JAKARTA - Pembangunan Gereja Santa Carla didemo massa karena dianggap status quo.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menegaskan, pembangunan Gereja Santa
Carla hanya bisa dihentikan atas perintah hukum. Rahmat juga meminta
masyarakat untuk dapat menghormati perbedaan keyakinan satu sama
lainnya.
"Yang pertama kalau rumah ibadah kebutuhan nyata warga,
dalam peraturan menteri pasal 13 ayat 1 itu ada bahwa membangun rumah
ibadah itu adalah kebutuhan nyata. Di Bekasi Utara itu ada 33.000
Nasrani mohon maaf non Muslim, Katolik ada 7.000. Nah berarti belum ada
gereja Katolik, karena kebutuhan nyata," ujar Rahmat Effendi seperti dilansir detikcom, Senin (27/3/2017).
Pembangunan
Gereja Santa Carla lanjut Effendi, telah melewati proses musyawarah
yang panjang. Bahkan dalam Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), proses
itu telah dikembalikan kepada masyarakat.
"Biar yakin betul. Dan
proses itu bukan pemerintah saja, ada FKUB (Forum Kerukunan umat
Beragama), Kemenag, RT dan RW. Kalau ada provokasi bahwa gereja itu
bukan di wilayah RT atau RW, itu masih ada di satu kelurahan di situ.
Jemaatnya ada 200, yang mengizinkan ada 64 orang. Kalau dibilang
pemalsuan, ya tinggal panggil yang mengizinkannya, betul enggak ada
pemalsuan. Lalu katanya gereja terbesar, luasnya saja cuma 6.500 meter
bangunan 1.500, ya kita ini pemerintah harus transparan enggak ada yang
ditutupi. Enggak ada yang dimanipulasi karena ini kebutuhan nyata di
Bekasi, ada 34 ribu Non muslim dari 2,4 juta (data BPS). Jadi kalau
dibilang pemalsuan, dekat dengan lingkungan, apa ada persoalan bangun
gereja atau masjid di dekat lingkungan? aturanya mana? dan itu ada di
luar lingkungan," paparnya.
Sebagaimana diketahui dalam aksi demo
Jumat (24/3) lalu, masa yang datang meminta pembangunan gereja itu
dihentikan, karena telah ada kesepakatan dengan Pemkot Bekasi. Namun
secara ketentuan hukum, kesepakatan itu tidak bisa menghentikan
pembangunan gereja.
"Coba tanya ke praktisi hukum, kesepakatan
itu bisa mengalahkan keputusan hukum tidak ? kecuali ada perintah
pengadilan, keputusan sela bahwa IMB ditangguhkan. Kalau cuma
menyatakan, jangankan Wali kota, Presiden pun tidak akan bisa, itu
produk hukum negara. Kita belum IMB, itu masih Surat izin Persetujuan
Mendirikan Pembangunan (SIPMB), jadi belum izin Mendirikan Bangunan
(IMB), itu baru keluar kalau sudah 60 persen. Jadi tidak bisa kalau
dianggap status quo, kecuali produknya belum keluar, loh ini produk
sudah keluar. Mereka demo itukan setelah SIPMB dikeluarkan, jadi kalau
bilang ilegal, itu resmi nggak ada yang bisa nyetop itu," papar Effendi.
Effendi
pun mengingatkan jika masa terus melakukan demo terhadap pembangunan
Gereja Santa Carla tersebut. Hal itu sama saja telah melakukan
pelanggaran terhadap hak orang lain.
"Mereka melanggar hak orang
lain loh, nah enggak boleh ditolerin. Saya tidak bela rumah ibadah
tertentu, tetapi saya sebagai kepala daerah harus 'khoiru ummur
Auwsatuha', saya harus berdiri di semua golongan, berdiri di semua
umat," paparnya.
Effendi mengatakan sejauh ini tidak ada gugatan
ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap pembangunan gereja
tersebut. Ia pun tidak mau mencabut izin pembangunan gereja sebelum ada
putusan dari pengadilan.
"Jadi saya bukan tidak mau cabut, karena
apa-apa. Tetapi saya hanya tunduk perintah hukum, kalau ditemukan
sekarang ini ada pemalsuan ya laporkan saja polisi, ada (pelanggaran)
administrasi ya silakan ke PTUN saja. Pemerintah memberikan hak hukum
kepada masyarakat. Sehingga kota yang multi etnik ini, yang plural ini
sama-sama menghormati (perbedaan keyakinan) satu sama dengan lain,"
pungkasnya.
Sebelumnya, sekelompok massa mendatangi Gereja Santa
Carla di Jalan Teluk Pucung, Bekasi Utara, Jumat (27/3). Mereka meminta
pembangunan gereja dihentikan, dengan alasan ada status quo. Sempat
terjadi kericuhan antara masa dengan polisi yang melakukan pengamanan
Gereja Santa Carla. Kericuhan itu membuat jatuh korban, baik dari masa
pendemo dan polisi.
_________________________________
Darius Leka,SH/ Sumber: www.detik.com/ Foto: adit-detikcom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin