BEKASI - Unjuk rasa penolakan pendirian Gereja Santa Clara di Bekasi, Jawa Barat,
oleh sekelompok orang berlangsung ricuh pada Jumat (24/3/2017) kemarin.
Polisi sempat menembakkan gas air mata ke arah massa yang berusaha
mendobrak masuk ke lingkungan gereja.
Kasubag Humas Polres Metro Bekasi
Kompol Erna Ruswing mengatakan, bentrokan sempat pecah antara para
pengunjuk rasa dengan polisi. Sedikitnya lima anggota Polres Metro Bekasi Kota terluka dari peristiwa itu.
Sebelum peristiwa kericuhan tersebut, ada sekelompok orang yang diketahui menuntut agar Pemerintah Kota Bekasi mencabut izin mendirikan bangunan (IMB) terhadap Gereja Santa Clara. Namun, Pemkot Bekasi menolak tuntutan itu.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menegaskan komitmennya untuk memastikan seluruh warga kota Bekasi mendapatkan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Menurut Rahmat, Kota Bekasi memiliki daya tarik tersendiri karena masyarakatnya yang memiliki latar belakang yang berbeda.
Oleh sebab itu, keberagaman yang ada harus selalu dijaga sebagai salah satu aset dalam pembangunan.
" Bekasi adalah kota yang heterogen, tentunya memiliki daya tarik tersendiri. Laju pertumbuhan Bekasi
pun menjadi cukup baik. Keberagaman dan kearifan lokal adalah aset
untuk membangun suatu daerah," ujar Rahmat saat berbicara di Kongres
Nasional Kebebasan beragama dan Berkeyakinan di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (16/3/2017).
Rahmat menceritakan upaya yang dia lakukan saat terjadinya penolakan
sekelompok masyarakat terkait pembangunan Gereja Katolik Santa Clara.
"Saya menolak dengan tegas saat itu. Saya bilang di depan mereka,
lebih baik kepala saya ditembak daripada saya harus mencabut IMB gereja
itu. IMB itu sudah sesuai dengan hukum yang berlaku," ucap Rahmat.
Rahmat mengatakan, selama dia menjabat sebagai Wali Kota, Bekasi
harus menjadi kota yang toleran dan damai. Dengan demikian, pemikiran
masyarakat soal mayoritas dan minoritas harus dihilangkan.
Di sisi lain, massa yang menolak pembangunan Gereja Santa Clara menyatakan wilayah Bekasi
Utara yang menjadi lokasi berdirinya gereja dihuni mayoritas umat
Muslim. Mereka menuntut agar lokasi gereja dipindah ke tempat lain.
"Kita tidak melarang adanya pembangunan gereja, tetapi mohon
pembangunan gereja jangan di tempat yang mayoritas dihuni umat Muslim,"
ujar Koordinator Aksi Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi (MSUIB), Iman Faturohman.
Rahmat merupakan salah seorang dari tiga wali kota yang mendapat penghargaan dari Komnas HAM
karena dinilai mampu menjaga kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ia
juga dijadwalkan akan menjadi pembicara dalam konferensi terkait hak
atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Vatikan pada 23 Mei 2017.
Menurut Komnas HAM,
Rahmat Effendy berhasil menyelesaikan masalah empat gereja yang
sebelumnya ditolak oleh sebagian warga, yakni Gereja Santa Clara, Gereja
Galilea, Gereja Kalamiring dan Gereja Manseng.
Selain itu, Rahmat dianggap memiliki ketegasan untuk tidak mencabut
IMB keempat gereja tersebut karena proses perizinan yang dilakukan telah
sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Sikap ini telah membuktikan bahwa ketegasan dan keberanian Wali Kota Bekasi
dapat menjadi solusi terhadap sikap intoleran dari sebagian
masyarakat," kata Koordinator desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM, Jayadi Damanik.
________________________
Darius Leka,SH/ Sumber: www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin