JAKARTA- Dua hari yang lalu, Rabu (12/7), Satuan Narkoba Polres Singkawang merilis kinerja jajarannya. Tak sebombastis pengungkapan 1 ton sabu oleh Polda Metro Jaya memang. Polres Singkawang mengungkap 17 kasus narkoba sejak Januari-Juni 2017 dengan menangkap 23 tersangka.
Lantas apa yang menarik dari rilis Satnarkoba Polres Singkawang? Bukankah masyarakat kita sudah biasa menyakasikan di televisi, mendengar di radio atau membaca lewat koran dan online seputar pengungkapan kasus-kasus narkotika?
Ternyata 2 dari 23 tersangka adalah anak-anak yang masih dikategorikan di bawah umur. Sebuah fenomena yang membuat kita seharusnya sadar betapa narkoba telah begitu merusak ke seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang usia. Anak-anak di bawah umur tidak lagi hanya sebatas pemakai namun juga sebatas pengedar.
Negara terasa alfa? Badan Narkotika Nasional pernah merilis angka mencengangkan dimana 5 juta dari 250 juta penduduk Inonesia menjadi pelaku penyalahgunaan narkoba. Dan dari 5 juta tersebut 63 persen pengguna narkotika adalah usia 15-24 tahun. Bahkan angka pengguna narkoba dari kalangan anak dan remaja setiap tahun terus meningkat.
Pada tahun 2011 disebutkan siswa SMP pengguna napza berjumlah 1.345 orang. Tahun 2012 naik menjadi 1.424 orang, sedangkan pengguna baru pada Januari-Februari 2013 tercatat 262 orang. Di kalangan SMA, pada 2011 tercatat 3.187 orang, tahun berikutnya menjadi 3.410 orang. Adapun kasus baru tahun 2013 tercatat 519 orang. Diperkirakan jumlah pengguna narkotika usia anak mencapai 14.000 jiwa dan berada di rentang usia 12-21 tahun.
Sementara itu, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengenai keterlibatan anak sebagai pengedar meningkat 300 persen setiap tahun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. jumlah pengedar narkoba anak mulai dari tahun 2012 sebanyak 17 anak, tahun 2013 sebanyak 31 anak, tahun 2014 ada 42 anak.
Eksploitasi Anak
Kabid Humas BNN Kombes Sulistiandriatmoko kepada Validnews, Kamis (13/7) mengakui Memorandum of Understanding (MoU) dengan KPAI sejauh ini memang belum efektif menghentikan keterlibatan anak dalam narkotika, apakah sebagai pengguna maupun sebagai pengedar. Menurutnya tidak cukup hanya mengandalkan MoU melainkan juga keterlibatan dari kelembagaan lingkungan pendidikan dan rumah tangga yang secara aktif mereka ikut melakukan pengawasan.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada validnews melihat perjanjian kerjasama tersebut tidak menyelesaikan masalah. Belum ada pembinaan terhadap orang dewasa disekitar anak-anak. Buatnya, permasalahan ada di rumah-rumah tangga yang sudah semakin mengenal narkoba.
Arist pun mengungkap bahwa eksploitasi anak-anak tidak hanya dilakukan oleh bandar narkoba tetapi juga oleh keluarga dan orang tua mereka sendiri.
“Ada modus baru bahwa anak itu dijadikan sebuah strategi dalam pemasaran narkoba.” ujar Arist Merdeka Sirait.
Celah hukum undang-undang peradilan anak dimanfaatkan oleh bandar untuk menjadikan anak-anak sebagai kurir narkoba. Pasalnya anak-anak yang berhadapan dengan hokum dikenai hukuman yang berbeda dengan orang dewasa seperti diatur dalam UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Diversi atau pengalihan proses peradilan pidana seharusnya menjadi upaya utama dalam menangani kasus anak yang tertangkap sebagai kurir. Sedangkan untuk usia dibawah 12 tahun tidak bisa dijerat dan dikembalikan ke orang tua.
“Ini adalah tantangan tersendiri bagi undang-undang sistem peradilan pidana anak.” kata Arist.
Mantan Komisioner KPAI dan pemerhati anak, Erlinda juga mengkonfirmasi hal tersebut. Ia mengatakan kasus anak yang terlibat narkoba biasanya ada peran orang dewasa yang mengkondisikan.
“Tidak mungkin sekali anak tersebut tiba-tiba menjadi kurir. Anak itu dapat darimana barangnya kalau tidak dari orang dewasa?” ujar Erlinda pada validnews.
Belum lagi ketika telah melalui proses hukum seringkali anak dikembalikan ke keluarganya tanpa pengawasan. Padahal, menurut Erlinda, anak yang menjadi kurir disebabkan oleh orang dewasa di sekitarnya. Pengawasan juga dilakukan agar dapat menjebak penyedia narkoba yang mungkin masih mengontak anak tersebut.
Sosialisasi dan edukasi seperti pemilihan duta anti narkoba dikalangan anak menurut Erlinda penting karena teman sebaya biasanya lebih didengar. Selain itu terdapat juga satgas-satgas ditingkat RT/RW.
__________________________
Sumber: www.validnews.co/ Foto ilustrasi: intisari.grid.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin