JAKARTA - “Tuhan kita adalah Tuhan yang menyelamatkan dengan
tinggal dan berjuang dalam suka duka hidup kita, begitu pula kita mengikuti Dia
bukan dengan menjauh, tetapi dengan berjuang dalam suka-duka kondisi politik
kita dewasa ini.” (Mgr. Ignatius Suharyo)
Kalau ditanya, apa sumbangan hierarki bagi orang Katolik
yang terjun dalam bidang politik? Jawabannya, memberikan etika politik yang
sesuai dengan AJARAN SOSIAL GEREJA. Nota Pastoral Konferensi Waligereja
Indonesia bulan November tahun 2003 membahas keadilan sosial bagi semua dari
segi politik dengan mempertimbangkan kenyataan sosial-politik di Indonesia. KWI
menyampaikan beberapa prinsip etika politik sebagai berikut:
Hormat Terhadap Martabat Manusia
Prinsip ini menegaskan bahwa manusia mempunyai nilai
dalam dirinya sendiri dan tak pernah boleh diperalat. Bukankah manusia
diciptakan menurut citra Allah, diperbarui oleh Yesus Kristus yang dengan karya
penebusan-Nya mengangkat manusia menjadi anak Allah? Istilah SDM (Sumber Daya
manusia) yang sering digunakan tidak boleh mengabaikan kebenaran bahwa nilai
manusia tak hanya terletak dalam kegunaannya. Martabat manusia Indonesia harus
dihargai sepenuhnya dan tak boleh diperalat untuk tujuan apapun, termasuk
tujuan politik.
Kebebasan
Keadilan merupakan keutamaan yang membuat manusia sanggup
memberikan kepada setiap orang atau pihak lain apa yang merupakan haknya.
Dewasa ini, perjuangan untuk memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi semakin
mendesak untuk dikedepankan, demikian juga perjuangan untuk melaksanakan fungsi
sosial modal bagi kesejahteraan bersama. Mendesak juga penggunaan modal untuk
pengembangan sektor ekonomi riil, sambil menemukan cara-cara ajar judi ekonomi
dalam bentuk spekulasi keuangan dikontrol untuk mendukung bertumbuh dan
berkembangnya wirausaha-wirausaha kecil dan menengah, menciptakan lembaga dan
hukum-hukum yang adil. Yang tidak kalah mendesak adalah penegakan hukum.
Solidaritas
Menjalankan prinsip subsidiaritas berarti menghargai
kemampuan setiap manusia, baik pribadi maupun kelompok untuk mengutamakan usahanya
sendiri, sementara pihak yang lebih kuat siap membantu seperlunya. Apabila
kelompok yang lebih kecil dengan kemampuan dan sarana yang dimiliki bisa
menyelesaikan masalah yang dihadapi, kelompok yang lebih besar atau
pemerintah/negara tidak perlu campur tangan. Dalam keadaan kita sekarang,
hubungan subsidier berarti menciptakan relasi baru antara pusat dan daerah
dalam hal pembagian tanggung jawab dan wewenang, hubungan kemitraan dan
kesetaraan antara pemerintah, organisasi-organisasi sosial dan warga negara,
kerja sama serasi antara pemerintah dan swasta. Kecenderungan etatisme yang
menonjol dalam Rencana Undang-Undang yang disebarkan di masyarakat dan
Undang-Undang yang disahkan oleh DPR RI akhir-akhir ini berlawanan dengan
prinsip subsidiaritas ini.
Fairness
Dalam sistem demokrasi, kedaulatan rakyat berada di
tangan rakyat. Demokrasi sebagai sistem tidak hanya menyangkut hidup
kenegaraan, melainkan juga hidup ekonomi, sosial, dan kultural. Dalam arti itu,
demokrasi dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian kehidupan bersama yang
paling mencerminkan kehendak umum dengan tekanan pada peran serta, perwakilan,
dan tanggung jawab.
Demokrasi tidak dengan sendirinya menghasilkan apa yang
diharapkan. Di Indonesia, salah satu badan yang paling terlibat dalam
pelaksanaan demokrasi ialah DPR RI dan DPRD. Sesudah Pemilihan Umum 2004,
muncul lembaga baru, yaitu DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Ternyata
lembaga-lembaga itu kurang berfungsi dalam mewakili kepentingan masyarakat
luas, bahkan dalam banyak hal justru menghambat tercapainya tujuan demokrasi.
Dalam masyarakat kita, tampak kecenderungan meminggirkan kelompok-kelompok
minoritas dengan alasan-alasan yang kurang terpuji. Keputusan yang menyangkut
semua warga negara diambil sekedar atas suara mayoritas, dengan mengabaikan
pertimbangan-pertimbangan yang mendasar, matang, dan berjangka panjang.
Tanggung Jawab
Singkatnya, konsep politik menurut ajaran Gereja Katolik
itu lugas dan sederhana, hanya 2 kata, yaitu “kesejahteraan umum” (common good,
atau bahasa Latin-nya bonum commune). Politik menurut Gereja Katolik adalah
memperjuangkan terwujudnya kesejahteraan bersama itu.
Melihat situasi sekarang ini, banyak orang Katolik lalu
justru menjauh dan tidak mau terlibat. Padahal, panggilan Kristiani adalah
persis terjun ke dalam kondisi carut-marut ini dan memperjuangkan sekuat tenaga
agenda kesejahteraan umum itu. Tuhan kita adalah Tuhan yang menyelamatkan
dengan tinggal dan berjuang dalam suka duka hidup kita, begitu pula kita
mengikuti Dia bukan dengan menjauh, tetapi dengan berjuang dalam suka-duka
kondisi politik kita dewasa ini.
Mgr. Ignatius Suharyo.
(Uskup Agung Jakarta)
____________________________________
Sumber: The Catholic Way: Kekatolikan dan Keindonesiaan
Kita/ Foto: Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin