Kamis, 23 Februari 2017

Surat Gembala Natal 2015 Keuskupan Bogor

“MERAYAKAN NATAL: MERAYAKAN PESTA KERAHIMAN ALLAH”

Saudara-saudariku: Para Imam, Bruder, Suster, Frater, Para Lanjut Usia, Bapa-Ibu dan Anak-anak yang terkasih.

Kini kita memasuki perayaan Natal. Perayaan ini membangkitkan memori-memori indah khas Natal. Perayaan iman ini kiranya merupakan perayaan yang menyedot atensi kemanusiaan yang sedemikian besar cakupannya. Bahkan sentra-sentra bisnis memanfaatkan daya pikat eksotis peristiwa Natal sebagai bagian dari strategi mengeruk keuntungan. Pandanglah dan lihatlah apa yang terjadi di mall-mall, restoran, hotel-hotel. Pohon Natal dibaluti lampu warna-warni terlihat jelas menghiasi tempat-tempat yang strategis. Lagu-lagu khas Natal dilantunkan untuk menghangatkan suasana pesta ini. Gereja-gereja Paroki, serta kapel-kapel dihiasi dengan kandang Natal dan pohon Natal. Semoga rumah Anda semua dihiasi pula dengan ornamen sederhana khas Natal, seperti kandang Natal.

Tidak hanya itu, banyak orang memanfaatkan waktu liburan Natal untuk merayakan Natal bersama keluarga. Ada acara makan bersama Natal; ada pula keluarga-keluarga bersama-sama mengikuti misa Natal di gereja-gereja Paroki atau stasi. Dengan demikian Natal menjadi suatu perayaan yang secara liturgis-gerejani dipestakan dengan sukacita dan diwujudkan dengan perayaan perjumpaan yang meneguhkan tali persaudaraan berupa makan bersama yang istimewa. Ada pula perayaan pesta bernuansakan solider dengan sesama yang berkekurangan, yang menderita dengan cara berbagi makanan atau pun mengunjungi, memberi hiburan.

Perayaan Natal: Keluarga mengalami kerahiman Allah
Perayaan Natal boleh dan sah-sah saja dirayakan seperti yang digambarkan di atas. Tetapi pada hakekatnya yang terdalam, perayaan Natal adalah perayaan keluarga umat manusia yang mendapat kerahiman atau belaskasih dari Allah Bapa. Tepatlah bila dikatakan bahwa merayakan Natal berarti merayakan kerahiman Allah terhadap manusia dan persekutuan umat manusia, yang disebut keluarga. Bukankah Allah memilih jalur usaha-karya menyelamatkan umat manusia melalui sel terkecil masyarakat yang adalah ‘Ecclesia domestica’?

Tuturan yang dituangkan dalam Injil oleh penginjil Lukas menggiring hati nurani, dan logika beriman kita mengakui bahwa perayaan Natal itu pantas disebut perayaan kerahiman Allah melalui keluarga. Seruan utusan surga memecahkan kebuntuan pengharapan dan menumbuhkan kegairahan untuk berpesta ria dan bermisi keluar untuk mewartakan Yesus Kristus, sang Juru selamat. Simaklah perikop Injil Lukas ini: “Jangan takut, sebab sesungguhnya Aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juru selamat, yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud” (Luk 2:10-11). Ayat-ayat ini menegaskan bahwa Allah Bapa menghendaki agar kita bersukacita, tidak takut. Kita bersukacita sebab Sang Juru selamat mendatangi dan tinggal bersama kita. Tindakan Allah menjadi manusia karena kasihNya menyatakan kepada kita bahwa Allah sungguh serius menyertai kita. Luapan kasih itu mengalir dalam tindakan kerahiman dan belaskasih Allah, yang tidak menghendaki agar kita tetap berjalan dalam kegelapan dunia ini. Benarlah kesaksian Penginjil Yohanes: “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh 1:5).

Basis tinggal sang Juru selamat itu ialah keluarga. “Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring dalam palungan” (Luk 2:12). Para gembala bergegas-gegas ke kota Betlehem dan mereka “menjumpai Maria dan Yusup dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan” (Luk 2:16). Itulah suatu perjumpaan pertama dan indah dengan Keluarga Kudus Nazareth, Maria dan Yusup serta bayi Yesus.

Keluarga Kudus Nazareth adalah keluarga yang mengalami kerahiman dan belaskasih Allah. Bunda Maria dan santo Yusup mengalami secara pribadi campur tangan belas kasih dan kerahiman Allah. Karena itu, Keluarga Kudus Nazareth melaksanakan hidup bersama dalam keluarganya sehari-hari sebagai sebuah “Rahim Ibu” yang menenteramkan hati. Kepribadiaan Bunda Maria yang sederhana, taat pada bimbingan Allah (bdk. Luk 1:35), serta ketulusan hati Santo Yusup dan kesediaan penuh cinta memahami dan menerima istrinya penuh belas kasih (bdk. Mat 1:24) menjadikan keluarga sebagai “Rahim Belas kasih dan pengampunan”. Dalam keluarga seperti itulah, Anak Allah, Yesus dari Nazareth, “bertumbuh menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada padaNya” (Bdk. Luk 2:40).

Undangan untuk Bangkit melestarikan Pesta “Kerahiman”
Perayaan Natal akan dirayakan oleh Keluarga-keluarga. Kerahiman merupakan rahmat dari Allah dan tindakan manusia yang membebaskan. Pengampunan yang diterima dari orang lain dan yang dilakukan terhadap orang lain akan menambah semarak suasana sukacita yang membebaskan. Pertanyaannya ialah maukah keluarga-keluarga di Keuskupan Bogor merayakan Natal ini dengan menyediakan keluarganya sebagai rahim belaskasih dan pengampunan? Maukah keluarga-keluarga menjadi “kandang Natal baru”, “Betlehem baru”, di mana ditemukan kehadiran Sang Juru selamat, pembawa keselamatan itu?

Agar dapat menjadi “Kandang Natal Kerahiman”, Saya mengajak Anda sekalian:
  1. Menyelaraskan spirit hidup keluargamu dengan spirit Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2015, yang meneropong dan menghayati KELUARGA: SUKACITA INJILI. Keluarga diharapkan menjadi saksi kegembiraan hidup dan saksi cintakasih, duta obor pengharapan. Keluarga sebagai Ecclesia domestica mesti menjadi sekolah iman bagi ayah-ibu dan anak-anak. Keluarga menjadi wadah utama pewarisan iman dan tradisi Gereja yang sehat (misalnya: tradisi Adven, tradisi Natal), kesadaran hidup beradab dan bermartabat, serta pembentukan pribadi yang bernilai dan memiliki kasih sayang, bela rasa dan penghargaan terhadap sesama ciptaan.
  2. Perayaan Natal hendaknya dihayati sungguh-sungguh oleh setiap keluarga dengan mempraktekan tindakan belaskasih, tindakan mengampuni sesama dan saling memaafkan antar anggota keluarga. Pengampunan dalam keluarga disempurnakan dengan menerima Sakramen Tobat. Dengan demikian pesta Natal dimeriahkan dengan pengalaman diampuni dan mengampuni. Datanglah ke pesta perjamuan Ekaristi bersama suami-istri serta anak-anakmu dan orang tuamu. Niscaya kegembiraan Natal menambah jumlah memori-memori indah Natal.
  3. Keluarga-keluarga hendaknya menjadi locus atau candradimuka tempat “misionaris-misionaris kerahiman” dibentuk dan diutus. Semangat berevangelisasi ditumbuhkan dan dilaksanakan secara domestik. Jadilah keluarga-keluarga yang siap menjadi “misionaris kerahiman”
  4. Perayaan Natal tahun 2015 ini mendorong perhatian dan apresiasiku kepada para ibu yang sedang hamil. Kami berdoa dan bekerja bersama Anda agar benar-benar menjaga rahim dan buah rahimmu. Semoga tidak terjadi lagi peristiwa aborsi dalam kehidupan keluarga-keluarga kita. Tetapi bila ibu-ibu muda yang mengandung – karena satu dan lain hal tidak diterima suami – janganlah menggugurkan anak yang tidak bersalah itu. Ada lembaga sosial Gereja Katolik yang siap menolong.
  5. Berbagilah kegembiraan Natal dengan pesta solidaritas dengan orang-orang yang tidak beruntung, miskin, terpenjara.
Dengan tindakan serta aksi yang disebutkan di atas dan beberapa aksi kreatif lainnya, kita bisa berseru bersama Malaikat: “Aku memberitakan kesukaan besar untuk seluruh bangsa (termasuk Indonesia). Hari ini telah lahir bagimu Juru selamat, yaitu Kristus, Tuhan” (Bdk. Luk 2:10-11).
“Selamat Natal 2015”,

Mgr. Paskalis Bruno Syukur
Magnificat Anima Mea Dominum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin