Selasa, 08 Desember 2015

Menag Akan Optimalkan FKUB Untuk Sosialisasi PBM Pendirian Rumah Ibadah

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, menegaskan perlunya memberdayakan dan mengoptimalkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di setiap daerah.

Selain itu, kata Menag, Peraturan Bersama Menteri (PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006) tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah perlu disosialisasikan.


“Jangankan masyarakat luas, sebagian tokoh-tokoh agama, termasuk juga kepala-kepala daerah bahkan pemerintah (elit) nya saja masih minim dan terbatas pengetahuannya terkait PBM ini,” kata Menag saat menerima tim perumus PBM di ruang kerjanya, Gedung Kemenag Jakarta, belum lama ini.

Dalam diskusi singkat itu, dibahas sejumlah isu-isu dan tren topik media akhir-akhir ini, seperti Tolikara dan Singkil, yang sebagian pihak menyebut disebabkan PBM. Pada hal, Menag menilai dan meyakini persoalan itu terkuat karena masih banyak pihak yang belum memahami peraturan dan kurangnya sosialisasi.

“Tahun 2016 nanti, Kemenag akan mengembangkan program-program terkait sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006,” kata Menag, seperti dilansir kemenag.go.id.

Dikatakannya, pemberdayaan FKUB akan menjadi perhatian, karena dipandang sangat strategis dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di setiap daerah. Untuk itu, lanjut Menag, selain soal dukungan anggaran perlu juga diperhatikan mekanisme rekrutmen dan peningkatan kapasitas anggotanya.

“Hal ini jugalah yang menyebabkan isu FKUB mengisi bab tersendiri dalam RUU Perlindungan Umat Beragama,” katanya.

Selain itu, Kabalitbang dan Diklat Abdurrahman Masud menyampaikan bahwa tim perumus PBM sudah melakukan diskusi, refleksi, evaluasi, dan proyeksi atas PBM dalam rangka merespon adanya isu percabutan PBM diberbagai media massa.

Salah satu Tim PBM dari MUI, KH Ma’ruf Amin menyampaikan, bahwa masalah saat ini yang terjadi pada pelanggarannya, bukan aturannya. Karenanya, PBM harus diangkat menjadi undang-undang sehingga setiap pelanggaran akan ada konsekwensinya.

Jerry Sumampaw, yang mewakili Persatuan Gereja di Indonesia (PGI), problem utama PBM adalah implementasinya, meski secara prinsip banyak kelemahan, tetapi diterima sebagai aturan teknis pendirian rumah ibadat.

Untuk itu, lanjut Jerry, perlu adanya upaya menginformasikan kepada semua komunitas agama tentang aturan-aturan yang termaktub dalam PBM.

“Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa hasil diskusi tim perumus PBM pada umumnya memandang secara substansial PBM diyakini baik dan masih relevan. Permasalahan yang berkembang dewasa ini ditengarai terletak pada tataran implementasi dan minimnya sosialisasi di masyarakat dan aparat,” kata Jerry.

Tampak hadir juga dalam diskusi tersebut KH Zaidan Djauhari (MUI), Maria Farida (KWI), I Nengah Dana (PHDI), Suhadi Sendjaja (WALUBI), serta Sudarsono dan Atho Mudzhar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin