Jumat, 17 Februari 2017

Diakon; Pelayan Sabda, Liturgi, dan Kasih di Tengah Gereja

KOTA DEPOK -
Beberapa bulan menjelang musim tahbisan imam, suasana di sejumlah paroki terasa berbeda. Wajah-wajah baru hadir di altar, mengenakan stola miring dari bahu kiri ke pinggang kanan. Mereka bukan imam, tetapi juga bukan awam. Mereka adalah frater diakon—calon imam yang sedang menjalani masa transisi terakhir sebelum ditahbiskan secara penuh. Namun, tahukah kita bahwa diakon bukan sekadar “calon imam”? Bahwa jabatan ini memiliki sejarah, fungsi, dan makna yang sangat mendalam dalam tubuh Gereja?

Dalam struktur hierarki Gereja Katolik, kita mengenal tiga tingkat tahbisan suci: uskup, imam, dan diakon. Diakon berada pada tingkat paling dasar dari tahbisan ini. Namun, jangan salah. Diakon bukanlah “kelas bawah” dalam pelayanan Gereja. Mereka adalah pelayan sabda, liturgi, dan kasih yang ditahbiskan secara sah oleh uskup, bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan (lih. Lumen Gentium 29).

Tugas-tugas diakon mencakup:

  • Membaptis secara meriah
  • Membagikan Ekaristi
  • Menjadi saksi dan pemberkat perkawinan
  • Membacakan Injil dan memberikan homili
  • Memimpin ibadat dan doa umat
  • Mengantar Komuni kepada orang sakit
  • Memimpin upacara pemakaman
  • Mengajar dan menasihati umat

Setelah Konsili Vatikan II, Gereja merestorasi jabatan diakon permanen. Artinya, seseorang dapat ditahbiskan sebagai diakon dan tetap menjadi diakon sepanjang hidupnya, tanpa harus menjadi imam. Diakon permanen ini bisa berasal dari kalangan pria berkeluarga atau yang sudah matang secara usia dan rohani. Paus Paulus VI menetapkan norma-norma ini dalam Sacrum Diaconatus Ordinem (1967).

Sementara itu, frater-frater calon imam yang kita temui di paroki-paroki menjelang tahbisan adalah diakon transisional. Mereka hanya menjalani masa diakonat selama beberapa bulan sebelum menerima tahbisan imamat. Namun, baik diakon permanen maupun transisional menerima rahmat tahbisan yang sama dan menjalankan tugas yang sama pula.

Di beberapa keuskupan, kita juga mengenal istilah pro-diakon. Mereka adalah awam yang ditunjuk oleh uskup untuk membantu membagikan Komuni Kudus, terutama di paroki-paroki yang kekurangan imam atau diakon. Meski disebut “pro-diakon,” mereka bukan bagian dari klerus dan tidak menerima tahbisan. Tugas mereka bersifat delegatif dan terbatas, serta tidak mencakup fungsi-fungsi sakramental seperti yang dimiliki oleh diakon tertahbis.

Diakon memiliki busana liturgis khas yang disebut dalmatik—jubah berlengan dengan garis vertikal dan horizontal. Dalam Misa meriah, dalmatik dikenakan di atas alba dan stola. Namun dalam Misa harian, cukup dengan alba dan stola miring. Stola ini menjadi tanda khas diakon, berbeda dengan imam yang mengenakan stola lurus di kedua sisi leher.

Dalam Misa, diakon memiliki peran penting:

  • Membacakan Injil
  • Memberikan homili (jika ditugaskan)
  • Menyiapkan altar dan persembahan
  • Mengangkat piala saat doksologi
  • Mengajak umat untuk salam damai
  • Mengutus umat di akhir Misa

Kisah Para Rasul mencatat bahwa jabatan diakon sudah ada sejak awal Gereja. Santo Stefanus, martir pertama, adalah seorang diakon. Begitu pula Santo Laurensius dan Santo Fransiskus dari Asisi. Mereka bukan imam, tetapi pelayan kasih yang setia. Dalam dunia yang haus akan kehadiran dan pelayanan, diakon menjadi wajah Gereja yang melayani, bukan yang dilayani.

Sebagai umat awam, kita diajak untuk mengenali dan menghargai peran diakon dalam kehidupan Gereja. Mereka adalah jembatan antara altar dan dunia, antara liturgi dan pelayanan sosial. Mereka mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya soal doa, tetapi juga soal tindakan nyata.

Ketika seorang diakon mengucapkan, “Perayaan Ekaristi sudah selesai. Marilah pergi, kita diutus,” itu bukan sekadar penutup liturgi. Itu adalah panggilan hidup. Panggilan untuk melayani, untuk menjadi saksi, untuk membawa Kristus ke tengah dunia.

Mari kita dukung para diakon—baik yang permanen maupun transisional—dalam panggilan mereka. Dan mari kita belajar dari mereka, bahwa setiap orang beriman, entah tertahbis atau awam, dipanggil untuk menjadi pelayan kasih di dunia yang terluka.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#diakonkatolik #kerasulanawam #gerejakatolik #pelayanliturgi #prodiakon #tahbisanimamat #wartakasih #imanyanghidup #liturgidanpelayanan #dipanggiluntukmelayani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin