Oleh: P. Alex Lanur, OFM |
Dalam
pada itu hamba Allah yang suci (yakni St. Fransiskus dari Asisi) itu telah
berganti jubah dan memperbaiki Gereja San Damiano. Ia lalu pergi ke tempat lain
di dekat kota Asisi. Di sana dia mulai membangun kembali Gereja kecil St.
Petrus yang bobrok dan nyaris roboh. Permulaan yang baik itu tidak
dihentikannya, sampai dia menyelesaikan semuanya.
Dari
sana dia lalu pergi ke tempat yang dinamakan Portiuncula. Di sana ada Gereja
St. Perawan Maria Bunda Allah, yang sudah lama didirikan, tetapi sekarang telah
ditinggalkan dan tidak dihiraukan seorang pun. Ketika hamba Allah yang suci itu
melihat betapa rusaknya Gereja itu, maka ibalah hatinya, sebab bernyala-nyala
baktinya kepada Bunda segala kebaikan; dan ia mulai menetap di situ (1 Cel 21;
bdk. LegMaj II. 28).
Bangunan Persekutuan Para
Saudara
Di
sana telah dibangun Gereja untuk Santa-Perawan-Bunda, yang karena kerendahan
hatinya yang khas patut menjadi kepala segala orang Kudus sesudah Puteranya. Di
sana ordo saudara dina mendapat awalnya. Ketika jumlahnya berlipat ganda di
sana pun sebagai fundamen yang kokoh kuat berdirilah bangunan megah persekutuan
mereka. Tempat ini dicintai oleh Sang Santo di atas semua lainnya; dan
saudara-saudaranya disuruhnya menjunjung tinggi ini dengan penghormatan khusus.
Dan ia pun menghendaki supaya tempat ini selalu dipelihara baik-baik sebagai
cermin ordo dalam hal kerendahan hati dan kemiskinan tertinggi (2 Cel 18).
Dua
ceritera yang singkat di atas bermaksud menunjukkan betapa St. Fransiskus dari
Asisi sangat menghormati dan mencintai Santa-Perawan-Bunda. Di tempat yang lain
dia merincikannya dengan mengatakan “Fiman Bapa itu yang begitu luhur, begitu
kudus dan mulia telah disampaikan dari surga oleh Bapa yang Mahatinggi, dengan
perantaraan Gabriel malaikat-Nya yang kudus, ke dalam kandungan Perawan Maria
yang kudus dan mulia. Dari kandungannya, Firman itu telah menerima daging
sejati kemanusiaan dan kerapuhan kita. Dia sekali pun kaya melampaui
segala-galanya, mau memilih kemiskinan di dunia ini bersama Bunda-Nya, Perawan
yang amat berbahagia” (2 SurBerim 4-5). Artinya persetujuan Bunda Maria
memungkinkan Sabda menjadi daging dan mendamaikan kita kembali dengan Allah.
Dan hal itu terjadi dengan “mengosongkan dirinya sendiri dan mengambil rupa
seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai
manusia ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib” (Flp 2: 7-8).
Dia
juga menghormati dan mencintai Santa-Perawan-Bunda karena Bunda Maria “dipilih
oleh Bapa yang Maha Kudus di surga dan dikuduskan oleh Dia bersama dengan
Putera terkasih-Nya yang Maha Kudus serta Roh Kudus Penghibur” (Sal Mar 2).
Dengan demikian berkat kesetiaannya dia menjadi tempat kediaman Allah Tritunggal
yang Maha Kudus. Dan sebagai tempat kediaman Allah Tritunggal Yang Maha Kudus
itu Bunda Maria menjadi contoh dan teladan bagi St. Fransiskus sendiri, bagi
para saudaranya serta bagi semua orang beriman. Diharapkan bahwa mereka menjadi
orang-orang yang percaya serta setia kepada Allah seperti yang diwujudnyatakan
oleh Bunda Maria sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin