Rabu, 22 Februari 2017

7 Perkataan Terakhir Yesus Kristus di Salib

Tulisan ini didasarkan pada buku yang ditulis oleh Archbishop Fulton Sheen , Seven Words of Jesus and Mary.

“Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34)
Ketika Yesus berada di kayu salib ia meminta pengampunan bagi mereka yang bertanggung jawab terhadap kejahatan besar ini, dan Ia memberikan alasan bahwa mereka harus dimaafkan. Ia berkata bahwa mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Uskup Fulton Sheen berkata bahwa ketidaktahuan mereka adalah berkat yang besar bagi mereka. Kita sering mendengar bahwa anda mengetahui hidup melalui pengalaman. Hal ini benar di area perjalanan dan perjamuan yang adil, tapi tidak berlaku untuk semuanya. Kita harus menginginkan kebebasan dari pengalaman dosa sama seperti dokter yang sehat bebas dari penyakit. Pengetahuan yang menghancurkan kesatuan Adam dan Hawa dengan Allah merupakan suatu keinginan yang disorder.

Menjaga jarak yang aman dari dosa mengijinkan kita mengetahui seberapa menyeramkan dosa itu. Anda baru saaja belajar betapa kuat musuh yang dikalahkan dalam pertarungan, bukan dengan menyerah kepadanya. Jika pengetahuan dan pengalaman adalah kunci kebahagiaan dan moralitas maka kita akan menjadi orang yang paling saleh yang pernah hidup.

Penderitaan Tuhan kita begitu menakutkan karena Ia tidak berdosa. Berdosa terhadap sesuatu yang tidak terbatas membawa rasa bersalah yang tidak terbatas, tapi selagi Ia berada di salib Ia meminta agar orang yang menyalibkannya diampuni. Melalui dosa, kita juga merupakan pihak yang sama dalam Penderitaan Kristus. Kita memiliki kesempatan yang sama untuk dimaafkan. Hanya Sakramen Tobat yang memungkinkan kita dimaafkan di waktu kita “mengalami” terlalu banyak [dosa]

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk 23:43)
Perkataan Tuhan kita yang kedua adalah respon terhadap pencuri yang baik yang kata-katanya kita ucapkan saat Misa : Ingatlah aku Tuhan, ketika Engkau akan datang dalam kerajaan-Mu. Ketika kamu membandingkan pencuri yang baik dan yang buruk kamu menemukan bahwa perbedaan diantara mereka adalah pada kehendaknya. Seseorang mengenali ketidakadilan penyaliban Kristus dan meminta untuk diampuni; dan yang lain menghina dan menghujat Tuhan kita. Pencuri yang baik menerima keadilan dari situasinya dan dihadiahi pada hari itu.

Setiap orang memiliki salib yang harus dibawa, dan ketika ia membawanya kita disempurnakan di mata Allah. Kita tidak seharusnya memikirkan penderitaan kita sebagai hukuman karena hal ini diberikan kepada kita untuk sebuah alasan. Bahkan Maria, yang diciptakan bebas dari dosa asal, mengalami penderitaan terbesar. Tragedi di dunia ini bukan berarti ada penderitaan, tapi bahwa penderitaan sering disia-siakan.


Bila kita menerima salib unik yang kita bawa maka kita akan diperlakukan seperti orang-orang kerajaan di surga. Pencuri yang baik hanya menemukan keselamatannya karena ia berada di kayu salib. Alasan mengapa kita cenderung menjadi kristen yang biasa-biasa saja adalah karena kita menolak Allah menggunakan kita dengan cara yang Ia perlukan. Ketika Perawan Maria mendengar suara malaikat agung Gabriel, ia tidak bertanya apa yang harus dilakukan; ia berkata ia akan mengijinkan Allah melakukan apa yang Allah perlu lakukan. Kita juga harus seperti tanah liat yang berada dalam tangan seorang seniman. Fulton Sheen berkata bahwa kehidupan kita terdiri dari dua hal : kewajiban aktif dan situasi pasif. Yang pertama berada dalam kendali kita dan harus dilakukan dalam nama Allah. Kita tidak dijadikan sempurna dengan mengetahui kehendak Allah, tapi oleh tunduk kepada kehendak-Nya.

“Ibu, inilah, anakmu!” dan “Inilah ibumu!” (Yoh 19:26-27)
Ketika seseorang berkata kepadamu, “Kamu memiliki kehidupanmu sendiri”, ingatlah bahwa kamu hidup dengan orang lain di sisimu. Sebagai seorang kristen, kasih terhadap sesama tidak terpisahkan dari kasih kepada Allah. Nilai sebuah hubungan ditunjukkan dalam perkataan Yesus yang ketiga. Tragedi penderitaan menyatukan keluarga Kristus seperti tragedi yang berlanjut untuk menyatukan orang-orang sekarang ini. Selagi Tuhan kita berada di salib Ia menyatukan ibu-Nya dengan semua orang kristen.

Dengan menyebut Ibu-Nya dengan “wanita” Ia membedakan ibu-Nya dari sekedar menjadi Ibu-Nya sendiri dan memberikan ia kepada kita semua. Malam sebelumnya, Tuhan kita menghendaki tubuh-Nya diberikan kepada kita pada Perjamuan Terakhir. Di kaki salib Ia menghendaki Ibu-Nya diberikan pada kita juga. Selama 33 tahun Maria melihat Allah dalam Kristus dan sejak saat ini ia melihat Kristus dalam semua orang kristen. Dan seperti ibu yang melahirkan seorang anak, ia menjadi ibu kemuanusiaan dalam penderitaan dan kesakitan. Ini bukan tindakan yang merugikan kepada Kristus untuk menghormati Ibu-Nya. Seperti Kristus yang dibentuk oleh Ibu-Nya, jadi kita juga harus dibentuk olehnya. Hanya ia yang membesarkan Kristus bisa membesarkan seorang Kristen.

“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mrk 15:34)
Budaya kita sekarang diserbu dengan meningkatnya masalah adiksi/kecanduan. Sejumlah orang berjuang dengan alkoholisme, pornografi dan kekerasan. Ada banyak penderitaan dunia dalam keputusasaan. Perasaan diabaikan dapat kita ucapkan sama seperti kata-kata Tuhan di salib, tapi perkataan-Nya memiliki makna yang berbeda. Perkataan keempat Tuhan kita datang dari baris pertama Mazmur 21. Inilah mazmur yang mengatakan,”mereka dapat menghitung semua tulangku dan dan mereka membuang undi atas jubahku”. Bagian pertama dari mazmur ini adalah tentang penderitaan, dan bagian selanjutnya adalah tentang pengharapan. Mazmur ini berakhir dengan pengakuan bahwa apapun yang terjadi, kita diyakinkan akan kemenangan terhada musuh-musuh kita.

Tidak ada waktu yang lebih gelap bagi Yesus selain Penyaliban-Nya, namun Ia mempercayai Bapa-Nya meskipun akan terlihat bertentangan bahwa hal-hal akan berakhir dengan baik. Ia tidak diabaikan atau dilupakan tapi Ia harus menderita sebelum mengklaim hadiah-Nya. Sama seperti tidak ada pesta tanpa persiapan dan tidak ada keberhasilan tanpa kegagalan, tidak akan dada makam kosong tanpa salib. Bagi pribadi yang memiliki pengharapan, tidak ada tantangan yang tidak bisa diatasi. Bagi pribadi yang putus asa, hanya ada kegelapan. Kita harus berdoa dalam keyakinan bahwa setiap doa kita akan dijawab, bahkan ketika jawabannya adalah tidak, kita harus ingat bahwa jawaban itu berasal dari kasih Bapa.

“Aku haus!” (Yoh 19:28)
Perkataan  Kristus yang kelima menggemakan Yesaya 55 : 1, “Datanglah, kamu semua yang haus.” Apakah kita mengakuinya atau tidak, setiap orang memiliki rasa haus akan Allah. Setiap orang menginginkan sesuatu yang lebih dalam dan mencari yang lebih tinggi. Selagi Tuhan juga berada di kayu salib, Ia berkata bahwa hal tersebut bekerja dengan dua cara. Allah juga berada dalam perjalanan mencari jiwa-jiwa kita : Ia adalah Pencari Jiwa dari surga. Kita cenderung menginginkan Allah, tapi kita menginginkan bukti sebelum kita percaya kepada Allah yang tampaknya jauh dari kita. Kita gagal menyadari bahwa kitalah yang memberi jarak kepada Allah dan bukan Ia yang tetap menjauh dari kita, karena Ia mencari kita seperti gembala yang mencari domba yang hilang.

Ada banyak orang yang membenci Allah dan Gereja-Nya yang tampaknya tidak bisa memisahkan diri dari pengaruhnya. Orang-orang ini harus didoakan karena mereka seperti St. Paulus yang belum bertobat. Mereka dapat melakukan kejahatan yang besar tapi penolakan mereka untuk mengabaikan Allah bisa menjadi sumber kembalinya mereka kepada Allah. Meskipun mereka memberi alasan untuk membenci Gereja, merekalah yang paling mungkin menyadari bahwa masalahnya sungguh ada dalam diri mereka dan tidak ada hubungannya dengan Allah. Kesadaran akan dosa mereka menciptakan kekosongan yang hanya bisa diisi oleh rahmat. Allah haus bagi jiwa-jiwa bahkan pendosa yang terburuk, dan sementara tidak ada satupun yang pantas mendapatkan Allah, setiap orang bisa menerima-Nya.

 “Sudah selesai” (Yoh 19:30)
Ekspresi yang digunakan Tuhan kita bisa ditemukan dalam tiga tempat di Kitab Suci. Pertama ditemukan dalam Kejadian setelah penciptaan, kedua dalam pewahyuan di akhir zaman, dan ketiga dietmukan disini ketika Ia berada di salib. Maksudnya adalah apa yang telah dilakukan sekarang disempurnakan dan bagi Kristus ini menandai berakhirnya waktu-Nya. Selama pernikahan di Kana Yesus menyebutkan waktu-Nya. Ia memberitahu ibu-Nya bahwa waktu-Nya belum tiba; belum waktunya untuk memulai misi-Nya. Karena waktu-Nya, yang berakhir selama tiga tahun, akan menjadi waktu penyangkalan diri, penderitaan dan kematian. Bagi kita juga sama.

Banyak orang frustrasi dalam kehidupan mereka karena mereka telah menolak salib. Bukannya mengejar ketidakterikatan dalam kehidupan mereka, mereka memenuhi hidupnya dengan benda-benda duniawi. Bukannya menemui misteri agama, mereka menemui misteri pembunuhan di televisi. Mereka mengkritik orang-orang dan agama untuk alasan yang mereka rendahkan sendiri. Mereka penuh dengan dirinya sendiri, namun dikalahkan karena persepsi-diri tidak bisa ada tanpa penyangkalan-diri. Kita harus menggunakan secara aktif “waktu” kita untuk memperbaiki kehidupan kita sebagai orang kristen bila kita berharap menemukan kebahagiaan. Hanya dalam menyerahkan diri kepada Kristus kita bisa menerima rahmat-Nya.

“Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” (Luk 23:46)
Tuhan kita mengucapkan kata terakhir ini dengan suara yang besar, karena Ia akan menemui ajal-Nya. Bukannya menunggu kematian untuk menjemput-Nya, Ia menggunakan kebebasan-Nya yang sempurna dan memilih untuk mati. Ada dua jenis kebebasan. Ada kebebasan dari sesuatu dan kebebasan utnuk sesuatu. Seseorang lebih menyukai kebebasan jenis pertama karena lebih mudah dilakukan. Kebebasan dari sayuran, kebebasan dari penindasan. Kebebasan jenis kedua lebih sulit karena mengimplikasikan tanggung jawab yang sering menjadi beban. Kebebasan untuk memilih, kebebasan untuk berubah. Untuk memahami hakekat tertinggi dari jenis kebebasan ini kita harus melihat Kristus di salib.

Hanya ada tiga hal yang bisa kita lakukan dengan kebebasan kita. Kita bisa mengarahkannya dengan egois kepada diri kita, kita bisa memisahkannya diantara ribuan hal yang tidak penting, atau kita bisa menyerahkannya kepada Allah. Pilihan pertama adalah pilihan yang paling merusak karena ketika kita percaya kita bebas untuk bertindak buruk seperti yang kita pilih, kita menjadi budak dari kecanduan kita. Seperti yang dikatakan Fulton Sheen, “kebebasan yang tak terikat menuntun pada tirani yang tak terikat”. Kebebasan yang tidak terkendali akan selalu menuntun seseorang pada perbudakan. Alternatif kedua bisa ditemukan dalam diri orang yang tidak memiliki arah tujuan.

Keinginan mereka berubah tanpa ada perubahan batin dalam jiwa, dan mereka tidak sanggup memilih diantara banyak ketertarikan dan godaan dalam hidup. Tapi ada harapan karena ada pencarian. Mereka yang merasa hampa bisa dipenuhi, tapi orang-orang yang dimabukkan oleh ego mereka tidak memiliki ruang bagi Allah.

Pilihan terakhir adalah menyerahkan diri anda kepada Allah dan kehendak-Nya. Hanya ketika andamenggantikan “aku” anda bisa menemukan kebebasan yang sempurna yang Kristus miliki selagi Ia menghembuskan nafas terakhir-Nya. Ini adalah Kurban pemberian-diri Nya yang memungkinkan Kebangkitan. (Sumber: luxveritatis7.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin