Bertepatan dengan hari
lahirnya FAO (Food and Agriculture Organization) setiap tanggal 16 Oktober,
dunia memperingati Hari Pangan Sedunia (World Food Day). Di Indonesi sejak
tahun 1982 Konfrensi Wali Gereja Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam
setiap kegiatan Hari Pangan Sedunia baik ditingkat nasional maupun ditingkat
Keuskupan.
Tujuannya jelas yaitu agar
Gereja Katolik turut serta mengemban amanat untuk membangun kesadaran iman yang
membentuk prilaku manusia untuk menghargai kehidupan. Cara yang ditempuh adalah
dengan mengupaya ketahanan dan kecukupan makanan sehat. Tugas dan amanat dari
Hari Pangan Sedunia, yaitu adanya pola baru dalam mengembangakan HPS sebagai
sebuah gerakan kehidupan.
Keuskupan Bogor dalam
menyambut HPS 2012 mengangkat tema Membangun Kecukupan Pangan Bagi Semua “Gereja
Sebagai Komunitas Berbagi Pangan”. Harapannya agar Gereja sebagai komunitas
berbagi pangan bisa dikembangkan di kelompok-kelompok basis, lingkungan,
wilayah, stasi dan paroki. Dalam konteks kategorial, Gereja sebagai komunitas
berbagi pangan dapat juga dikembangkan di sekolah-sekolah, komunitas-komunitas
religius, dan organisasi kemasyarakatan. Solidaritas, subsidiaritas dan
kemandirian menjadi semangat dasar yang harus ada dan dihidupi kalau Gereja
mengarahkannya sebagai komunitas berbagi pangan.
Hormat dan Hargailah Pangan
Dengan tujuan dan semangat
yang sama di paroki kita dalam merayakan Hari Pangan Sedunia telah menjadi
kegiatan rutin. Seperti dalam kegiatan HPS tahun 2012, sejak pagi sesudah misa
pukul 06.00 WIB mulai mempersiapkan menu-menu makanan tradisional di halaman
gereja. Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) St. Paulus-Depok menjadi ujung
tombak dan dikoordinir oleh Seksi PSE.
“Satu biji beras para petani
harus menunggunya hingga 6 bulan, ketika jadi nasi dalam waktu sekejap habis.
Bagaimana jadinya jika para petani berdemo untuk tidak menanam padi serta tidak
memproduksi makanan tradisional lainya seperti ubi, talas, singkong, dan
lain-lain? Tentu kita yang tinggal di kota besar seperti Jakarta akan
kerepotan. Untuk itu di Hari Pangan Sedunia saya mengajak untuk hormat dan
menghargai pangan”. Selain itu mari kita doakan para petani untuk tetap setia
pada profesinya. Demikian kata Pastor Tauchen Hotlan Girsang,OFM dalam misa
Hari Pangan Sedunia yang didampingi Pastor Urbanus Kopong Ratu, OFM di Gereja
Katolik St. Paulus-Depok, Mingggu (14/10/2012).
Pastor Tauchen mencotohkan
sekarang ini banyak kafe, rumah makan, dan lain sebagainya yang menyajikan
makanan tradisonal. Pada hal makanan tradisional sudah ada sejak jaman nenek
moyang kita. Pertanyaannya apanya yang beda? Jawabannya karena kita kurang
peduli dan tidak mengetahui lebih jauh bagaiman proses yang dilakukan oleh para
petani. Yang kita tahu adalah yang sudah jadi. Kebiasaan dan cara makan
anak-anak kerap kali kurang menaruh rasa hormat dan menghargai pangan.
Kebiasaan menyisakan makanan (membuang-buang makanan) ‘atau` memilih-milih
makanan, dalam arti luas bisa dikatakan merebut hak pangan orang lain yang
kelaparan. Oleh karena itu pendidikan pangan yang berkeadilan dan bercinta
kasih perlu untuk diajarkan kepada anak-anak jaman sekarang.
Salah satu umat, Mba Nunik
yang sempat diwawancari Warta Paulus-Depok, menuturkan: “Suasana HPS tahun
2012, kurang semeriah tahun lalu. Kalau bisa paroki mengadakan kegiatan ini,
tidak berupa makan bersama saja, tetapi bisa lewat bentuk lain. Misalnya
memberikan bantuan pangan kepada keluarga miskin, penyuluhan atau seminar
tentang pengolahan makanan sehat tradisional. Hal itu sangat cocok dengan
situasi jaman sekarang yang semua makanan yang kita makan ‘serba tidak sehat
atau dalam tanda petik makanan sudah diracun’ terlebih dahulu”. (Darius AR-Koordinator
Sie Komsos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin