Senin, 13 Februari 2017

Keuskupan Bogor Selenggarakan Hari Perkawinan Sedunia 2017

Sumber foto: Whatsapp RB. Eko (Ketua Wilayah Santo Laurensius, Paroki St. Paulus Depok)
Peringatan Hari Perkawinan Sedunia dirayakan setiap tahunnya pada Minggu ke-2 bulan Februari. Hari Perkawinan Sedunia adalah program yang diawali di Amerikat Serikat pada 1981, oleh beberapa pasangan suami-istri yang mendesak walikota, gubernur, dan uskup untuk menyatakan Hari Valentine sebagai “Hari kami percaya pada perkawinan”. Perayaan ini mengalami sukses besar. Gagasan ini kemudian diangkat oleh Pemimpin Nasional Marriage Encounter (ME) Seluruh Dunia menjadi program ME. Tahun 1983, nama itu diubah menjadi “Hari Perkawinan Sedunia” yang dirayakan pada hari Minggu ke-2 dalam bulan Februari. Tahun 1993, Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II memberikan restu apostolisnya pada Hari Perkawinan Sedunia.

Jadi, memang Misa Hari Perkawinan Sedunia bukanlah program resmi Gereja universal, tetapi lebih merupakan prakarsa dari kelompok ME. Tetapi, Misa itu biasanya terbuka untuk semua pasutri, bukan khusus untuk para anggota ME. Namun demikian, pemimpin Gereja telah memberikan restunya. Itulah sebabnya, pengadaan Hari Perkawinan Sedunia tidak serentak di semua kota atau keuskupan dan bisa memberi kesan seolah Misa Hari Perkawinan Sedunia merupakan program paroki atau kota yang bersangkutan. Baik jika pemimpin Gereja lokal mengangkat Hari Perkawinan Sedunia ini menjadi program untuk semua paroki, sehingga Misa Hari Perkawinan Sedunia bisa diadakan serentak di semua paroki atau di semua kota dalam wilayah Gerejawinya.


Tujuan dari Hari Perkawinan Sedunia ialah untuk “menghormati suami dan istri sebagai kepala keluarga, yaitu unit basis dari masyarakat”. Perayaan ini juga hendak menjunjung tinggi keindahan kesetiaan pasutri, pengorbanan dan kegembiraan dalam hidup perkawinan setiap hari. Artinya, pasutri diajak untuk menyadari dan menghangatkan kembali kesatuan hati di antara mereka dan menyadari peran penting mereka memelihara kesatuan dalam keluarga.

Motto Hari Perkawinan Sedunia yang digunakan secara tetap adalah “Cintailah satu sama lain” (Yoh 15:12). Motto ini sederhana tetapi menantang pasutri, yaitu menunjukkan apa yang dikehendaki Allah Bapa di surga tentang bagaimana kita seharusnya menghayati hidup ini.

Simbol Hari Perkawinan Sedunia adalah dua lilin yang melambang suami-istri. Ini mengingatkan kita bahwa hidup perkawinan merupakan panggilan untuk menerangi dunia. Kedua lilin itu disatukan oleh sebuah hati. Artinya, cinta kasih merupakan kekuatan yang menggalakkan kesatuan di antara pasutri dan melahirkan kemampuan untuk menjadi pemberi hidup dan inspirasi kepada orang lain untuk berbuah dan bersatu.

Perayaan Hari Perkawinan Sedunia hendaknya tidak menjadi perayaan eksklusif pasutri, tetapi merupakan perayaan seluruh umat, termasuk anak-anak, mereka yang masih single, juga para rohaniwan/wati, termasuk para imam. Semoga nilai luhur perkawinan makin dijunjung tinggi.

Peringatan Hari Perkawinan Sedunia tahun 2017 ini bertema “Keluarga Bersukacita karena Iman, Harapan, dan Kasih”.

Tujuan dari perayaan dengan tema ini ingin  mengajak  Pasangan  Suami  Istri  dan seluruh  keluarga  untuk  menyadari  dan menghangatkan  kembali  kesatuan  hati  dan cinta  dalam  keluarga.  Pasangan  Suami  Istri diharapkan semakin menyadari peran penting mereka memelihara kesatuan  dalam keluarga dan menjadi unit basis dari masyarakat.  Perayaan  ini juga  hendak  menjunjung tinggi keindahan  kesetiaan pasangan   suami   istri, pengorbanan dan kegembiraan  dalam  hidup perkawinan.

Untuk lingkup Keuskupan Bogor, perayaan Hari Perkawinan Sedunia akan diselenggarakan pada:
Minggu, 12 Februari 2017
Waktu : 08.00-14.00 di Paroki Keluarga Kudus, Cibinong

Untuk umat Paroki St. Joannes Baptista yang sudah mendaftar ke Seksi Kerasulan Keluarga, Bapak Sumardi, diharapkan dapat berkumpul setelah perayaan ekaristi Mingu (05/02) untuk membicarakan persiapan keberangkatan.* (dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin