Selasa, 04 Juli 2017

Provinsial OFM Indonesia RP Dr. Adrianus Sunarko OFM Diangkat Jadi Uskup Keuskupan Pangkalpinang

JAKARTA - Paus Fransiskus telah menunjuk Provinsial OFM Indonesia, Pastor Adrianus Sunarko OFM sebagai uskup baru Pangkalpinang, menggantikan mendiang Mgr Hilarius Moa Nurak SVD yang meninggal pada bulan April tahun lalu.

Penunjukkan tersebut diumumkan pada Rabu, 28 Juni oleh Mgr Yohanes Harun Yuwono, Uskup Tanjungkarang yang juga menjabat sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Pangkalpinang.

Uskup terpilih Sunarko adalah seorang Jawa, tapi lahir di Merauke, Papua pada 7 Desember 1966. Ia mengenyam pendidikan seminari menengah di Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah.

Dia ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 8 Juli 1995 dan kemudian bertugas sebagai pastor kapelan di Paroki Hati Kudus Kramat, Jakarta.

Pada tahun 1996, ia belajar teologi di Universitas Albert-Ludwig, Freiburg, Jerman dan meraih gelar dokter. Sejak tahun 2002, beliau menjabat sebagai dosen teologi dogmatik di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta.

Ia juga selalu menjadi pembicara dalam berbagai seminar.

Pada tahun 2007, ia terpilih menjadi wakil provinsial OFM. Dua tahun kemudian, ia menjadi provinsial setelah Provinsial OFM kala itu yang kini menjadi Uskup Bogor, Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM diangkat menjadi anggota defenitor OFM di Roma.

Pada proses pemilihan provinsial periode berikutnya, Sunarko kembali terpilih. Ia menempati jabatan tersebut hingga namanya dipilih Paus Fransiskus sebagai uskup.

Pada 2014, ia juga terpilih sebagai ketua Konferensi Pemimpin Tinggi Tarekat Religius (Koptari) se-Indonesia.

Kakak dari Sunarko juga seorang imam, yakni Romo Laurentius Sutadi, yang kini menjadi Vikaris Jenderal di Keuskupan Ketapang.

Pastor Vinsensius Darmin Mbula OFM, Ketua Majelis Nasional  Pendidikan Katolik (MNPK) menyebut Sunarko sebagai sosok yang rendah hati.

“Dia orang yang sederhana, sabar, tenang dan bersahaja,” katanya.

Pastor Justinus Sudarminta SJ, dosen di Driyarkara mengatakan, Uskup terpilih Sunarko adalah seorang teolog yang cerdas dan baik.

“Driyarkara kehilangan dosen yang berkualitas,” katanya.

Sementara itu, Pastor Ferdinandus Supandri SX, mantan muridnya mengatakan,”Sudah lama saya menunggu kabar baik ini dan ternyata kemudian bisa terealisasi. Dia layak menjadi uskup,” katanya.

Pangkalpinang merupakan ibu kota Provinsi Bangka-Belitung. Dan keuskupan Pangkalpinang meliputi provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau. Keuskupan tersebut memiliki sekitar 58.000 umat Katolik dari berbagai suku.

Dosen cerdas
Dengan terpilihnya beliau sebagai uskup (28/06/2017), Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta tentu akan kehilangan satu dosen cerdas ini. Bagaimana tidak? Ia mengampu mata kuliah-mata kuliah kunci untuk program ilmu teologi di sekolah tinggi tersebut.

Di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, ada dua program ilmu yang diterapkan yakni program ilmu filsafat dan program ilmu teologi. Dosen-dosen yang mengajar di sekolah tinggi ini tak diragukan lagi kualitasnya. Salah satu dosennya adalah Dr. Adrianus Sunarko OFM.

Di kampus tersebut ia lebih dikenal dengan sapaan Romo Narko. Matakuliah-matakuliah penting yang diampunya adalah Teologi Keselamatan, Teologi Dasar: Wahyu dan Iman, Kristologi, Trinitas, Sakramen Tobat, Kristologi dan Trinitas: Kontekstual, Sekularisasi menurut Charles Taylor, Sakramen Inisiasi I dan II, Pengantar dan Metode Penelitian Teologi.

Dosen yang adalah lulusan Universitas Albert-Ludwig Freiburg Jerman itu pun pernah menulis beberapa buku penting dalam ilmu teologi. Salah satu buku karangan nya adalah “Teologi Kontekstual”.

Dari bukunya itu, kita bisa mengenal sosok beliau yang cerdas dan kontekstual. Bagaimana sekilas info mengenai buku nya itu?

Di dalam bukunya itu, ia menjelaskan perbedaan dua ungkapan penting dalam dunia teologi,
‘Teologia negativa’ dan ‘Orthopraksis’. Menurutnya, refleksi teologi yang berputar pada teori belaka tanpa daya transformasi karena jauh dari realitas kehidupan adalah bahaya dari ‘orthopraksis’.

Sementara itu, ‘teologia negativa’ membawa kebenaran bahwa Allah akan selalu lebih besar daripada segala konsep dan teori yang manusia miliki dan kuasai sebagai makhluk terbatas.

Selanjutnya, teologia negativa tidak boleh dimengerti sedemikian mutlak sehingga pembicaraan kita tentang Allah tidak mengandung kebenaran sedikit pun. Kalau demikian, ke dalam kata Allah kita dapat menerapkan segala macam atribut.

“Gambaran kita tentang Allah dapat menjadi kabur dan kalau demikian Allah dapat digunakan dengan semena-mena untuk membenarkan berbagai tindakan kita, bahkan kalau itu berupa kekerasan seperti ditunjukan para pelaku bom bunuh diri.” (pp.vii-viii)

Bagi mereka yang pernah belajar teologi, refleksi teologis seperti itu sungguh luar biasa. Romo Narko menyederhanakan ilmu teologi yang terkesan idealistik dan abstrak menjadi teologi yang turun ke “akar-akar” kehidupan manusia.

Semoga Romo Narko menjadi gembala yang baik di misi yang diemban kepadanya oleh ibu Gereja. Harapannya, apa yang ia ajarkan di STF Driyarkara secara kontekstual itu dapat diterapkan di keuskupan Pangkalpinang nantinya.

__________________________
Sumber: www.amorpost.com/www.indonesia.ucanews.com/ Foto: Darius AR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin