Yang menonjol dari orang muda adalah
kekuatan relasi yang lintas batas dengan kekuatan media, dengan internet
dan sebagainya. Dengan kekuatan ini, segala perbedaan bukanlah ancaman
tetapi peluang, kata Delegatus Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung
Semarang (KAS).
Pastor
Heribertus Budi Purwantoro Pr berbicara dalam Temu Pastoral (Tepas)
Kevikepan Semarang bertema “Mengembangkan Pastoral Orang Muda yang
Bergairah di Tengah Masyarakat Multikultur.” “Indonesia adalah
multikultur. Yang khas Indonesia adalah kebhinekaan,” kata imam itu.
Dalam Tepas yang berlangsung di
Muntilan, 18-20 Januari 2017, Pastor Budi menegaskan bahwa peran OMK
tergantung keluasan pergaulan OMK. “Semakin orang muda mencintai
pergaulan lebih luas, lingkaran kepedulian mereka semakin banyak.
Semakin mereka berelasi, kepedulian mereka semakin muncul,” kata imam
itu.
Maka, imam itu merasa perlu adanya
desain strategis pendampingan sehingga OMK dengan formatio yang memiliki
jejaring lebih luas untuk peran lebih luas. Formatio OMK berbasis
paroki tetap harus dijalankan dengan memperhatikan fenomena yang sedang
berkembang, kata Pastor Budi yang melihat dua macam OMK, “yang banyak
berperan dalam Gereja dan yang bergaul di luar konteks Gereja dan
menyentuh urusan-urusan sosial kemasyarakatan.”
Mantan Ketua Komisi Kepemudaan KWI
Pastor Yohanes Dwi Harsanto Pr mengangkat perbedaan antara Mudika dan
OMK. “Mudika berada di teritorial, sedangkan OMK kategorial. Maksudnya,
OMK ada untuk memudahkan pendampingan, bahkan yang tidak pernah ke
gereja pun bisa terdampingi.”
Imam itu menegaskan kepada pastor paroki
dan aktivis paroki yang berkutat dalam pendampingan OMK bahwa orang
muda merindukan arti hidup. “Orang muda sekarang tak sedangkal yang
dipikirkan sebagian orang. Orang muda ingin tahu apa sebenarnya hidup
itu. Maka, mereka perlu didampingi, karena mereka sedang memasuki masa
terminal. Ini penting. Mereka perlu teman. Temannya adalah orang-orang
yang sudah punya pengalaman, kalau tidak, bisa keliru,” tegas imam itu.
Tokoh Islam dari Pusat Studi Agama dan Perdamaian, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Suhadi, yang juga pembicara mengajak OMK supaya membangun budaya damai, antara lain “membuka diri dan tidak hanya fokus pada diri atau kelompok sendiri.”
Dia juga mengajak peserta “mendorong
generasi muda agar membangun ruang dan interaksi langsung dalam
kemajemukan, mendiseminasikan pendidikan perdamaian bagi kaum muda,
menemukan kembali pengikat multikultur, mengaktivasi gerakan-gerakan
persaudaraan antaragama dalam arena meso dan mikro, dan mengaktivasi
gerakan-gerakan persaudaraan antaragama dalam arena makro, termasuk
advokasi kebijakan.”
Tepas itu dimaksudkan untuk mendalami
OMK dan multikulutur. Tema itu diangkat dalam rangka menyambut Asian
Youth Day yang akan digelar di KAS. Selain itu, Rencana Induk KAS
memberikan gambaran persiapan OMK dalam aneka peran lebih luas dalam
Gereja, menjadi pionir dan orang-orang yang sungguh-sungguh terlibat di
tengah masyarakat, seperti olah raga, karang taruna, atau pemeliharaan
alam semesta.
Apapun, tegas Administrator Diosesan KAS
Pastor FX Sukendar Pr, bisa dilibati oleh orang-orang muda kita “dengan
harapan, mereka menjadi pembawa kabar baik dan pewarta-pewarta pada
zamannya.”
Untuk itu, KAS mempersiapkan formatio
OMK secara matang. “Kita membuat rancangan formatio mulai dari
anak-anak, remaja, sampai mereka semua siap melayani Gereja, hadir
membawa warta Gereja ini,” kata Pastor Sukendar.
Selain Kevikepan Semarang, Tepas akan juga digelar untuk Kevikepan Yogyakarta, Kevikepan Surakarta dan Kevikepan Kedu.(penakatolik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin