Rabu, 02 Maret 2011

Ketika Kejahatan Dibalas Dengan…….

Sang Raja Damai...
Pak Wibowo, seorang guru desa, sedang berbicara kepada orang banyak. Tibatiba seorang pemuda melemparkan kentang mengenai kepalanya. Orang-orang terdiam. Kemudian Pak Wibowo memungut kentang itu dan beranjak pergi. Beberapa bulan kemudian, ia mengunjungi rumah pemuda itu. Setelah mengetuk pintu, Pak Wibowo menyodorkan sebuah karung sambil berkata, “Beberapa waktu lalu Anda melemparkan kentang. Saya memungutnya dan menanamnya. Saya kemari ingin berterima kasih dan membagi hasil panennya dengan Anda.” Mata ganti mata, gigi ganti gigi memang merupakan produk hukum dari Perjanjian Lama.

Dan hukum itu sekarang disempurnkan oleh Yesus dengan hukum kasih. Hukum kasih sangat bertentangan dengan segala hukum bersifat balas-membalas. Yesus tidak menghendaki kejahatan dibalas dengan kejahatan, tetapi kejahatan harus dibalas dengan kebaikan. Kejahatan merupakan akibat dosa manusia yang tidak bisa dikendalikan. Gambaran tentang dosa makin hari makin tidak terkendali. Gambaran dosa sebagai melawan Allah tidak membuat bergeming untuk berubah. Dosa terus mengalir makin deras, di mana rasa tentang dosa tidak lagi ada. Kata hati sudah mati. Padahal sering dikatakan bahwa kata (suara) hati adalah suara Tuhan. Kini kata hati telah diganti suara iblis, karena teriakan iblis di dalam hati kita makin keras pula. Coba lihat saja! Orang yang bersuara paling keras biasanya yang mendapat perhatian, sementara suara yang lemah walau suara itu benar tidak akan didengar.

Kita bisa menyaksikan hal ini dalam kehidupan keseharian kita. Ungkapan “berilah pipi kiri kepada orang yang menampar pipi kanan” adalah sebuah kiasan. Maknanya, Tuhan Yesus menginginkan para pengikut-Nya menghindari sikap “mata ganti mata”; tetapi membalas kejahatan dengan kebaikan, kebencian dengan kasih, sumpah serapah dengan berkat. Balas dendam hanya akan memicu hal-hal buruk lainnya. Seumpama mata rantai, keburukan harus “diputus” dengan kebaikan.

Baik jika kita membuang niat untuk membalas kepada orang yang menyakiti kita. Tetaplah berupaya menciptakan kebaikan seperti yang dilakukan Pak Wibowo. Sikap ini jauh lebih mendatangkan berkat dan sukacita. Jika sekiranya kita mau mendengarkan suara hati kita yang masih murni, maka kita juga masih mendengar suara Tuhan. Janganlah puaskan hatimu dengan kemarahan diganti dengan kemarahan. Jadikan kemarahan menjadi perdamaian. Ingatlah akan doa Santo Fransiskus Asisi, “jadikan aku pembawa damai”. (DAR-Komsos)

“AIR SUSU DIBALAS AIR TUBA ITU TINDAKAN PENGECUT, AIR TUBA DIBALAS AIR SUSU ITU TINDAKAN KRISTIANI”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin