Sumber foto: Whatsapp RB. Eko (Ketua Wilayah Santo Laurensius, Paroki St. Paulus Depok) |
Peringatan Hari Perkawinan Sedunia
dirayakan setiap tahunnya pada Minggu ke-2 bulan Februari. Hari
Perkawinan Sedunia adalah program yang diawali di Amerikat Serikat pada
1981, oleh beberapa pasangan suami-istri yang mendesak walikota,
gubernur, dan uskup untuk menyatakan Hari Valentine sebagai “Hari kami
percaya pada perkawinan”. Perayaan ini mengalami sukses besar. Gagasan
ini kemudian diangkat oleh Pemimpin Nasional Marriage Encounter (ME)
Seluruh Dunia menjadi program ME. Tahun 1983, nama itu diubah menjadi
“Hari Perkawinan Sedunia” yang dirayakan pada hari Minggu ke-2 dalam
bulan Februari. Tahun 1993, Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II memberikan
restu apostolisnya pada Hari Perkawinan Sedunia.
Jadi, memang Misa Hari Perkawinan
Sedunia bukanlah program resmi Gereja universal, tetapi lebih merupakan
prakarsa dari kelompok ME. Tetapi, Misa itu biasanya terbuka untuk semua
pasutri, bukan khusus untuk para anggota ME. Namun demikian, pemimpin
Gereja telah memberikan restunya. Itulah sebabnya, pengadaan Hari
Perkawinan Sedunia tidak serentak di semua kota atau keuskupan dan bisa
memberi kesan seolah Misa Hari Perkawinan Sedunia merupakan program
paroki atau kota yang bersangkutan. Baik jika pemimpin Gereja lokal
mengangkat Hari Perkawinan Sedunia ini menjadi program untuk semua
paroki, sehingga Misa Hari Perkawinan Sedunia bisa diadakan serentak di
semua paroki atau di semua kota dalam wilayah Gerejawinya.
Tujuan dari Hari Perkawinan Sedunia ialah untuk “menghormati suami dan istri sebagai kepala keluarga, yaitu unit basis dari masyarakat”. Perayaan ini juga hendak menjunjung tinggi keindahan kesetiaan pasutri, pengorbanan dan kegembiraan dalam hidup perkawinan setiap hari. Artinya, pasutri diajak untuk menyadari dan menghangatkan kembali kesatuan hati di antara mereka dan menyadari peran penting mereka memelihara kesatuan dalam keluarga.
Motto Hari Perkawinan Sedunia yang
digunakan secara tetap adalah “Cintailah satu sama lain” (Yoh 15:12).
Motto ini sederhana tetapi menantang pasutri, yaitu menunjukkan apa yang
dikehendaki Allah Bapa di surga tentang bagaimana kita seharusnya
menghayati hidup ini.
Simbol Hari Perkawinan Sedunia adalah
dua lilin yang melambang suami-istri. Ini mengingatkan kita bahwa hidup
perkawinan merupakan panggilan untuk menerangi dunia. Kedua lilin itu
disatukan oleh sebuah hati. Artinya, cinta kasih merupakan kekuatan yang
menggalakkan kesatuan di antara pasutri dan melahirkan kemampuan untuk
menjadi pemberi hidup dan inspirasi kepada orang lain untuk berbuah dan
bersatu.
Perayaan Hari Perkawinan Sedunia
hendaknya tidak menjadi perayaan eksklusif pasutri, tetapi merupakan
perayaan seluruh umat, termasuk anak-anak, mereka yang masih single, juga para rohaniwan/wati, termasuk para imam. Semoga nilai luhur perkawinan makin dijunjung tinggi.
Peringatan Hari Perkawinan Sedunia tahun 2017 ini bertema “Keluarga Bersukacita karena Iman, Harapan, dan Kasih”.
Tujuan dari perayaan dengan tema ini
ingin mengajak Pasangan Suami Istri dan seluruh keluarga untuk
menyadari dan menghangatkan kembali kesatuan hati dan cinta dalam
keluarga. Pasangan Suami Istri diharapkan semakin menyadari peran
penting mereka memelihara kesatuan dalam keluarga dan menjadi unit
basis dari masyarakat. Perayaan ini juga hendak menjunjung tinggi
keindahan kesetiaan pasangan suami istri, pengorbanan dan
kegembiraan dalam hidup perkawinan.
Untuk lingkup Keuskupan Bogor, perayaan Hari Perkawinan Sedunia akan diselenggarakan pada:
Minggu, 12 Februari 2017
Waktu : 08.00-14.00 di Paroki Keluarga Kudus, Cibinong
Untuk umat Paroki St. Joannes Baptista
yang sudah mendaftar ke Seksi Kerasulan Keluarga, Bapak Sumardi,
diharapkan dapat berkumpul setelah perayaan ekaristi Mingu (05/02) untuk
membicarakan persiapan keberangkatan.* (dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin