Kamis, 09 Februari 2017

Catatan Pinggir tentang SAGKI 2015

Mgr. Antonio Guido Filipazzi dan Bapa Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ.
SAGKI telah menjadi suatu kegembiraan bagi umat Katolik di Republik Indonesia. Perjumpaan bersaudara ini telah menghadirkan keesaan langkah Gereja Katolik di Indonesia dalam mencermati tanda-tanda zaman dalam cahaya iman kristiani yang berakar dalam Injil Yesus Kristus. Perjumpaan iman ini senantiasa membuka lembaran baru dalam tanggung jawab gerejawi mewartakan Kabar Gembira dalam dunia yang cepat berubah.

SAGKI 2015 mengambil tema “Keluarga Katolik: Sukacita Injil” dengan tujuan untuk membaharui panggilan dan perutusan Gereja dalam dunia kita. Keluarga sebagai kesatuan manusiawi paling mendasar adalah anugerah Tuhan dalam perjalanan insan manusiawi. Perjalanan bersama dalam hidup keluarga senantiasa berada dalam pelbagai tantangan, bahkan kesulitan. Dalam kesehatian dan seperasaan dengan seluruh Gereja semesta, Gereja Katolik di Indonesia merindukan kehadiran keluarga yang semakin penuh dalam kebahagiaan sebagai anak-anak Allah. Dengan menghaturkan rasa syukur mendalam kepada Tuhan yang mahabaik, keluarga-keluarga Katolik sadar akan tanggung jawab untuk belajar menjadi taat pada kehendak Allah.


Pernyataan dan ungkapan hati dari beberapa keluarga dengan lingkungan penghayatan yang berbeda telah menyingkap kembali panggilan serta perutusan keluarga dalam menjumpai dan mengembangkan “sukacita Injil” melalui perjuangan yang berat. Perjuangan hidup keluarga untuk memelihara kegembiraan iman Kristiani telah menjadi kekuatan dan sumber daya dalam menghayati pelbagai tantangan dan kesulitan di tengah keterbatasan dan kerapuhan manusiawi. Pergulatan hidup keluarga berdasarkan janji perkawinan menunjukkan betapa mulianya perjalanan hidup keluarga, billamana seluruh keluarga menekuni ketaatan iman yang dianugerahkan Tuhan sewaktu dipermandikan. Daya hidup Permandian meneguhkan langkah-langkah keluarga dalam membangun kebahagiaan serta kepenuhan hidup menurut prinsip-prinsip Injil Yesus Kristus.

Keluarga sebagai sekolah iman dan keutamaan menggerakkan umat Kristiani Katolik untuk menemukan kegembiraan hidup di tengah perkembangan masyarakat yang semakin tak terkendali dalam kecenderungan individualistik dan konsumeristik yang nyatanya menciptakan kerenggangan, kesenjangan serta keterpecahan dalam hidup keluarga. Tegangan material, relasional dan sosial sedang meliputi perjalanan hidup keluarga. Sementara keluarga berjuang dan dapat mengalami sukacita yang membahagiakan, dan sementara keluarga lain mengalami keterpurukan dalam perjuangan itu. Nampaknya, perlu suatu dialog terbuka dan jujur dalam membangun kebersamaan, agar hubungan bersaudara Kristiani dalam hidup keluarga dapat terjalin dengan baik dan benar.

Sukacita Injil dalam keluarga tidak bercorak beku, tetapi dinamis. Perubahan sosial yang cepat dengan prasyarat-prasyarat yang menyertainya tidak selalu terpahami dan mendapatkan tanggapan yang efektif akibat kecenderungan materialistik yang berkembang dalam hidup sosial.

Kecenderungan ini semakin menyelinap ke dalam hidup keluarga akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi. Keadaan baru ini tidak saja menerpa keluarga-keluarga di daerah perkotaan tetapi juga di daerah perdesaan. Keluarga-keluarga yang rentan (material, moral dan spiritual) sangat merasakan ancaman ini. Perjuangan akan penghidupan keluarga sering menghasilkan “keterpisahan” antara suami-isteri, antara orangtua dan anak-anak dan antara sanak keluarga akibat jarak tempat kerja, misalnya keadaan keluarga migran, sehingga keakraban keluarga menjadi renggang.

Para peserta SAGKI 2015 telah menyelami serta membuka mata dalam perjumpaan (kesaksian dan wacana bersama) untuk merenungkan anugerah sukacita Injil dalam hidup keluarga. Tantangan serta kesulitan yang mewujud dalam pelbagai bentuk tegangan perlu dihadapi dengan arif dalam bingkai kemurahan hati Allah, yang baik bagi semua orang, menuju lingkungan bersaudara dan menyelamatkan. Keluarga harus sadar kembali bahwa Tuhan menyelamatkan keluarga dan pada gilirannya keluarga harus menjadi lingkungan di mana setiap orang merasakan keselamatan yang membahagiakan dalam kepenuhan cintakasih.

Dalam menanggapi keadaan hidup keluarga yang berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, pelayanan pastoral keluarga juga semestinya bersehati dan seperasaan dengan keluarga-keluarga dalam upaya bersama mewujudkan sukacita Injil dalam keluarga. Kepedulian bina keluarga yang berkelanjutan merupakan dambaan sejati dari seluruh keluarga Katolik, agar tegangan dalam hidup keluarga, khususnya keluarga-keluarga yang berada dalam kesulitan, mendapat sentuhan pastoral yang menghadirkan kerahiman ilahi. Kunjungan pastoral bagi keluarga-keluarga merupakan sapaan iman dalam menghidupkan kegembiraan Injil dalam Gereja Rumah-tangga yang dipanggil dan diutus untuk berbagi cintakasih dalam keseharian. Pendidikan dan pembinaan iman dalam keluarga adalah bantuan pastoral untuk mendorong serta menyemangati keluarga guna mewujudkan kebahagiaan dan kepenuhan hidup yang berbagi dalam cintakasih.

Di masa depan, bagaimana Gereja kita bergerak membaharui pastoral keluarga, agar keluarga-keluarga tidak mengalami ketidak-pedulian pastoral, khususnya keluarga-keluarga yang sedang berada dalam permasalahan gerejawi ditinjau dari tata tertib yang berlaku? Gereja kita mengajarkan bahwa perkawinan adalah sebuah sakramen, tanda kehadiran ilahi dalam hubungan suami-isteri.

Inilah sukacita Injil utama dalam menghayati hidup keluarga. Keluarga sesungguhnya dipanggil dan diutus untuk mengalami kekudusan hidup dalam hubungan ragawi, hubungan rumah-tangga, hubungan persekutuan gerejawi dan sosial kemasyarakatan. Keluarga Katolik adalah kesatuan dasar yang membangun persekutuan gerejawi di tengah masyarakat yang beragam latar belakang hidupnya.

Dalam hubungan dengan sukacita Injil, peduli serta bina iman Kristiani bagi anak-anak, kaum remaja dan kaum muda perlu mendapatkan upaya-upaya yang tekun, agar ketangguhan hidup mereka semakin menyata dalam pergaulan dan pertumbuhan hidupnya. Keluarga Katolik harus menghadirkan lingkungan yang bebas dari kekerasan, bebas dari diskriminasi dan bebas dari korupsi, agar mereka belajar menjadi murid-murid Kristus yang sejati di tengah kegandrungan mereka akan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya tehnologi komunikasi dan informasi. Sejak dini mereka perlu mendapat peneguhan hidup iman Kristiani, agar mereka mampu bersaksi sebagai anak-anak Allah dalam Kristus di tengah keluarga, lingkungan gerejawi dan masyarakat.

Sementara keluarga sedang mengalami cobaan dalam proses mengutuhkan hidup perkawinan dan keluarga. Penghampiran pastoral hendaknya berpegang pada kerahiman ilahi, agar mereka tidak merasa terkucil dari persekutuan gerejawi setempat. Pendampingan bersaudara hendaknya menguatkan mereka dalam menghadapi permasalahan hidupnya, sehingga sukacita Injil tetap menaungi mereka dalam perjalanan hidup keluarga yang penuh tantangan dan kesulitan. Gereja sebagai kesatuan serta keutuhan pelayanan persaudaraan di dalam Kristus semestinya selalu bermurah hati seperti Bapa di Surga, yang senantiasa merangkul dan memeluk anak-anak-Nya yang berupaya kembali kepada-Nya. Persekutuan gerejawi, utamanya para pelayannya, hendaknya tidak berlaku sebagai hakim, tetapi sebagai ibu dan guru yang menyapa dengan rendah hati dan murah hati.

Gerakan membangun serta memantapkan Gereja Rumah-tangga hanya mungkin berfungsi, bilamana seluruh anggota keluarga dalam ketetanggaan sadar dan rela berlaku sebagai saudara-saudari yang berbelas kasih menurut perintah Yesus Kristus, ialah cintakasih. Gereja Rumah-tangga menjadi utuh, bilamana Allah hadir dalam seluruh perjalanan bersama di tengah pelbagai tantangan dan kesulitan yang menerpa hidup keluarga-keluarga. Gereja Rumah-tangga berkembang subur dalam lingkungan basis gerejawi bersama lingkungan basis insani. Di lingkungan masyarakat yang beragam, Gereja Rumah-tangga Katolik hendaknya belajar menjalin hubungan bersahabat, agar keutuhan sosial semakin menampakkan nilai-nilai Pancasila yang pada dasarnya sejalan dan seirama dengan nilai-nilai Kristiani.

Di tengah maraknya kecenderungan individualisme dan konsumerisme, keluarga-keluarga Katolik mudah-mudahan semakin mampu menghadirkan pola hidup sederhana. Keluarga-keluarga Katolik semestinya mampu menghayati konsumsi hidup yang sesuai dengan kelayakan hidup manusiawi, tanpa terjerumus dalam “budaya membuang”, yang merusak keseimbangan lingkungan hidup bersama. Keluarga-keluarga Katolik harus siap untuk mengadakan pertobatan ekologis, agar mereka semakin mampu menjadi rekan pencipta dalam menggerakkan kebahagiaan, kerukunan serta kepenuhan hidup menurut semangat dan sukacita Injil. Dengan demikian keluarga Katolik mengambil bagian secara aktif dan kreatif dalam membangun komunikasi sosial ekonomi demi kemaslahatan bersama, khususnya keluarga-keluarga yang berkekurangan.

Pernyelenggaraan serta perayaan SAGKI 2015 mudah-mudahan membawa buah-buah hasil yang membaharui pastoral keluarga Gereja Katolik di Indonesia. Para pelayan pastoral secara keseluruhan harus menemukan kembali tata kepelayanan pastoral yang semakin sejalan dengan kepedulian Kristus yang penuh perhatian akan kebahagiaan serta sukacita keluarga dalam kepenuhannya.

Kehadiran kepelayanan Gereja hendaknya menghadirkan pendekatan yang menyapa, mengayomi, berbagi keprihatinan dan kegembiraan serta pengharapan, memberdayakan dan meneguhkan hidup iman keluarga-keluarga Katolik, betapa pun keadaannya. Bina iman pada persiapan perkawinan dan pendampingan hidup keluarga merupakan kewajiban pelayanan pastoral. Kunjungan keluarga adalah suatu kesempatan berharga untuk menggerakkan pendampingan yang bermutu manusiawi dan sekaligus bercorak misioner dalam menyuburkan sukacita Injil dalam hidup keluarga.

Apa yang dapat dilakukan oleh keuskupan dalam upaya meningkatkan, mencerdaskan dan memberdayakan “Pastoral Keluarga”?
  1. Menggiatkan kembali kunjungan pastoral keluarga dengan perhatian khusus bagi keluarga-keluarga yang berkebutuhan khusus sebagai wujud dari kerahiman Tuhan
  2. Mendorong terselenggaranya bina iman persiapan perkawinan dan pendampingan keluarga secara berjenjang dan berkelanjutan, termasuk pendidikan doa dan baca Kitab Suci
  3. Menumbuhkembangkan kepedulian kaum muda akan pentingnya bina iman Kristiani menuju persiapan perkawinan yang tangguh, termasuk penciptaan lapangan kerja
  4. Menggerakkan komisi keluarga untuk mengadakan bina iman keluarga di paroki-paroki dalam kerjasama dengan kelompok kategorial yang bergiat dalam hidup keluarga, seperti ME dan CFC
  5. Menyediakan anggaran bagi bina iman keluarga dalam upaya mendorong kepedulian bersama menuju kerukunan hidup keluarga yang terbuka dan aktif menghayati sukacita Injil
  6. Bila mungkin, menetapkan hari keluarga sekeuskupan sebagai kesempatan untuk memperkaya penghayatan nilai-nilai hidup berkeluarga
  7. Membangun gerakan solidaritas Kristiani dalam Gereja Rumah-tangga guna memberdayakan komunikasi sosial ekonomi, seperti gerakan kooperatif dalam usaha tani, nelayan, ternak dan usaha lain
  8. Menumbuhkan ketaatan Kristiani dalam hidup keluarga, agar bebas dari kekerasan, bebas dari diskriminasi dan bebas dari korupsi
  9. Menjalin kerjasama antarumat beragama dalam membangun keluarga sejahtera dan rela berbagi sebagai wujud persaudaraan yang merukunkan
  10. Menggiatkan pelayanan tribunal gerejawi bagi keluarga-keluarga yang membutuhkan pendampingan, agar mereka semakin mengalami sukacita dalam perjalanan gerejawi bersama
  11. Mendorong terciptanya komitmen misioner dalam keluarga, agar sukacita Injil semakin tersebar dalam lingkungan hidup setempat, termasuk menanggapi panggilan khusus (imam, biarawan-biarawati) bagi anak-anaknya
  12. Membangun kebiasaan hidup doa, suka berderma serta gemar membaca Kitab Suci dalam keluarga guna memantapkan Gereja Rumah-tangga
Pada akhirnya, Gereja Katolik di Indonesia bersyukur kepada Allah Tritunggal yang mahakudus, yang menganugerahkan rahmat berlimpah demi kekudusan keluarga-keluarga Katolik di dalam dunia yang cepat berubah dengan dampak-dampak yang menuntut perjuangan. Ketangguhan iman Kristiani sebagai ketaatan pada kehendak Allah pasti akan memperkuat dan memperbesar sukacita Injil dalam perjalanan hidup keluarga yang berkarakter kemuridan Yesus Kristus. Itulah makna sukacita Injil dari Gereja Rumah-tangga yang tercipta dalam lingkungan basis gerejawi.

Jakarta, 7 November 2015.

(Sumber: www.mirifica.net)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin