Kamis, 23 Februari 2017

Surat Gembala Prapaskah 2016 Keuskupan Bogor

“Keluarga Bersemangat Pantang Menyerah”

Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater, Kaum Muda, Remaja dan Anak­-anak yang terkasih dalam Kristus,

“Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah” (1 Kor 7:1) 

Demikian Rasul Paulus mengingatkan kita yang telah dipanggil sebagai keluarga kristiani untuk terus menerus bertobat dan senantiasa hidup dalam kesucian serta takut akan Allah sebagai dasar mengembangkan hidup kristiani dalam keluarga dan masyarakat.

Kita pantas bersyukur karena selalu mendapatkan kesempatan melakukan persiapan Paskah dengan gerakan dan aksi nyata tobat bersama sejak Rabu Abu hingga Jumat Agung. Seperti seruan para nabi, demikian pula Tuhan Yesus mengundang kita untuk melakukan pertobatan. Bukan semata-mata pertobatan jasmani melainkan diutamakan pertobatan batin, yakni, sebuah upaya penataan baru kehidupan, sebuah langkah balik (metanoia), berjuang pantang menyerah untuk kembali kepada Allah dengan segenap hati, berpaling dari yang jahat, menyadari diri sebagai anak Allah dan membebaskan diri dari dosa. Hendaknya kita sadar kalau berdosa dan dengan demikian, kebenaran akan berada dalam diri kita (1Yoh 1:8). 

Pertobatan batin adalah pertobatan hati, yang mengandung sebuah kerinduan dan keputusan untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Harapan akan belas kasih dan Rahmat Allah dinyalakan untuk membereskan masalah-masalah dalam hidup, bahkan masalah yang tidak disadari sekalipun.

Hanya dengan campur tangan Allah, pertobatan kita akan terjadi. Hati manusia cenderung keras dan lamban, sehingga untuk bertobat sungguh-sungguh memohon belaskasih Allah untuk memberi hati yang baru (Yeh. 36:26-27). 

Masa Prapaska adalah masa pertobatan yang ditandai dengan berdoa, berpuasa dan beramal. Semangat berdoa, berpuasa dan beramal dilengkapi dengan sebuah gerakan solidaritas yang bernama Aksi Puasa Pembangunan (APP). Keuskupan kita mengangkat tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2016: “KELUARGA BERSEMANGAT PANTANG MENYERAH” seperti YESUS KRISTUS, SANG PENEBUS DAN PENYELAMAT KITA. 

Semangat ini kita mohonkan, kontemplasikan, meditasikan, pelajari dari Yesus Sang Penebus dan Penyelamat kita. Dialah Tuhan, saudara seperjalanan dan pahlawan kita yang pantang menyerah, yang jatuh bangun melakukan tindakan kasih dan menyelamatkan kita manusia. Dialah Yesus yang tidak mau dikalahkan oleh godaan-godaan duniawi. Dialah Yesus yang memberikan sabda-sabda peneguhan (Bdk Yoh 19:26­-27), firman berpengharapan, serta melakukan tindakan kasih berupa penyembuhan (bdk. Mrk 2:10-11), penerimaan orang lain sebagai saudara, pengampunan orang berdosa walau ditentang oleh orang-orang Farisi (Bdk. Mrk 2:16-17). Maka selama masa Prapaskah ini, seluruh umat Keuskupan Bogor diajak untuk merayakan tradisi katolik yang sehat dengan penuh semangat, yakni doa Jalan Salib setiap hari Jumat, mengadakan ziarah-ziarah rohani berkombinasikan Jalan Salib, misa kudus, serta menerima Sakramen Tobat. Seluruh umat juga perlu meningkatkan tindakan bermurah hati terhadap sesama manusia melalui aksi-aksi sosial-kemasyarakatan. Aksi bermurah hati mesti tertuju pula kepada alam-semesta, ibu bumi, melalui tindakan-tindakan ekologis sebagai bentuk konkret suatu pertobatan ekologis.

Sekolah-sekolah katolik di bawah naungan MPK Bogor perlu meningkatkan pendampingan anak-anak didiknya selama masa Prapaskah ini, agar anak-­anak teguh menolak godaan narkoba, godaan menjadi fundamentalis­radikal, ajakan-ajakan pendalaman hidup dan ilmu yang menjebak serta membahayakan semangat kasih dan persaudaraan sejati yang benar.

Khususnya kepada keluarga-keluarga, kami mengajak Anda untuk terus berjuang membangun keluarga kristiani yang tangguh. Saat ini, tantangan kehidupan keluarga semakin berat. Kehidupan keluarga mengalami berbagai terpaan seiring dengan kemajuan arus jaman yang mencemaskan dan menggelisahkan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi menempatkan keluarga-keluarga dalam lingkungan yang tidak nyaman dan cenderung mengancam ketentraman dan kerukunan dalam keluarga. Perjumpaan dalam arti yang sesungguhnya semakin kering karena digantikan oleh alat-alat teknologi yang seringkali justru menimbulkan kesalahpahaman antar anggota keluarga.

Meningkatnya perilaku konsumtif yang tidak dibarengi dengan lancarnyakeuangan keluarga menimbulkan persoalan yang berujung pada konflikdan perpisahan. Demikian pula perilaku hedonis dan pergaulan sosial yang berlebihan yang menimbulan percik-percik kecurigaan antar suami– isteri, antara orang tua dengan anak dan bahkan antar keluarga.

Masalah pendidikan dan pengasuhan anak pun mengalami tantangan dan permasalahan yang rumit. Tuntutan gaya hidup tak jarang berisiko meminggirkan anak-anak dari hak pendidikan dan pengasuhan yang berkualitas. Atas nama mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, anak­anak tidak diasuh langsung oleh orang tua dan diserahkan sepenuhnya kepada pengasuh dengan kondisi yang seadanya. Maka, anak-anak kemudian cenderung tumbuh dan berkembang jauh dari harapan. Menjadi penentang dan bersikap sesuka hati.

Katekese dan doa keluarga masih menjadi impian dan idaman. BanyakOrang tua dan anak berlomba beraktivitas menggereja, namun abai dalam mengkomunikasikan iman dalam keluarga. Kesempatan berjumpa dalam lingkaran kasih doa keluarga menjadi kesempatan yang sangat langka dan mewah. Masing-masing sibuk melayani, namun hati kering akan sapaan kasih satu sama lain, bahkan di dalam rumah sendiri.

Berbagai persoalan tersebut menjadi tantangan yang cukup berat bagi keluarga-keluarga di masa kini, termasuk keluarga-keluarga katolik di Keuskupan Bogor. Maka kami mengajak umat untuk menggali pandangan penuh perhatian dari Gereja katolik terhadap keluarga-keluarga, yaitu:
  1. Keluarga merupakan persekutuan pribadi, sebagai tanda dan citra persekutuan cinta kasih Bapa, Putera dan Roh Kudus (Familiaris Consortio #21). Selayaknya tanda itu dimunculkan dalam keluarga dengan membangun kasih, hormat, dan menghargai satu sama lain, mengembangkan komunikasi aktif dalam perjumpaan-perjumpaan saat makan bersama, bercengkerama, saling berbagi cerita dan pengalaman sehari-hari, berdoa dan membaca Kitab Suci, saling terbuka dan mengampuni bila terjadi kesalahpahaman.
  2. Keluarga Kudus Nazaret merupakan teladan keluarga yang tangguh dan pantang menyerah. Ketangguhan keluarga dilandasi oleh sikap hidup dan perilaku saleh dari setiap anggota keluarga. Taat pada ajaran iman dan mewujudkannya dalam interaksi dan relasi antara suami-isteri, orang tua dengan anak dan antara anak-anak. Iman yang kuat hanya didapat ketika komunikasi terjalin dengan baik, saling sapa dalam kasih, saling hormat dan puji, dan tetap tegar berdiri bergandengan tangan saat jatuh. Menjadi keluarga kudus seperti Keluarga Kudus dari Nazaret bukanlah hal yang tak mungkin, selama berakar pada Kristus dan hidup menurut Roh yang berbuah kebaikan dan berkat bagi sesama. Dengan demikian kita menjadi keluarga yang tangguh dan pantang menyerah.
  3. Sebagai ‘wadah hidup dan sekolah keutamaan cinta kasih’ (FC #36), keluarga hendaknya menjadi ‘rumah’ yang menyediakan pembelajaran tentang kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Gal. 5:22-23). Bilamana keutamaan-keutamaan ini sungguh dikembangkan dan dihidupi dalam keluarga, sinarnya akan memancar keluar sebagai pewartaan kabar gembira, suka cita Injil, kesaksian hidup di tengah masyarakat. Inilah citra Bapa, Putera dan Roh Kudus yang dinampakkan oleh keluarga kristiani.
  4. Keluarga katolik yang tangguh dan pantang menyerah merupakan sel masyarakat yang kuat dan berdaya sehingga terwujud kesejahteraan bersama (AA #11). Apapun situasi dunia, kita tidak akan bergeming karena berpegang pada iman dan ajaran Kristiani, menghidupinya setiap saat dan selalu membaruinya dengan semangat kasih dan pengampunan.
Marilah kita menjadikan masa Prapaskah ini sebagai “momentum kebangkitan rohani dan aksi tobat nyata”. Bersama Kristus di jalan Salib, kita menekuni kembali perjalanan hidup keluarga kita, mengikat yang terlepas, membangkitkan yang terkulai dan menguatkan janji kasih yang pernah diucapkan. Kita menjadikan keluarga kita sebagai keluarga yang menghidupi sukacita Injil, keluarga yang tangguh dan pantang menyerah, serta mempraktekkan hidup berbelas kasih antar anggota keluarga dan orang lain. Semangat pantang menyerah injili itu dirayakan dalam Paskah Kebangkitan Kristus. Dengan demikian, pesta Paskah menjadi pesta orang-orang yang bersama Kristus, pantang menyerah terhadap godaan-godaan duniawi.

Tuhan Yesus Kristus, sang Penebus memberkati kita.
Bogor,  Februari 2016

† Mgr. Paskalis Bruno Syukur Uskup Keuskupan Bogor
Magnificat Anima Mea Dominum

—o0o—
KETENTUAN PUASA DAN PANTANG
KETENTUAN
Kitab Hukum Kanonik Kanon 1249 menetapkan bahwa semua umat beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, di mana
  1. umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa,
  2. menjalankan karya kesalehan dan amal kasih,
  3. menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban­kewajibannya secara lebih setia,
  4. berpuasa dan berpantang menurut norma kanon-kanon berikut:
Kanon 1250 – Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa 40 hari atau prapaskah.

Kanon 1251 – Pantang makan daging atau makan lain menurut ketentuan Konferensi Para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati sengsara dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus.

Kanon 1252 – Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enampuluh; namun para gembala jiwa dan orang tua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita rasa tobat yang sejati.

PETUNJUK
  • Masa Prapaskah Tahun 2016 sebagai hari tobat berlangsung mulai hari Rabu Abu, tanggal 10 Februari 2016 sampai dengan Jumat Agung, tanggal 25 Maret 2016.
  • Pantang berarti tidak makan makanan tertentu yang menjadi kesukaannya dan juga tidak melakukan kebiasaan buruk, misalnya: marah, benci, berbelanja demi nafsu berbelanja, boros, tidak mau memaafkan, berselingkuh, dsb. Dan lebih mengutamakan dan mempergandakan perbuatan, tutur kata baik bagi sesama.
  • Puasa berarti makan satu kali dalam sehari.
CARA MEWUJUDKAN PERTOBATAN
  1. Doa Selama masa Prapaskah hendaknya menjadi hari-hari istimewa untuk meningkatkan semangat berdoa, mendekatkan diri kepada Tuhan dengan tekun mendengarkan dan merenungkan sabda Tuhan serta melaksanakannya dengan setia.
  2. Karya amal kasihPantang dan puasa selayaknya dilanjutkan dengan perbuatan amal kasih yakni membantu sesama yang menderita dan berkekurangan. Kami mengajak Anda sekalian untuk melakukan aksi nyata amal kasih baik pribadi maupun bersama-sama di lingkungan maupun wilayah.
  3. Penyangkalan diriDengan berpantang dan berpuasa sesungguhnya kita meneladan Kristus yang rela menderita demi keselamatan kita. Kita mengatur kembali pola hidup dan tingkah laku sehari-hari agar semakin menyerupai Kristus.
HIMBAUAN
Selama masa Prapaskah, apabila akan melangsungkan perkawinan hendaknya memperhatikan masa tobat. Dalam keadaan terpaksa seyogyanya pesta dan keramaian ditunda.

Magnificat Anima Mea Dominum

† Mgr. Paskalis Bruno Syukur
Uskup Keuskupan Bogor Keuskupan Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin