Rabu, 22 Februari 2017

Waspadai Pelaku Human Traffiking Komcab Pringsewu Adakan Seminar

Faktor ekonomi menjadi salah satu peluang pelaku human trafficking (perdagangan manusia) mendapatkan korban.  Alih-alih membantu menyalurkan pekerjaan yang layak sebagai cara pelaku masuk ke kehidupan calon korban.

Namun kenyataan pekerjaan yang didapat tidak sesuai harapan. Demikian hal yang perlu diwaspadai masyarakat dalam kehidupan sehari-hari supaya tidak menjadi korban human trafficking. Khususnya pemuda dan pemudi yang potensial menjadi korban.

Ketua Pemuda Katolik Komisariat Cabang (Komcab) Pringsewu R Didik Budiawan C mengatakan, bila wawasan terkait human trafficking penting diketahui oleh pemuda. Sehingga sosialisasi atas perkara tersebut perlu diberikan.

Sebab, pembekalan berkaitan human trafficking setidaknya dapat mengantisipasi sejak dini  agar kejadian serupa tidak menimpa pemuda.  Apa lagi, pemuda dalam usia yang belia biasanya tidak berpikir panjang dalam mengambil keputusan.

Labilnya tingkat emosi pemuda membuat keputusan yang diambil secara singkat. Ditambah dengan minimnya pengetahuan yang memperparah kondisi tersebut.  Sehingga Pemuda Katolik Komcab Pringsewu bekerjasama dengan JPIC FSGM menyelenggarakan seminar human trafficking.

Koordinator JPIC (Justice, Peace, Integrity of Creation) FSGM, Sr Katarina mengatakan, tindak pidana perdagangan orang itu melalui proses pengrekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan manusia.

Sedangkan cara yang dilakukan dengan penipuan dan pemalsuan. Lebih ekstrim lagi dengan melalui ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk lain pemaksaan seperti penculikkan.

Sementara tujuannya semata-mata untuk eksploitasi, meliputi eksploitasi prostitusi terhadap orang lain atau bentuk lain eksploitasi seksual lainnya. Juga eksploitasi kerja atau layanan paksa, perbudakan, dan pengambilan organ tubuh.

Katarina menuturkan, korban perdagangan orang bukan hanya perempuan. Melainkan juga laki-laki. Namun, lebih banyak korban adalah perempuan dan anak. Menurut dia, itu karena kondisi sosial politik dan budaya patriarki, serta diskriminasi gender.

Pemahaman bahwa perempuan dan anak tidak boleh menolak, sehingga mudah dipaksa untuk bekerja apa saja. Tubuh perempuan dan anak kerap kali dijadikan obyek  sehingga menjadi sasaran eksploitasi.

Katarina mengungkapkan berbagai hal yang dapat mendorong terjadinya human trafficking.

Sempitnya lapangan kerja di daerah asal menjadi salah satu faktor mendorong terjadinya human trafficking. Ditambah lagi dengan sektor kerja formal yang sempit terutama bagi perempuan.

Kurangnya akses informasi mengenai kesempatan kerja dan prosedur kerja yang resmi, terutama ke luar negeri juga mendukung terjadinya perdagangan orang. Juga, akses pendidikkan yang tidak setara bagi anak perempuan dan laki-laki.

Faktor pendorong tersebut diperparah dengan lemahnya penegakkan hukum oleh aparat hukum. Serta, kebijakan dan kapasitas pemerintah yang kurang kuat untuk melindungi mereka,  pekerja migrant.

Sedangkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tujuan menjadi faktor penariknya human traficking. Penarik lainnya, seperti tingginya tingkat permintaan tenaga kerja dari luar daerah/wilayah dan tawaran gaji yang tinggi di daerah penerima.

Dalam seminar yang diselenggarakan Minggu (22/1) di Aula TK Fransiskus Pringsewu juga ditunjukkan contoh human trafficking. Baik itu yang ada di dalam negeri, maupun luar negeri dengan korbannya TKI.

Artinya dengan adanya contoh kasus tersebut, human trafficking memang benar-benar terjadi.  Oleh karena itu lah, kita harus benar-benar waspada dan lebih hati-hati supaya tidak menjadi korban, pesan Ketua Pemuda Katolik Komcab Pringsewu R Didik Budiawan C.

Setidaknya, tambah dia, pengetahuan terkait human trafficking tidak bermanfaat hanya untuk diri peserta seminar. Melainkan juga untuk lingkungan sekitar peserta. Yaitu dengan cara membagikan pemahaman tersebut supaya bisa meminimalisirnya.

Paling tidak, bisa melapor atau memberi informasi kepada lembaga yang konsen menangani kasus human trafficking, bila mengetahui di sekitarnya ada korban. Sebab, kebiasaan korban berada di lokasi yang terbatas sehingga sulit untuk mencari pertolongan. (www.pemudakatolik.or.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin