Foto ini hanya ilustrasi |
Pasalnya, beberapa bulan yang
lalu, Departemen Pendidikan Wilayah Tegal memberi peringatan kepada Sekolah
Katolik St. Pius agar memasukkan mata pelajaran agama kepada siswa non Katolik
yang bersekolah di sekolah tersebut.
Dalam pertemuan belum lama ini
dengan pihak pemerintahan Tegal, pihak sekolah yang dikepalai Suster Madelaine
menyampaikan pernyataan terkait seputar ketidaksetujuannya akan keputusan
tersebut bersama kuasa hukum dan Romo Frans Widyanatardi, kepala Paroki Hati
Kudus, Tegal.
Pastor Widyanatardi mengatakan
kepada asianews.it bahwa para siswa non Katolik yang belajar di sekolah St.
Pius: 2 orang dari tingkat TK, 9 orang dari SD, 12 siswa dari SMP, dan 9 siswa
dari SMU dari total keseluruhan 1.400 siswa. Jadi tidak mungkin bila pihak
sekolah menambah mata pelajaran agama lain mengingat jumlahnya yang masih
sedikit.
Salah satu orangtua siswa,
Charles Sinaga mengatakan bahwa dia tidak keberatan apabila salah satu mata
pelajaran tersebut tidak dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
“Pihak mereka (Departemen
Pendidikan Tegal) tidak berhak melakukan itu,” katanya.
Situasi ini membuat pihak
sekolah St. Pius harus menerima ancaman dan peringatan akan ditutup bila mereka
tetap berdiri pada pendirian mereka. UCAN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin