Uskup agung terkemuka di Filipina menyalahkan apa yang ia sebut
sebagai “invasi nilai-nilai tak Kristen” menimbulkan penurunan jumlah
orang menikah di gereja.
Mgr Oscar Cruz, Uskup Agung Emeritus Lingayen-Dagupan mengatakan banyak pasangan Filipina yang memilih untuk “live in“, bukan menikah.
“Sejumlah orang bertanya, mengapa menikah di gereja jika masih ada
perceraian?” kata Uskup Agung Cruz, pejabat Konferensi Waligereja
Filipina.
Pengadilan tidak bisa menangani kasus-kasus pembatalan pernikahan Katolik.
Selain perceraian, Uskup Agung Cruz mengatakan “sistem nilai tak
Katolik” dari Amerika Utara, termasuk gagasan “kawin kontrak,” mulai
mempengaruhi pasangan Filipina.
Prelatus itu juga mencatat banyak orang Filipina juga senang dengan “pernikahan sipil” karena mudah untuk membatalkan.
“Secara pasti ada penurunan jumlah mereka menikah di gereja,” kata Uskup Agung Cruz.
Namun, prelatus itu mencatat bahwa orang-orang yang tidak menikah di gereja menghadiri Misa hari Minggu.
“Tentu saja mereka tidak menerima Komuni, tetapi mereka memiliki
anak-anak mereka dibaptis di gereja,” kata uskup agung itu, seraya
menambahkan bahwa ada “semacam perpecahan dalam perasaan dan iman
(umat).”
“Anda tidak melaksanakan doktrin Gereja dan orang-orang tidak percaya pada doktrin ini,” kata Uskup Agung Cruz.
Sedikit warga Filipina menikah
Sebuah studi yang dirilis oleh Statistik Otoritas Filipina (PSA)
pekan lalu menunjukkan bahwa Filipina lebih sedikit telah menikah dalam
sepuluh tahun terakhir.
Perkawinan dilaporkan menurun 20,1 persen dari tahun 2005 hingga
2015, sementara pernikahan terdaftar menurun 2,9 persen tahun 2014 dan
3,6 persen tahun 2015.
“Hal ini juga menarik untuk dicatat bahwa hingga tahun 2015, jumlah pernikahan menurun terus,” kata PSA.
Studi ini menunjukkan bahwa perubahan yang paling menonjol terjadi
tahun 2013, ketika jumlah pernikahan terdaftar mengalami penurunan
sebesar 8,2 persen dari 482.399 pada 2012 menjadi 442.603.
Data menunjukkan bahwa 15 dari 18 wilayah negara itu melihat penurunan jumlah pernikahan yang terdaftar tahun 2015.
Data menunjukkan bahwa ada 1.135 pernikahan resmi melalui berbagai
upacara tahun 2015. Dari total pernikahan, 42,7 persen melalui upacara
sipil.
Upacara pernikahan yang dilakukan di gereja-gereja Katolik, 36,2
persen; upacara pernikahan dengan sekte keagamaan lainnya, 19,1 persen;
dalam tradisi Islam, 1,2 persen; dan upacara pernikahan suku, 0,8
persen.
Sumber: ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin