Laksamana Muda TNI (Purn), Christina Maria Rantetana, SKM, MPH |
Saya berpikir, sudah jadi
pembesar, apalagi seorang Jendral, biasanya susah untuk bisa diajak ngobrol,
kalau tidak ada janjian. Prasangka itu ternyata tidak berlaku buat Ibu
Christina, dengan nama lengkap Laksamana Muda TNI (Purn), Christina Maria
Rantetana, SKM, MPH.
Sang Jendral, Minggu,
(23/3/2014) di ruang gereja lama Parokis St. Paulus Depok meluangkan waktunya
untuk berbincang-bincang dengan Darius Lekalawo dari Warta Paulus, usai Seminar
“Jadilah Pemilih Cerdas Dengan Berpegang Pada Hati Nurani” yang diselenggarakan
oleh Sie Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Paroki Gereja St. Paulus-Depok
bersama Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Bogor.
Caleg dari Partai GERINDRA dapil Jabar VI yang meliputi kota Bekasi dan Depok ini, mengoreksi pemahaman yang keliru tentang istilah kerukunan beragama. “Bukan kerukunan beragama tetapi kebebasan beragama”, tegasnya. Beliau menerangkan “Dalam menjalankan kebebasan beragama, yang pertama dan utama adalah kita harus bisa link atau networking dengan banyak orang yang ada diluar seperti lembaga-lembaga, LSM, tokoh-tokoh yang sependapat dengan kita”, ujarnya.
Lanjut perempuan bintang dua
pertama di Indonesia ini menuturkan “Tokoh-tokoh seperti Professor Doktor
Musdah Mulia, DR. Yudi Latif PhD, dan lain-lain, bersama mereka kita bisa
menyuarakan dan bergandengan tangan. Jangan kita berjuang sendiri. Biarlah suara
kita mereka yang menyuarakan, dan itu membuat saya banyak berhasil. Jangan
nangkap kuda dengan kita tetapi menangkap kuda dengan kuda. Itu strategis yang
bisa kita lakukan. Makanya jangan hanya gereja yang bersuara, tetapi ada
Ahmadiyah, Syiah, Sunda Wiwitan, dan aliran kepercayaan dan lain sebagainya.
Mereka semua datang kepada saya sebagai Staf Ahli Menkopolhukam RI bidang
Ideologi dan Konstitusi, bicara soal ini. Jadi kita bisa link dengan mereka”,
harap wanita kelahiran Makale, Tana Toraja, 24 Juli 1955, ini.
Ditanya soal sudah adanya
aturan-aturan atau hukum yang mengatur tentang kebebesan beragama namun di
level masyarakat masih terjadinya bentrokan. Dengan tegas lulusan Doktor dari
Royal Australian Naval Staff Course di Sydney, Australia, ini mengatakan
“Sebenarnya bukan masyarakat yang bentrok, tetapi yang membuat mereka bentrok
adalah para elite dan aparat keamanan yang tidak netral. Mereka memainkan
kepentingannya lewat orang bodoh ini. Oleh karena itu saya yakin mayoritas dari
rakyat kita itu, masih banyak yang baik,” ungkapnya.
Bekerja Untuk Rakyat
Soal kekecewaan para pemilih
terhadap para caleg yang kurang peduli setelah mereka terpilih menjadi anggota
dewan, istri dari Ir. Cosmas S Birana, MS berpendapat “Hal inilah yang
dipersoalkan banyak orang. Mungkin salah satunya adalah mereka berjuang sendiri
hingga mereka terpilih. Seperti yang dikatakan Muliawan Margadana; dimana
Gereja, dimana WKRI, dimana ISKA, dimana PMKRI, dll?. Hal serupa mohon maaf
saya juga mengalaminya ketika menjadi bintang dua. Sekali lagi mohon maaf itu
semua perjuangan saya dan restu dari atas (Tuhan). Itu alasan yang pertama.
Alasan kedua adalah setelah saya terliti ternyata ada orang-orang calon
legislatif saat berkampanye mereka sudah memberikan uang kepada para pemilih.
Dengan kata lain “membayar”. Ada caleg yang melakukan strategis itu dengan
memberikan uang. “Saya sudah bayar anda, jangan tuntut saya lagi”. Jika hal itu
terjadi kita jangan salahkan dia. Dan itu terjadi”.
Lanjutnya “Sering saya katakan
kepada semua orang, saya tidak ingin dipilih karena memberikan sesuatu. Saya
dipilih karena dianggap layak untuk dipilih. Kalau dianggap tidak layak ya oke,
berarti memang saya belum pantas. Tetapi saya tidak ingin orang memilih saya
karena saya memberikan uang. Saya tidak mau lalukan itu. Itu prinsip saya.
Mengapa? Karena saya punya misi bukan berjuang untuk diri saya tetapi jika saya
terpilih saya akan bekerja untuk rakyat. Diri saya sudah selesai. Saya hanya
mohon doa restunya”.
Diakhir perbincangan Christina
berpesan “Pertama; gunakanlah hak pilih itu. Kalau kita tidak menggunakan hal
pilih itu berarti kita menyerahkan negara ini untuk dikelolah oleh orang-orang
yang tidak kita kehendaki. Dan jangan menuntut hak jika kita tidak
mempergunakan hak pilih itu. Kedua; dalam memilih, pemilih harus melihat apa
partainya, nasionalis atau tidak. Apakah partai itu benar-benar siap untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat dengan program-program konkrit dan lain
sebagainya?.
Ketiga; harus memperhatikan
individu atau calegnya. Minimal harus memiliki kapasitas, kapabilitas,
integritas, bermoral, harus punya etika, bisa senyum pada banyak orang, bisa
diajak bicara dimana saja, harapnya. (Darius Lekalawo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin