JAYAPURA - Uskup Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar, OFM mengatakan pembangunan patung Yesus yang direncanakan pemerintah Propinsi Papua tidak terlalu perlu saat ini.
Hal itu disampaikan Uskup Leo menanggapi pernyatan kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua, Djuli Mambaya yang mengatakan pemerintah propinsi Papua akan membangun patung Yesus dengan dana sekitar Rp300- 500 miliar.
Menurut Mambaya, pembangunan patung itu akan dimulai pada 2018 yang mencakup pelepasan lahan enam hektar, pembangunan landasan dan museumnya. Patung itu rencananya akan memiliki tinggi sekitar 73 meter.
“Kita harap semua tepat waktu,”ungkap Mambaya.
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan patung Yesus itu akan lebih tinggi dari Patung Liberty di New York dan Patung Yesus di Rio Jeneiro, Brasil.
“Kita perlu perencanaan lebih matang. Anggaranya perlu dihitung ulang patung ini betul-betul menjadi simbol kekristenan,”ujarnya kepada jurnalis di Jayapura.
Dari sekitar 3.2 juta penduduk Papua, penganut Prostestan mencapai sekitar 65 persen, Katolik 18 persen, dan Muslim 15 persen.
Menurut Uskup Leo, ada hal-hal yang lebih mendesak yang perlu menjadi prioritas pembangunan pemerintah.
“Persoalan pendidikan, kesehatan dan ekonomi umat ini belum tuntas. Pemerintah harus memperhatikan pembedayaan ekonomi dulu baru memikirkan hal simbolik itu,”tegasnya.
Yan Kristian Warinusi tokoh jemaat Gereja Kristen Injili di Papua mengatakan pembangunan patung itu tidak akan memberikan dampak positif bagi kekristenan di Papua.
Pemrintah propinsi Papua mestinya belajar dulu dari patung Yesus di Pulau Mansinam, Papua Barat, yang menjadi ikon dan simbol permulaan evangelisasi di Papua.
“Orang ramai di sana pada 5 Februari untuk merayakan hari Injil masuk di Papua. Orang foto-foto, posting di media sosial kemudian lupa,”ujarnya.
Pemerintah mestinya mengalihkan anggaran itu ke lembaga agama atau gereja yang ada agar bermanfaat dalam pegembangan iman umat, kata Yan.
Menurut Pastor Yulianus Bidau Mote, ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Jayapura, lokasi pembangunan patung itu berada di depan kantor gubernur Papua dan katedral keuskupan Jayapura, yang direncanakan juga akan menjadi ikon di sana.
“Kalau orang masuk ke dengan kapal langsung akan lihat patung lebih dulu dan berikutnya gedung Gereja Katedral Kristus Raja,” kata Pastor Yulianus.
Mama Yuliana Woi, pedangang asli Papua yang hari-hari berjualan sayuran di kota Jayapura menilai pembangunan Patung Yesus itu boleh-boleh saja. Akan tetapi pemerintah harus juga memperhatikan kehidupan orang asli Papua.
“Mama-mama saja masih berjulan di pinggir jalan ini, trotoar dan depan tokoh (emperan toko). Pemerintah mestinya bangun tempat yang layak di semua titik untuk mama-mama dulu,”ungkap mama Yuliana.
“Kalau tidak perhatikan nasib kami, patung dengan anggaran besar itu tidak ada gunannya. Orang tidak akan peduli dengan patung itu karena mama ini pikir merubah nasib dengan berjualan sayur,”ujarnya.
Sumber: www.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin