Rabu, 02 Maret 2011

Mengukir Jejak Iman; 50 Tahun Paroki St. Paulus Depok dalam Misi Kerasulan Awam

Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat, Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik sekaligus Koordinator KOMSOS Paroki Santo Paulus Depok periode 2010-2013

KOTA DEPOK - Minggu pagi, 4 Juli, langit Depok berselimut cerah seolah turut bersukacita menyambut perayaan emas Paroki St. Paulus Depok. Ribuan umat memadati halaman gereja, menyatu dalam semangat syukur dan nostalgia. Di tengah iringan tarian Jaipong yang menggema dari pendopo paroki, langkah-langkah penuh hormat mengiringi Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM, Uskup Keuskupan Bogor, menuju altar utama. Sebuah misa kudus yang sakral dan penuh makna pun dimulai.

Sejarah mencatat, nama Estelita Esperanza Maria yang dibaptis pada 7 Februari 1960 menjadi saksi awal kelahiran Paroki St. Paulus Depok. Dari sebuah komunitas kecil berjumlah 50 kepala keluarga, kini paroki ini telah berkembang menjadi rumah rohani bagi lebih dari 900 keluarga. Lima wilayah dan 17 lingkungan menjadi bukti nyata pertumbuhan iman yang tak hanya kuantitatif, tetapi juga kualitatif.

Dalam homilinya, Mgr. Angkur menegaskan bahwa Gereja St. Paulus telah memberi kontribusi konstruktif bagi peradaban masyarakat Jabodetabek. “Paroki ini telah mengukir sejarah, dari sebuah gereja kecil menjadi pusat pewartaan yang hidup,” ujarnya. Namun, beliau mengingatkan, “Kita harus meneladani St. Paulus, bukan hanya dalam jumlah umat, tetapi dalam semangat mewartakan Injil kepada siapa pun, termasuk mereka yang belum mengenal Kristus.”

Perayaan ini bukan sekadar nostalgia, melainkan refleksi atas panggilan kerasulan awam yang semakin relevan di tengah tantangan zaman. Dalam konteks sosial, ekonomi, hukum, dan kemasyarakatan, umat awam Paroki St. Paulus telah menunjukkan peran aktif sebagai garam dan terang dunia. Komunitas-komunitas kategorial, kelompok doa, koperasi umat, hingga advokasi hukum bagi kaum kecil menjadi wajah nyata kasih Kristus yang hidup.

Sebagai seorang advokat dan aktivis rasul awam, saya menyaksikan bagaimana kerasulan awam di paroki ini tidak berhenti di altar, tetapi menjelma dalam aksi nyata: mendampingi keluarga miskin, mengedukasi hukum bagi masyarakat, hingga menggerakkan solidaritas ekonomi berbasis iman. Inilah Gereja yang hidup—yang tidak hanya membangun gedung, tetapi membangun manusia.

Usai misa, suasana berubah menjadi pesta rakyat. Koor paroki, penampilan artis Katolik seperti Samuel AFI Junior, Imelda Fransisca, hingga Delon dan Nikita, serta atraksi Barongsai dan musik bambu, menyatukan umat lintas usia dan budaya. Ini bukan sekadar hiburan, tetapi perayaan akan keberagaman yang dirajut dalam kasih Kristus.

Pastor Paroki, Rm. Markus Gunadi, OFM, menyampaikan dengan penuh haru, “Ini adalah momen bersejarah. Kita bersyukur atas penyertaan Tuhan selama 50 tahun. Mari kita terus melangkah bersama, mewartakan Injil dengan sukacita.”

Perayaan emas ini bukanlah titik akhir, melainkan awal dari babak baru. Gereja St. Paulus Depok telah melahirkan paroki-paroki baru seperti St. Herkulanus, St. Joanes Baptista Parung, dan Cinere. Ini adalah buah dari semangat misioner yang tak pernah padam.

Kini, tantangan baru menanti: bagaimana kerasulan awam dapat menjawab isu-isu kontemporer seperti ketimpangan sosial, krisis lingkungan, dan degradasi moral? Jawabannya terletak pada keberanian untuk terus hadir, bersuara, dan bertindak dalam terang Injil.

Sebagaimana St. Paulus menulis, “Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil!” (1 Kor 9:16). Maka, mari kita terus mengukir sejarah, bukan hanya dalam batu dan bangunan, tetapi dalam hati dan kehidupan sesama.

*) Keterangan foto: Susana Misa Kudus dalam perayaan 50 tahun Gereja Katolik Paroki St. Paulus Depok bersama Bapa Uskup Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM Minggu (4/7/2010)

 

#pestaemasstpaulusdepok #kerasulanawam #gerejahidup #50tahunbersamakristus #imanyangbekerjadalamkasih #katolikaktif #mewartakankasihallah #gerejauntukmasyarakat #rasulawambergerak


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin