum pantas. Tetapi saya tidak ingin orang memilih saya karena saya memberikan uang. Saya tidak mau lalukan itu. Itu prinsip saya. Mengapa? Karena saya punya misi bukan berjuang untuk diri saya tetapi jika saya terpilih saya akan bekerja untuk rakyat. Diri saya sudah selesai. Saya hanya mohon doa restunya”.

Diakhir perbincangan Christina berpesan “Pertama; gunakanlah hak pilih itu. Kalau kita tidak menggunakan hal pilih itu berarti kita menyerahkan negara ini untuk dikelolah oleh orang-orang yang tidak kita kehendaki. Dan jangan menuntut hak jika kita tidak mempergunakan hak pilih itu. Kedua; dalam memilih, pemilih harus melihat apa partainya, nasionalis atau tidak. Apakah partai itu benar-benar siap untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dengan program-program konkrit dan lain sebagainya?.


Ketiga; harus memperhatikan individu atau calegnya. Minimal harus memiliki kapasitas, kapabilitas, integritas, bermoral, harus punya etika, bisa senyum pada banyak orang, bisa diajak bicara dimana saja, harapnya. (Darius Lekalawo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin