Kemarin adalah hari Selasa, dan hari ini adalah hari
Rabu, 1 Maret 2017, tapi bukan Rabu biasa, melainkan Rabu Abu tanda dimulainya masa
Prapaskah yang ditengarai dengan penerimaan abu dalam bentuk tanda salib
sebagai lambang dimulainya ulah puasa dan pantang. Aturan sekarang
memang tidak berat, tetapi zaman dahulu, abad-abad yang lalu, aturannya
jauh lebih berat dan ketat.
Selama 40 hari tidak makan daging.
Daging-daging yang hari ini sisa, tidak bisa disimpan dan baru dimakan
40 hari lagi pada hari Raya Paskah. Waktu itu belum ada friser.
Seandainya pun sudah ada friser seperti sekarang, daging tidak akan bisa
disimpan di dalamnya selama 40 hari.
Karena itu pada hari Selasa
seperti sekarang ini, orang (di Eropa) mengumpulkan semua persediaan
daging yang ada dan dimakan habis tuntas tas tas tas. Demikian juga
makanan yang uwenak-uwenak dihabiskan. Jadilah hari Selasa ini hari
Selasa yang khusus berpesta pora, dan dinamakanlah hari ini MARDI GRAS,
artinya hari Selasa Besar. Dan karena pada hari ini pun orang
beramai-ramai seluruh keluarga menghabiskan semua daging yang ada, maka
pesta ini juga disebut PESTA DAGING.
Daging dalam bahasa Latinnya: caro
dan kata turunannya: carnis. Dari kata CARNIS inilah kemudian muncul
kata CARNAVAL. Dan pesta daging ini pun disebut PESTA CARNAVAL dan
dirayakan oleh seluruh masyarakat. Menjadi pesta publik.
Di
negara-negara yang kekatolikannya kuat, seperti Jerman, Perancis,
Portugal, Spanyol dan Italia, sampai sekarang pesta carnaval pada hari
Selasa terakhir sebelum Rabu Abu ini masih dirayakan.
Apakah sekarang
ini masih dirayakan besar-besaran, saya tidak tahu. Yang saya tahu, pada
tahun 1970an, waktu saya mukim di Belanda, ada perayaan besar-besaran
dengan pawai dan pembagian macam-macam manisan secara masal dan gratis
dan disiarkan langsung oleh TV. Siaran TV langsung ini sungguh sangat
istimewa, karena pertandingan sepak bola final pun belum tentu disiarkan
langsung dan penuh. Dalam karnaval itu misalnya setiap rumah sepanjang
jalan (biasanya berbentuk apartemen atau rumah tingkat biasa)
menyebarkan berbagai macam manisan, permen dan sebagainya ke arah
orang-orang yang sedang berpawai di jalan di bawahnya. Untuk dapat
menangkap sebanyak mungkin apa yang disebarkan ari atas itu, maka
peserta pawai membuka payung lebar-lebar, bukan ke arah bawah, tetapi ke
arah atas. Kelihatannya memang lucu. Tapi rame dan meriah sekali.
Perayaan Karnaval yang sampai hari ini luar biasa meriah dan semarak
adalah yang terjadi di Brasilia, khususnya Rio de Janairo. Sungguh pesta
umum arak-arakan sepanjang jalan yang gila-gilaan. Pada fesival
karnaval itu orang yang menari-nari dengan hiasan aneh-aneh dan
telanjang bulat pun tidak dianggap aneh. Perayaan semacam ini sudah
tidak ada lagi kaitannya sama sekali dengan makna Hari Rabu Abu sebagai
permulaan masa Prapaskah. Tidak ada lagi makna religiusnya.
Di
Indonesia perkataan karnaval, sudah dipersempit lagi: hanya suatu pesta
dengan arak-arakan di sepanjang jalan dan jalan ini pun tidak usah
panjang-panjang amat. Berkeliling di dalam kompleks perumahan sudah
cukup untuk dinamakan pesta karnaval.
Demikian juga hari Selasa ini
tidak punya arti khusus apa-apa lagi bagi kita. Paling-paling hanya
kesempatan terakhir untuk latihan kor karena mendapat tugas menyanyi
pada perayaan Ekaristi Rabu Abu besok, seperti yang saya dengar waktu
saya menulis tulisan pendek ini. Selamat berlatih dan untuk besok:
Selamat menerima tanda salib abu sebagai tanda pertobatan yang semakin
diperhatikan dan dilaksanakan selama masa Prapaskah ini.
______________________
(RP. Alfons S. Suhardi, OFM/ Foto: Istimewa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin