Metafora ini bukan sekadar ornamen teologis. Ia adalah
jendela rohani yang membuka pemahaman kita akan karakter, karya, dan kehadiran
Roh Kudus dalam kehidupan umat beriman dan dalam kerasulan awam yang terus
bergerak di tengah dunia.
Burung merpati dikenal karena kesetiaannya. Mereka hanya
memiliki satu pasangan seumur hidup. Kesetiaan ini menjadi cermin dari relasi
Allah dengan umat-Nya—relasi yang tak tergoyahkan, penuh kasih, dan eksklusif.
Dalam Kidung Agung 5:2, Raja Salomo menulis, “Bukalah pintu,
dinda, manisku, merpatiku, idam-idamanku…” Sebuah puisi cinta yang oleh para
Bapa Gereja ditafsirkan sebagai gambaran kasih mesra antara Allah dan umat-Nya.
Kita adalah Israel rohani, mempelai Kristus, yang dipanggil untuk setia seperti
merpati.
Namun, kesetiaan ini diuji. Dunia menawarkan banyak “tuan”
lain—kekuasaan, harta, popularitas. Yakobus 4:4-5 memperingatkan bahwa
persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah. Roh Kudus, yang
tinggal dalam diri kita, menginginkan kita dengan cemburu ilahi. Ia tidak akan
tinggal dalam hati yang terbagi.
Yesus berkata, “Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus
seperti merpati” (Mat. 10:16). Merpati adalah simbol kelembutan, ketulusan, dan
kedamaian. Roh Kudus, yang turun ke atas Yesus dalam rupa merpati saat
pembaptisan-Nya, membawa sifat-sifat ini ke dalam hidup kita.
Dalam kerasulan awam, kelembutan bukan kelemahan. Ia adalah
kekuatan yang menyembuhkan. Ia hadir dalam advokasi hukum yang berbelas kasih,
dalam pelayanan sosial yang tidak menghakimi, dalam ekonomi yang berkeadilan.
Roh Kudus membentuk kita menjadi pribadi yang tidak memadamkan api yang redup,
tetapi mengobarkannya kembali.
Dalam banyak budaya, merpati dilepaskan sebagai lambang
perdamaian. Demikian pula Roh Kudus adalah Roh Damai. Ia mendamaikan manusia
dengan Allah, dan manusia dengan sesamanya. Dalam Efesus 2, Paulus menulis
bahwa melalui Roh, orang Yahudi dan non-Yahudi dipersatukan dalam satu tubuh:
Gereja.
Damai adalah buah Roh. Tanpa Roh Kudus, kita mudah terpecah
oleh perbedaan. Tetapi dengan-Nya, kita mampu hidup dalam harmoni, saling
memahami, dan melayani dalam kesatuan. Inilah wajah Gereja yang sejati: bukan
institusi yang kaku, tetapi komunitas yang hidup, penuh kasih, dan terbuka.
Kisah Nuh dan burung merpati (Kej. 8) bukan sekadar cerita
anak-anak. Ia adalah alegori mendalam tentang karya Roh Kudus sepanjang sejarah
keselamatan:
- Pertama, merpati kembali karena belum ada tempat yang
layak—simbol zaman Perjanjian Lama, ketika Roh hanya datang sesaat untuk
memperlengkapi para nabi.
- Kedua, merpati kembali dengan daun zaitun—simbol karya para
rasul yang membawa kabar damai dan keselamatan.
- Ketiga, merpati tidak kembali—simbol zaman Gereja, ketika Roh
Kudus tinggal menetap dalam umat Allah hingga kedatangan Kristus yang
kedua.
Kita hidup di zaman ketiga ini. Zaman Roh Kudus. Zaman di
mana Gereja dipanggil untuk bangkit, bersaksi, dan menjadi terang dunia.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya percaya bahwa setiap
orang Katolik dipanggil untuk menjadi “merpati” di tengah dunia yang gaduh.
Kita dipanggil untuk setia dalam kasih, lembut dalam pelayanan, dan menjadi
pembawa damai dalam masyarakat yang terpecah.
Dalam bidang hukum, kita hadir untuk menegakkan keadilan
dengan belas kasih. Dalam ekonomi, kita memperjuangkan kesejahteraan bersama.
Dalam sosial dan kemasyarakatan, kita menjadi jembatan, bukan tembok. Semua ini
hanya mungkin jika kita dipenuhi dan digerakkan oleh Roh Kudus.
Burung merpati terakhir dalam kisah Nuh tidak kembali. Ia
menemukan tempat tinggalnya. Demikian pula Roh Kudus kini tinggal dalam Gereja.
Pertanyaannya: apakah Ia juga tinggal dalam hati kita?
Mari kita buka hati, izinkan Roh Kudus membentuk kita
menjadi pribadi yang setia, lembut, dan penuh damai. Karena hanya dengan-Nya,
kita dapat menjadi saksi kasih Allah yang hidup—di rumah, di kantor, di
jalanan, dan di seluruh dunia.
✍️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis
Kerasulan Awam Gereja Katolik
#rohkudus #simbolmerpati #kerasulanawam #gerejakatolik
#imanyanghidup #damaisejahtera #pentakosta #keluargakatolik #cintaallah
#merpatirohani #kekuatandalamkelembutan #gerejayanghidup #panggilanawam #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin