Fransiska Widyawati |
Pada tanggal 11 April 2013, salah satu mahasiswa Indonesian Consortium
for Religious Studies (ICRS), yang merupakan konsorsium tiga universitas
– UGM, UIN Sunan Kalijaga, dan UKDW – Fransiska Widyawati, berhasil
mempertahankan disertasinya dengan judul The Development of Catholicism in Flores, Eastern Indonesia: Manggarai Identity, Religion and Politics
dihadapan para penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktoral yang
diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana UGM. Disertasi ini merupakan
suatu kajian mengenai perkembangan Kekatolikan di Manggarai, Flores
Barat, pada tahun 1912-2012. Saat ini, Fransiska merupakan mahasiswa
perempuan pertama dan tercepat dalam menyelesaikan studinya di ICRS.
Dalam disertasi ini, Fransiska secara khusus focus pada tiga topic
pembahasan, yaitu proses perkembangan agama Katolik di Manggarai,
bagaimana dampak eksistensi Kekatolikan bagi masyarakat Manggarai dan
tantangan dan peluang teologis yang muncul dalam pertemuan antara
Kekatolikan dan nilai-nilai keyakinan dan kebudayaan asli Manggarai.
Berdasarkan focus pembahasan, tujuan utama penulisan disertasi ini
adalah memberikan gambaran mengenai perkembangan Kekatolikan di
Manggarai dan menganalisis dampak, persoalan dan pergulatan masyarakat
Manggarai ketika diperhadapkan dengan karya misi gereja Katolik serta
memberikan gambaran tantangan teologis bagi gereja Katolik dalam
melanjutkan karya misi di Manggarai.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ada empat faktor utama
yang mempengaruhi perkembangan pesat gereja Katolik di Manggarai, yaitu:
Pada awal perkembangannya, gereja Katolik di Manggarai didukung secara
penuh oleh pemerintah colonial dan selanjutnya dukungan tersebut
dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia pada awal kemerdekaan sampai saat
ini, Jika dibandingkan dengan keyakinan asli masyarakat Manggarai, agama
Katolik dianggap lebih bersifat sistematis, hierarkis dan logis yang
kemudian memudahkan Kekatolikan diterima oleh masyarakat Manggarai,
Agama Katolik mampu beradaptasi dengan kebudayaan local sehingga
masyarakat tidak merasa terasing dari kebudayaannya ketika ia menjadi
Katolik, dan Dampak langsung kehadiran gereja Katolik bagi masyarakat
Manggarai, khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Di samping itu, situasi dan kondisi masyarakat Manggarai yang mudah
menerima ajaran Katolik dan menjadikan Kekatolikan sebagai bagian dari
identitas mereka merupakan hal yang turut mendukung perkembangan pesat
gereja Katolik di Manggarai. Namun, perkembangan Kekatolikan di
Manggarai juga diwarnai dengan masalah, konflik dan pergulatan. Proses
pembentukan identitas “Katolik-Manggarai” dilewati melalui suatu proses
yang lama dan berhadapan dengan berbagai tantangan dan konflik. Bagi
masyarakat Manggarai itu sendiri, Kekatolikan tidak dapat dialami secara
murni, terlepas dari nilai dan norma kebudayaan yang telah ada jauh
sebelum Kekatolikan.
Perkembangan iman Katolik di Manggarai selalu berlangsung dalam dialog
intensif antara Kekatolikan dan nilai budaya di Manggarai sehingga kedua
unsur ini dapat saling memperkaya. Dengan adanya ruang perjumpaan dan
dialog antara Kekatolikan dan nilai-nilai budaya Manggarai, iman Katolik
dapat berkembang dengan pesat di Manggarai. Bentuk-bentuk perjumpaan
dan dialog dapat mewujud dalam keyakinan atau teologi dasar, tata
social, simbol religius maupun fungsi agama bagi masyarakat. Situasi ini
kemudian menjadi sebuah tantangan bagi teologi untuk dapat
mengembangkan suatu bentuk pendekatan inter-kultural, tidak hanya
sekedar menerapkan konsep teologi yang berasal dari luar ke dalam
konteks lokal, demikian penjelasan Fransiska dalam disertasinya.
Berdasarkan hasil penemuan penelitiannya, Fransiska kemudian
merekomendasikan suatu bentuk pemikiran teoritis baru yaitu relasi
keberagaman dengan kebudayaan lokal yang bersifat mutual dan dominan.
Perjumpaan dan dialog antara agama dan kebudayaan merupakan suatu hal
yang bersifat dinamis dan mutualis. Hal ini dapat menjadi sesuatu yang
positif karena perjumpaan dan dialog antara dua entitas yang berbeda
dapat saling mendukung dan memperkaya kedua entitas itu. Di lain pihak,
pola relasi yang dominatif hanya akan menegasikan makna eksistensi kedua
entitas tadi dan menciptakan ruang kosong dalam perjumpaan dan dialog.
Proses perkembangan iman Katolik di Manggarai merupakan salah satu
contoh hubungan yang dinamis dan mutualis dalam perjumpaan dan dialog
antara agama dan kebudayaan lokal. (uin-suka.ac.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin