Oleh: Sdr. Yoseph Agut, OFM/ Foto: Darius AR |
Hari ini kita merayakan Kelahiran Yohanes
Pembaptis. Kita mengenal baik siapa Yohanes Pembaptis itu. Ia adalah “suara
yang berseru-seru di padang gurun ‘persiapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah
jalan bagiNya.” (Mrk 1:2-3) Kita mengimani bahwa Yohanes adalah orang yang
diutus oleh Allah sendiri untuk mempersiapkan kehadiran Putera Allah.
Daripadanyalah, kita menerima warta pertobatan dan diajak untuk menyambut
kehadiran Allah dalam Yesus Kristus dalam suasana diri yang siap.
Ketika saya membaca perikop dari injil ini dan
juga beberapa perikop lain tentang Yoahanes Pembaptis, saya teringat akan
seorang Pengemis Tua yang sering duduk mengemis di trotoar menuju Gereja
Katedral Bogor. Yang menarik dari pengemis ini adalah cara mengemis yang
tergolong unik, yakni ia mengemis sambil membaca ayat-ayat suci Al’quran. Mulutnya komat-kamit membaca surat-surat
tersebut.
Kita mungkin tidak tertarik bahkan mungkin
mencemooh cara mengemis seperti itu, apalagi itu dilakukannya di depan Gereja.
Namun, bagi saudara-saudara yang muslim tentunya pembacaan ayat-ayat suci
tersebut memberi manfaat bagi mereka yang memberikan uangnya kepada pengemis
itu. Mungkin saja saudara-saudara muslim kebanyakan tidak sempat melafalkan
surat-surat tersebut. Tetapi pengemis itu membantu mereka untuk terus
menggemakan ayat-ayat suci itu. Kiranya pembacaan spontan seperti itu juga
menyelamatkan setiap orang yang lewat.
Kalau kita kembali ke kisah Pewartaan Yohanes
Pembaptis, kita mungkin bisa menyamakan dia dengan pengemis tersebut. Apa yang diwartakan
Yohanes adalah warta keselamatan yang menguatkan dan meneguhkan Umat Israel
bahwa keselamatan akan segera tiba. Bagi kita yang mendengarkan dan
mempersiapkan diri dalam karya keselamatan itu, baiklah kita melihat diri kita sebagai
orang-orang yang diutus. Kita tidak sekedar menjadi orang yang hanya
menanti-nanti tetapi siap sedia menjadi orang-orang yang diutus. Kita adalah
Yohanes-yohanes yang baru yang mempunyai tugas sebagai utusan. Untuk itu,
baiklah kita melihat dalam figur Yohanes Pembaptis, seperti apa dan bagaimana
hidup sebagai utusan.
Pertama, seorang utusan adalah orang yang
mewartakan. Unsur penting
yang perlu kita renungkan adalah tugas mewartakan. Yohanes Pembaptis adalah
seorang Yahudi yang taat, namun dia bukanlah orang yang menanti-nanti begitu
saja. Begitu dia tahu bahwa tugasnya adalah mewartakan, maka dia segera
bergerak dan menjalankan tugas itu. Unsur yang dapat kita renungkan disana
adalah karya aktif. Kita tidak dapat
lagi hanya menanti atau menunggu tetapi menjadi pribadi yang proaktif dalam
karya keselamatan Allah itu.
Ketika menjadi pewarta, kita sendiri yang aktif
untuk melaksanakan tugas. Dalam diri kita ada sedikit kepastian dan harapan
bahwa apa yang kita lakukan berguna bagi diri kita dan bagi sesama kita. Itulah
yang seharusnya ada dalam karya kita kepastian dan harapan. Kita tidak bisa
hanya bermental pasif, menunggu apa saja yang dilakukan rekan kita. Kita
sendirilah yang harus turun tangan mengerjakan dan melaksanakan apa yang
menjadi tugas kita.
Kedua, seorang utusan adalah orang yang bertobat. Warta yang disampaikan Yohanes Pembaptis
adalah warta pertobatan. Pertobatan bukanlah soal bagaimana kita mengakukan
dosa kita di hadapan Tuhan seperti yang akan kita lakukan. Lebih dari itu,
sebagai seorang utusan, pertobatan yang dibutuhkan adalah pertobatan dalam
tindakan, tindakan yang berasal dari kedalaman hati kita yang berubah (change
of heart). Ketika kita diutus untuk mewartakan kabar gembira, pewartaan itu
sendiri haruslah berasal dari diri kita sendiri. Kita tidak bisa keluar kepada
orang lain, tanpa mulai dari diri sendiri. Orang tentunya akan terlebih dahulu
melihat diri kita, bagaimana cara hidup kita, apakah sungguh mewartakan dari
hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin