Oleh: P. Yan Ladju, OFM |
Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus
adalah sebuah perayaan yang istimewa dan penting karena intinya adalah : merayakan
Tuhan yang hadir secara nyata dalam Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi, Tuhan
sungguh hadir : Ia dapat dilihat, diraba dan dapat dirasakan dengan seluruh panca
indra kita dalam wujud roti dan anggur yang dikonsekrir di atas altar melalui
tangan imam. Roti dan Anggur menjadi lambang kehadiran Tuhan, karena ia sendiri
bersabda : “terimalah, … inilah Tubuh-Ku, … inilah Darah-Ku, … yang diserahkan
bagimu … demi pengampunan dosa … lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku …”
(Lihat : Mat. 26:26-28 ; Luk. 23 :19-20 ; Mrk. 14:22-24). Jadi, Ekaristi adalah
mengenang sekaligus mengulang perjamuan Tuhan, sesuai dengan pesan Yesus sendiri.
Artinya, dalam Ekaristi Tuhan sekali lagi memberikan diri-Nya, melanjutkan
pengorbanan-Nya di salib. Maka sakramen Ekaristi sering juga disebut dengan
nama-nama seperti : sakramen altar, sakramen cintakasih, atau korban misa.
Tetapi sakramen Ekaristi juga “sakramen Puncak”. Artinya, puncak perjumpaan
antara Allah dan manusia. Dalam Ekaristi Tuhan merendah dan memberikan diri-Nya
kepada manusia, dan manusia (yang menyambut komuni) menerima Tuhan sendiri.
Karena “peristiwa perjumpaan yang
Agung” itulah, di banyak paroki (seperti di St. Paulus ini), Hari Raya Tubuh
dan Darah Tuhan dipilih sebagai hari yang cocok untuk perayaan Komuni Pertama.
Menurut St. Fransiskus Asisi,
menerima komuni adalah momen yang sangat penting dan sangat mulia sebab menyambut
berarti bersatu dengan Tuhan. Tuhan yang mahatinggi sudi merendahkan diri untuk
mempersatukan kita dengan diri-Nya. Kita diangkat ke tingkat ilahi, dan yang
ilahi “berdiam” di dalam diri kita. Kita disucikan dan menjadi “tempat
kediaman” Allah. Menurut Fransiskus, melalui Ekaristi Allah Putera tidak hanya
lahir di Betlehem tetapi juga lahir kembali dalam diri kita. Dalam Ekaristi,
Yesus tidak hanya mengorbankan diri-Nya di salib tetapi juga di atas altar, dan
melalui tangan imam, menyerahkan diri-Nya agar kita hidup. Itulah kebahagiaan
orang kristen : bahagia karena boleh bersatu dengan Tuhan, dan boleh menerima
Tuhan. Peristiwa persatuan seperti ini, hanya terjadi pada sakramen Ekaristi,
dan tidak pada sakramen-sakramen lain. Juga tidak ada dalam agama-agama lain.
Berdasarkan ajaran tentang
Ekaristi seperti dijelaskan di atas, maka beberapa hal berikut patut kita
perhatikan :
Pertama, agar sebelum “misa”
perlu persiapan batin yang pantas. Sebelum ke Gereja perlu mempersiapkan hati
dan pikiran, agar bersiap-siap menerima Tuhan. Juga persiapan dekat, waktu mulai
misa : sejak doa “saya mengaku …dst … hingga menjelang komuni, waktu mengucapkan
“…ya Tuhan saya tidak pantas …dst …”. Dengan demikian, kita menyambut Tuhan dengan
hati yang sopan.
Kedua, setelah komuni dan habis
misa : setelah menyambut, bersikap penuh hormat dan syukur atas Tuhan yang
hadir. Maka perlu mengucapkan doa syukur sesudah komuni. Sesudah selesai misa
juga begitu. Biar pun imam sudah berkata “misa sudah selesai, pulanglah dalam damai
Tuhan”, kita masih perlu mengucapkan doa pribadi sejenak ; jangan cepat-cepat
keluar dari gereja.
Ketiga, Komuni sebagai bekal
hidup : menyambut komuni adalah menerima Tuhan, dan menerima Tuhan berarti
menerima bekal hidup. Karena itu, sangat dianjurkan agar kita sering menerima
Komuni, kalau dapat, setiap hari sebab kalau ingin agar Tuhan hadir dalam diri
kita, sering menerima komuni berarti semakin akrab dengan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin