Senin, 13 Februari 2017

Sejarah Hari Perkawinan Sedunia (World Marriage Day)

Iman Katolik
Ide agar ada perayaan perkawinan secara khusus, bermula di kota Baton Roug, ibukota dari negara bagian Lousiana, Amerika Serikat, pada tahun 1981.

Pada tahun itu beberapa pasangan suami istri ME pergi menghadap walikota, gubernur, serta Uskup kota Baton Roug. Mereka meminta agar valentine day dirayakan sebagai hari “Kami Percaya Terhadap Perkawinan” (“We Believe in Marriage” Day).

Walikota, Gubernur dan Uskup kota Baton Roug menyetujui permintaan itu. Oleh sebab itu, terjadilah hari valentine day pada tahun itu, dirayakan sebagai hari perkawinan.

Pada perayaan itu, acara-acara “kasih sayang” ala orang muda yang biasa dilakukan pada pesta valentine day, diganti dengan acara-acara perkawinan ala pasutri. Salah satunya, dalam perayaan ekaristi, para pasutri mengucapkan tujuh ikrar mengenai keyakinannya dalam perkawinan.


Dalam ikrar tersebut para pasutri berjanji untuk melaksanakan dan menghormati keyakinan-keyakinan utama yang dianutnya dalam perkawinan.
Pernyataan-pernyatan tersebut sebagai berikut:
  • Kami percaya bahwa semua orang, tanpa memandang umur, perkembangan, penampilan dan kemampuan, memiliki niali-nilai hidup yang abadi.
  • Kami percaya bahwa perkawinan adalah dasar dari kehidupan keluarga. Allah telah merencanakan bahwa perkawinan merupakan persatuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dalam kesatuan, suami dan istri berkomitmen untuk saling mencintai, saling memperhatikan sepanjang hidup.
  • Kami percaya bahwa anak-anak adalah karunia Tuhan. Mereka bertumbuh-kembang dalam rumah, dimana kedua orangtuanya berkomitmen untuk membesarkan dan mengasuh mereka dengan cinta dan perhatian.
  • Kami percaya bahwa seksualitas adalah karunia Tuhan sebagai ekspresi cinta; diberikan kepada suami istri, untuk secara eksklusif saling berbagi; dan berbahagia bersama.
  • Kami percaya bahwa orang kristen mempunyai tanggungjawab untuk mempromosikan kebenaran dan kebijakan sosial, yang meningkatkan kekuatan dan kesehatan keluarga; untuk mempertahankan peran yang tepat bagi pemerintah, gereja dan keluarga, sebagaimana yang direncanakan Tuhan.
  • Kami percaya bahwa orangtua harus memberi contoh sebagai model untuk anak-anak mereka, tentang kerendahan hati dalam mengikuti ajaran-ajaran dan semangat Yesus.
  • Akhirnya kami percaya bahwa maksud dari hidup kita adalah untuk mengetahui dan memuliakan Tuhan melalui hubungan yang otentik dengan PutraNya Yesus Kristus. Oleh karena hubungan itu, kita dapat berpegang teguh pada kebajikan, kebenaran, dan kehati-hatian, sehingga kata-kata dan perbuatan kita, menjadi sebagai kesaksian bagi masyarakat yang semakin rusak.
Perayaan hari “kami percaya terhadap perkawinan” itu, begitu sukses. Perayaan ini kemudian disampaikan kepada koordinator nasional ME Amerika Serikat. Mereka sangat antusias, lalu mengadopsi perayaan ini menjadi salah satu perayaan ME.

Makin tahun perayaan ini makin menyebar. Pada tahun 1982, 43 gubernur dari negara-negara bagian di Amerika Serikat, menerima dan mengumumkan secara resmi, perayaan hari “kami percaya terhadap perkawinan” menjadi fokus dalam perayaan valentine day, dinegara-negara bagian mereka.

Dengan itu pada tahun 1982, perayaan “kami percaya terhadap perkawinan” sudah dirayakan di 43 negara bagian di Amerika Serikat. Dan lebih menyenangkan lagi, bahwa perayaan yang sama itu dirayakan pula di pangkalan-pangkalan militer Amerika diluar negeri.

Pada tahun 1983, judul “kami percaya terhadap perkawinan” diubah menjadi  “Hari Perkawinan Sedunia” (World Marriage Day). Perayaan-perayaannya pun sudah lebih terstruktur.

Ditetapkan bahwa perayaan “World Marriage Day” dilakukan pada minggu kedua bulan Februari.
Sebagai motto dari “World Marriage Day” adalah
“cintailah satu sama lain” yang diambil dari injil Yohanes 15:12.
Sedangkan sebagai simbolnya adalah 2 lilin berbentuk manusia yang disatukan oleh sebuah gambar hati. Simbol lilin mengingatkan kita bahwa cinta perkawinan memanggil kita untuk membantu menerangi dunia. Pasangan disatukan oleh gambar hati berarti bahwa pasangan harus memusatkan pikiran dan hatinya pada cinta sebagai kekuatan yang mendorong persatuan pasangan dan melahirkan kemampuan untuk saling memberi hidup dan menginspirasi orang lain agar berhasil dan bersatu.

Tujuan dari hari perkawinan sedunia ialah untuk menghormati suami istri sebagai kepala keluarga, yaitu unit basis dari masyarakat. Perayaan ini juga hendak menjunjung tinggi keindahan kesetiaan pasutri, pengorbanan dan kegembiraan dalam hidup perkawinan setiap hari. Artinya, pasutri diajak untuk menyadari dan menghangatkan kembali kesatuan hati diantara mereka, dan menyadari peran penting mereka memelihara kesatuan dalam keluarga.

Pada tahun 1993, sepuluh tahun sesudah pergantian nama, Paus Yohanes Paulus II memberikan restu apostolik terhadap “World Marriage Day”. Dengan begitu, sejak saat itu perayaan “World Marriage Day” sudah menjadi perayaan-perayaan dalam Gereja Katolik hampir diseantero dunia, termasuk di Indonesia.
~ Rm Anton Konseng, Pr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin