Kamis, 16 Februari 2017

Sakramen Cinta yang Terencana; Prosedur Perkawinan dalam Gereja Katolik

KOTA DEPOK
 - Perkawinan dalam Gereja Katolik bukan sekadar perayaan cinta dua insan. Ia adalah sakramen, tanda kasih Allah yang kudus dan kekal. Maka, seperti halnya setiap sakramen, perkawinan Katolik menuntut persiapan yang matang, bukan hanya administratif, tetapi juga spiritual. Di sinilah Gereja hadir, bukan untuk mempersulit, melainkan untuk memastikan bahwa cinta yang hendak diikrarkan sungguh-sungguh berakar dalam iman, kesetiaan, dan tanggung jawab.

I. Pendaftaran: Langkah Awal Menuju Altar

Segala sesuatu yang besar dimulai dari langkah kecil. Dalam konteks perkawinan Katolik, langkah itu dimulai dengan mendaftarkan diri di sekretariat paroki, minimal lima bulan sebelum hari H. Mengapa begitu lama? Karena Gereja ingin memastikan bahwa setiap pasangan memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri, bukan hanya secara teknis, tetapi juga secara rohani.

Setelah mendaftar, calon mempelai akan berdiskusi langsung dengan pastor yang akan memberkati. Di sinilah relasi pastoral dimulai—relasi yang akan menjadi pendamping dalam perjalanan menuju sakramen perkawinan.

II. Dokumen: Bukti Iman dan Tanggung Jawab

Gereja bukan birokrasi, tetapi ia menghargai keteraturan. Maka, sejumlah dokumen diperlukan, antara lain:

  • Surat baptis terbaru (maksimal 6 bulan sebelum hari perkawinan)
  • Sertifikat Kursus Persiapan Perkawinan
  • Formulir pendaftaran yang ditandatangani ketua lingkungan
  • Fotokopi KTP dan foto pasangan
  • Surat pengantar dari paroki asal (jika berasal dari luar paroki)
  • Surat izin dari atasan (bagi anggota TNI/POLRI)

Bagi pasangan beda gereja, dokumen tambahan seperti surat baptis dan sidi dari Gereja Kristen Protestan juga diperlukan. Semua ini bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk tanggung jawab dan keterbukaan terhadap komunitas Gereja.

III. Penyelidikan Kanonik: Menyelami Kedalaman Panggilan

Penyelidikan kanonik adalah proses pastoral dan hukum Gereja untuk memastikan bahwa kedua calon mempelai bebas dari halangan kanonik dan siap secara rohani untuk menerima sakramen perkawinan. Proses ini dilakukan dua bulan sebelum hari perkawinan, dengan membawa seluruh dokumen yang telah disiapkan.

Bagi pasangan Katolik dengan non-Katolik, dibutuhkan dua saksi yang dapat menjamin bahwa calon non-Katolik belum pernah menikah dan tidak memiliki halangan hukum. Penyelidikan ini bukan interogasi, melainkan dialog yang mendalam tentang iman, komitmen, dan kesiapan untuk hidup bersama dalam terang Kristus.

IV. Catatan Sipil: Menghormati Hukum Negara

Gereja menghormati hukum negara. Maka, setelah pemberkatan gereja, pasangan juga perlu mengurus pencatatan sipil. Dokumen yang diperlukan antara lain:

  • Surat baptis dan surat nikah gereja
  • Akta kelahiran, KTP, KK yang dilegalisir
  • Surat keterangan menikah dari kelurahan
  • Foto dan KTP saksi
  • Dokumen tambahan bagi WNI keturunan

Penyerahan dokumen ini harus dilakukan paling lambat satu bulan sebelum hari perkawinan. Jika terlambat, surat dispensasi dari camat diperlukan. Semua ini menunjukkan bahwa cinta yang dewasa adalah cinta yang bertanggung jawab, baik di hadapan Allah maupun negara.

Perkawinan Katolik bukan hanya tentang hari perayaan. Ia adalah perutusan. Dalam Familiaris Consortio, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa keluarga adalah “Gereja rumah tangga” (ecclesia domestica), tempat pertama dan utama di mana iman dihidupi dan diwariskan.

Maka, setiap pasangan yang hendak menikah dipanggil untuk mempersiapkan diri bukan hanya untuk satu hari, tetapi untuk seumur hidup. Kursus perkawinan, penyelidikan kanonik, dan seluruh proses administratif adalah bagian dari formasi itu. Gereja ingin memastikan bahwa cinta yang diikrarkan bukan sekadar emosi sesaat, tetapi pilihan sadar untuk mencintai, menghormati, dan setia sampai akhir hayat.

Dalam dunia yang serba instan, Gereja mengajak kita untuk menapaki jalan cinta yang sabar, terencana, dan kudus. Prosedur perkawinan Katolik bukanlah beban, tetapi berkat. Ia adalah jalan formasi, jalan pertumbuhan, dan jalan kesetiaan.

Karena cinta sejati bukan hanya tentang dua hati yang saling memilih. Ia adalah tentang dua jiwa yang bersatu dalam Kristus, untuk saling menguduskan, dan menjadi saksi kasih Allah di tengah dunia.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#sakramenperkawinan #gerejakatolik #kerasulanawam #wartakasih #imanyanghidup #cintadalamtindakan #persiapanperkawinankatolik #pernikahankudus #keluargakatolik #ecclesiadomestica #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin