Menurut pengamat sentimen agama digunakan sebagai senjata pamungkas karena dari sisi program tidak bisa mengalahkan Ahok.
Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan gubernur petahana ini berada di belakang lawannya Anies Baswedan menjelang pemilihan gubernur Jakarta putaran kedua 19 April mendatang.
Jajak pendapat Lingkaran Survei Indonesia menunjukkan yang memilih Ahok 40 persen, sementara saingannya Anies Rasyid Baswedan, yang juga didukung oleh kelompok garis keras, memimpin dengan 49 persen.
Sedangkan Lembaga Survei Indonesia, pemilih Ahok pada 39,7 persen, dan Anies pada 46,3 persen.
Bonar Tigor Naipospos, wakil direktur Setara Institute untuk Demokrasi dan Perdamaian mengatakan penurunan dukungan untuk Ahok terutama disebabkan politisasi agama yang telah mengambil suara masyarakat akar rumput sejak Ahok muncul sebagai pemenang pada pemilu 15 Februari lalu.
Menurut Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Ahok memenangkan 42,9 persen suara, sementara Anies 39,9 persen.
“Pemanfaatan agama adalah satu-satunya cara menyaingi dan mengalahkan Ahok, karena kebijakan Gubernur selama masa jabatan pertamanya sangat populer dikalangan warga Jakarta,” katanya.
Menurut Tigor, ini sebuah anomali. Meskipun 65 persen publik yang puas dengan dia, mereka tidak ingin dia kembali memegang jabatan periode kedua hanya karena ia adalah seorang non-Muslim.
Usep Ahyar, seorang analis politik dari Populi Center mengatakan pengaruh yang kuat dari isu-isu agama tidak boleh dianggap remeh, karena menunjukkan nada intimidasi yang digunakan umat Islam untuk tidak memilih Ahok.
“Banyak orang yang kehilangan kebebasan mereka untuk membuat pilihan. Mereka diancam oleh rasa takut untuk melawan taktik yang digunakan oleh para pemimpin agama dan kelompok-kelompok tertentu melawan Ahok,” katanya.
Agama dijual murah
Hal ini dapat kita lihat dukungan untuk Anies makin intensif dalam beberapa minggu terakhir. Taktik yang digunakan misalnya larangan untuk menyolatkan jenazah bagi Muslim yang terbukti memilih pemimpin kafir atau penghujat.
Pada tanggal 11 Maret, beberapa Muslim menghina Djarot Saiful Hidayat, menyebut dia seorang “kafir” dan melarangnya memasuki sebuah masjid di Jakarta Timur.
Sebuah kampanye online di internet juga telah menyebarkan pesan yang mengatakan bahwa mereka yang memilih gubernur Non-Muslim tidak akan masuk surga.
Serangan soal agama terhadap Ahok berlangsung sejak akhir tahun lalu ketika Ahok dituduh menghina agama Islam. Saat ini Ahok sedang diadili dan jika terbukti menista agama Islam ia bisa mendekam di penjara.
Pastor Yohanes Kristoforus Tara, seorang imam Fransiskan yang bekerja untuk komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (JPIC OFM), menggambarkan pengggunaan agama untuk meraih kekuasaan sebagai bentuk paling vulgar dari politik sektarian.
Dia mengecam secara khusus larangan menyolatkan jenazah di masjid.
Ia meminta agar agama dikembalikan pada esensinya, dan membiarkan agama membawa pembebasan bagi pemeluknya, serta mengembalikan tempat ibadah untuk kesucian, dan membiarkan orang mati dengan bebas menghadap Tuhan.
Ahmad Syiafii Maarif, seorang muslim moderat yang terkenal, mengutuk taktik yang digunakan dalam pemilihan di Jakarta dan mengatakan agama telah dijual dengan harga murah.
“Sangat disayangkan bahwa orang semacam ini ada di negara kita,” katanya.
Taufik Basari, salah satu tim kampanye Ahok mengakui bahwa pemicu sentimen agama telah menempatkan mereka dalam situasi yang sulit.
“Tapi kami memastikan bahwa makin banyak orang yang sadar bahwa [ketegangan agama] memberikan dampak negatif pada negara kita,” katanya.
Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan gubernur petahana ini berada di belakang lawannya Anies Baswedan menjelang pemilihan gubernur Jakarta putaran kedua 19 April mendatang.
Jajak pendapat Lingkaran Survei Indonesia menunjukkan yang memilih Ahok 40 persen, sementara saingannya Anies Rasyid Baswedan, yang juga didukung oleh kelompok garis keras, memimpin dengan 49 persen.
Sedangkan Lembaga Survei Indonesia, pemilih Ahok pada 39,7 persen, dan Anies pada 46,3 persen.
Bonar Tigor Naipospos, wakil direktur Setara Institute untuk Demokrasi dan Perdamaian mengatakan penurunan dukungan untuk Ahok terutama disebabkan politisasi agama yang telah mengambil suara masyarakat akar rumput sejak Ahok muncul sebagai pemenang pada pemilu 15 Februari lalu.
Menurut Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Ahok memenangkan 42,9 persen suara, sementara Anies 39,9 persen.
“Pemanfaatan agama adalah satu-satunya cara menyaingi dan mengalahkan Ahok, karena kebijakan Gubernur selama masa jabatan pertamanya sangat populer dikalangan warga Jakarta,” katanya.
Menurut Tigor, ini sebuah anomali. Meskipun 65 persen publik yang puas dengan dia, mereka tidak ingin dia kembali memegang jabatan periode kedua hanya karena ia adalah seorang non-Muslim.
Usep Ahyar, seorang analis politik dari Populi Center mengatakan pengaruh yang kuat dari isu-isu agama tidak boleh dianggap remeh, karena menunjukkan nada intimidasi yang digunakan umat Islam untuk tidak memilih Ahok.
“Banyak orang yang kehilangan kebebasan mereka untuk membuat pilihan. Mereka diancam oleh rasa takut untuk melawan taktik yang digunakan oleh para pemimpin agama dan kelompok-kelompok tertentu melawan Ahok,” katanya.
Agama dijual murah
Hal ini dapat kita lihat dukungan untuk Anies makin intensif dalam beberapa minggu terakhir. Taktik yang digunakan misalnya larangan untuk menyolatkan jenazah bagi Muslim yang terbukti memilih pemimpin kafir atau penghujat.
Pada tanggal 11 Maret, beberapa Muslim menghina Djarot Saiful Hidayat, menyebut dia seorang “kafir” dan melarangnya memasuki sebuah masjid di Jakarta Timur.
Sebuah kampanye online di internet juga telah menyebarkan pesan yang mengatakan bahwa mereka yang memilih gubernur Non-Muslim tidak akan masuk surga.
Serangan soal agama terhadap Ahok berlangsung sejak akhir tahun lalu ketika Ahok dituduh menghina agama Islam. Saat ini Ahok sedang diadili dan jika terbukti menista agama Islam ia bisa mendekam di penjara.
Pastor Yohanes Kristoforus Tara, seorang imam Fransiskan yang bekerja untuk komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (JPIC OFM), menggambarkan pengggunaan agama untuk meraih kekuasaan sebagai bentuk paling vulgar dari politik sektarian.
Dia mengecam secara khusus larangan menyolatkan jenazah di masjid.
Ia meminta agar agama dikembalikan pada esensinya, dan membiarkan agama membawa pembebasan bagi pemeluknya, serta mengembalikan tempat ibadah untuk kesucian, dan membiarkan orang mati dengan bebas menghadap Tuhan.
Ahmad Syiafii Maarif, seorang muslim moderat yang terkenal, mengutuk taktik yang digunakan dalam pemilihan di Jakarta dan mengatakan agama telah dijual dengan harga murah.
“Sangat disayangkan bahwa orang semacam ini ada di negara kita,” katanya.
Taufik Basari, salah satu tim kampanye Ahok mengakui bahwa pemicu sentimen agama telah menempatkan mereka dalam situasi yang sulit.
“Tapi kami memastikan bahwa makin banyak orang yang sadar bahwa [ketegangan agama] memberikan dampak negatif pada negara kita,” katanya.
___________________________
Darius/ Foto: Istimewa/ Sumber: ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin